Liputan6.com, Jakarta - Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM kembali membuka pelayanan visa elektronik (eVisa) bagi warga negara asing (WNA) berkategori calling visa, pada Senin (23/11/2020). Pelayanan itu sempat terhenti karena pandemi Covid-19.
"Senin (23/11/2020) nanti akan kami buka pelayanan eVisa bagi subjek calling visa untuk tujuan penyatuan keluarga, bisnis, investasi, dan bekerja," ujar Kepala Bagian Humas dan Umum Ditjen Imigrasi Arvin Gumilang dalam keterangannya, Minggu (22/11/2020).
Advertisement
Subjek calling visa terdiri atas delapan negara, yakni Afghanistan, Guinea, Israel, Korea Utara, Kamerun, Liberia, Nigeria, dan Somalia. Uji coba pembukaan pelayanan telah dilakukan pada Jumat, 20 November 2020 kemarin.
Selanjutnya para penjamin orang asing dari negara subjek calling visa bisa mengajukan permohonan melalui situs www.visa-online.imigrasi.go.id.
"Sementara bagi tenaga kerja asing bisa mengunggah dokumen permohonan melalui situstka-online.kemnaker.go.id milik Kementerian Tenaga Kerja," kata dia.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Alasan dibukanya kembali pelayanan calling visa
Alasan dibukanya kembali pelayanan calling visa karena banyaknya tenaga ahli dan investor yang berasal dari negara-negara calling visa. Selain itu juga untuk mengakomodasi hak-hak kemanusiaan para pasangan kawin campur.
"Negara calling visa adalah negara yang kondisi atau keadaan negaranya dinilai mempunyai tingkat kerawanan tertentu ditinjau dari aspek ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan negara, dan aspek keimigrasian," ujar Arvin.
Arvin mengatakan, proses pemeriksaan permohonan eVisa bagi warga negara subjek calling visa melibatkan tim penilai yang terdiri dari Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Luar Negeri, Kementerian Tenaga Kerja, Kepolisian Negara Republik Indonesia, Kejaksaan Agung, Badan Intelijen Negara, Badan Intelijen Strategis Tentara Nasional Indonesia, dan Badan Narkotika Nasional.
"Tim itu akan mengadakan rapat koordinasi untuk menilai apakah seseorang layak atau tidak untuk diberikan visa," kata Arvin.
Advertisement