Liputan6.com, Jakarta - Beberapa hari kebelakang kegiatan pencopotan baliho maupun spanduk Rizieq Shihab oleh Tentara Nasional Indonesia (TNI) menuai pro dan kontra. Insiden itu bermula ketika, sebuah video yang viral menampilkan sejumlah orang berpakaian loreng sedang mencopot baliho pentolan Front Pembela Islam (FPI) yang berada di sejumlah lokasi.
Menanggapi hal itu, Panglima Kodam atau Pangdam Jaya Mayor Jenderal Dudung Abdurrahman menjelaskan jika pencopotan baliho tersebut, sebenarnya sudah dilakukan sejak dua bulan lalu oleh pihak kepolisian maupun Satpol PP daerah setempat.
Advertisement
"Itu kan pencopotan (baliho Habib Rizieq) itu sudah dua bulan lalu, dilakukan itu melibatkan Polisi dan Satpol PP," jelas Dudung saat dikonfirmasi merdeka.com pada Minggu (22/11/2020).
Namun demikian, ia menjelaskan keputusan untuk mengerahkan prajurit TNI untuk menurunkan baliho tersebut. Karena pada kala itu sempat terjadi aksi protes dari pihak FPI yang tak terima baliho-baliho yang telah terpasang tersebut diturunkan oleh Polisi maupun Satpol PP.
"Kemudian sudah dilepas, di copotin. Tetapi didemolah sama anggota FPI. Nah Satpol PP (yang mencopot) ketakutan Satpol PP itu. Padahal, sebelumnya sudah dapat 338 (baliho atau spanduk yang di turunkan sebelumnya)," terangnya.
"Jadi sudah dilakukan sesuai prosedur, tetapi memang yang disorot itu saat pencopotan oleh TNI doang. Padahal kan kita punya satgas Satgas PDPK (Penegakan Disiplin Protokol Kesehatan)," sambungnya.
Terlebih, lanjut Dudung, sejumlah spanduk maupun baliho Habib Rizieq yang dipasang oleh FPI, diketahui tidaklah berizin dan terkesan menggunakan kalimat tulisan bernuansa provokasi itu yang akan diturunkan oleh pihaknya.
"Kalau kaya gitu masa kita mau diam saja, sekarang tidak ada izin segala macam tapi bahasa-bahasanya memprovokasi, maka kita ambil tindakan," ujarnya.
Diketahui, Pangdam Jaya Mayjen TNI Dudung Abdurachman telah memberikan perintah pencopotan baliho Ketua Front Pembela Islam (FPI) Rizieq Shihab. Perintah tersebut diturunkan lantaran baliho yang terpasang di beberapa titik Ibu Kota Jakarta menyalahi aturan.
Hak itu menyusul viralnya sebuah video sekitar 11 detik di media sosial yang menampilkan sejumlah orang berpakaian loreng dengan sigap menurunkan baliho yang tergambar Habib Rizieq.
"Ada berbaju loreng menurunkan baliho habib rizieq itu perintah saya," tegas Dudung saat apel pasukan di Monas, Jakarta, Jumat (20/11).
** #IngatPesanIbu
Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.
Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Dikritik Fadli Zon
Sebelumnya terkait hal itu, Ketua Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR periode 2019-2024 Fadli Zon buka suara. Mantan wakil ketua DPR tersebut mengkritisi langkah Dudung
Melalui akun twitternya, polisi partai Gerindra akhirnya bersuara mengkritisi langkah Pangdam Jaya yang memerintahkan anak buahnya mencopot spanduk Habib Rizieq.
"Apa urusannya Pangdam Jaya memerintahkan mencopot baliho? Di luar kewenangan n tupoksi TNI. Sebaiknya jgn semakin jauh terseret politik, kecuali mau hidupkan lg 'dwifungsi ABRI' imbangi 'dwifungsi polisi," cuitnya pada Sabtu (21/11).
Kritikan juga datang dari Mantan Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah yang mengkritik langkah TNI terjun langsung menurunkan baliho Habib RizieqSyihab. Dia mengingatkan tugas dan fungsi TNI yang jelas berbeda dengan Polri saat ini. Fahri mendukung semboyan TNI dan Polri bersatu. Namun, harus menolak tugas TNI sama dengan Polri.
Dia tak ingin bangsa Indonesia lupa dengan sejarah. Sebab, ABRI telah dikoreksi dengan mengeluarkan Polri. Kata Fahri, Indonesia adalah negara hukum dan dikelola secara sipil. Atas hal itu ia pun heran setelah 20 tahun lebih reformasi, marak pejabat militer masuk dalam demokrasi pengelolaan negara sipil ini.
Fahri menduga, ini terjadi karena slogan ‘TNI dan Polri bersatu’ telah dimaknai sebagai bersatunya fungsi keduanya. Hal ini yang disayangkan dan dianggap cukup menyedihkan
"Kalau saya jadi Menhan, ini adalah 'lampu kuning' ditabraknya rambu-rambu militer dalam demokrasi. TNI harus ngerti bahwa tugas dia di tengah rakyat adalah memelihara perdamaian. Sebagaimana militer berperang bukan untuk membunuh lawan, tapi untuk menjaga perdamaian," cuit Fahri dalam akun twitternya yang dikutip merdeka.com pada (21/11).
Reaksi FPI
Sedangkan Ketua DPP FPI, Slamet Maarif menyebut TNI didirikan oleh sosok ulama. Dia mengatakan bahwa TNI jangan mau diadu domba.
"Saya menasihati TNI bahwa TNI didirikan oleh ulama (Jenderal Soedirman) dan dari dulu menyatu dengan umat Islam. Jadi TNI jangan mau diadu dengan ulama dan umat Islam," kata Slamet kepada wartawan, Jumat (20/11).
"Spanduk yang dicabut itu bukan kita yang pasang, tapi umat yang pasang. Isi spanduk ucapan selamat datang IB HRS dan beliau sudah ada di Tanah Air, jadi tidak masalah TNI bantu satpol PP," sambungnya.
Reporter: Bachtiarudin Alam
Sumber: Merdeka.com
Advertisement