Liputan6.com, Jakarta Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperingatkan bahaya ancaman resistensi antimikroba, meski saat ini tidak terlihat sepenting pandemi COVID-19.
"Pandemi COVID-19 adalah pengingat yang kuat hubungan intim antara manusia, hewan, dan planet yang kita tinggali bersama," kata Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus dalam konferensi persnya pada Jumat lalu.
Advertisement
Dikutip dari laman resmi WHO pada Minggu (22/11/2020), Tedros mengatakan bahwa kita tidak bisa melindungi dan meningkatkan kesehatan manusia, tanpa memperhatikan kesehatan hewan dan lingkungan.
Tedros pun mengingatkan adanya ancaman kasus resistensi antimikroba. Ia menyebut bahwa masalah tersebut merupakan ancaman kesehatan terbesar di zaman kita.
"Resistensi antimikroba mungkin tidak tampak sepenting pandemi, tetapi sama berbahayanya," kata Tedros.
Saksikan Juga Video Menarik Berikut Ini
Ancaman Kesehatan Global
Tedros menyebutkan, resistensi antimikroba mengancam kemajuan medis selama satu abad, serta membuat kita tidak berdaya melawan infeksi yang saat ini dapat diobati dengan mudah.
"Meskipun antibiotik adalah fokus utama, resistensi antimikroba juga mencakup resistansi terhadap obat HIV, malaria, penyakit tropis yang terabaikan, dan banyak lagi."
Dia pun mengatakan, dimulainya Pekan Kesadaran Antimikroba Sedunia pada Rabu lalu, menjadi kesempatan untuk meningkatkan kesadaran tentang resistensi antimikroba, dan mendorong praktik yang baik di masyarakat, petugas kesehatan, serta pembuat kebijakan, untuk memperlambat perkembangan dan penyebaran infeksi yang resistan terhadap obat.
WHO telah menyatakan bahwa resistensi antimikroba menjadi satu dari sepuluh ancaman kesehatan global yang dihadapi oleh manusia.
Kematian akibat resistensi antimikroba saat ini diprediksi mencapai 700 ribu. Jika tidak ditangani serius, angkanya bisa naik hingga 10 juta kematian di 2050.
Dalam siaran pers yang diterima Health Liputan6.com, Dr. N. Paranietharan, Perwakilan WHO untuk Indonesia mengatakan, masalah ini dapat menimbulkan dampak yang signifikan bagi perekonomian dan sistem kesehatan.
"Selain kematian dan disabilitas, penyakit yang berkepanjangan karena resistansi obat juga dapat mengakibatkan masa perawatan di rumah sakit menjadi lebih lama, kebutuhan perawatan medis yang lebih mahal, dan masalah-masalah finansial," kata Paranietharan.
Advertisement