Sekolah Boleh Tatap Muka pada Januari 2021, Ini Aturannya di Masa Pandemi

Nadiem Makarim menegaskan sekolah tatap muka di masa pandemi ini harus mengikuti aturan dan protokol kesehatan yang telah ditetapkan

oleh Septika Shidqiyyah diperbarui 22 Nov 2020, 21:30 WIB
Guru mengajar tatap muka di SDIT Nurul Amal, Pondok Cabe, Tangerang Selatan, Banten, Senin (16/11/2020). Proses belajar secara tatap muka atau luring ini menggunakan waktu belajar di sekolah yang didasarkan pada zona penerapan wilayah covid-19. (merdeka.com/Arie Basuki)

Liputan6.com, Jakarta Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim, mengizinkan sekolah mengadakan Pembelajaran Tatap Muka mulai semester genap mendatang atau tahun ajaran 2020-2021.

Kendati demikian, Nadiem Makarim menegaskan sekolah tatap muka di masa pandemi ini harus mengikuti aturan dan protokol kesehatan yang telah ditetapkan.

"Pembelajaran tatap muka bukan kembali ke sekolah seperti normal, ini sangat di luar yang normal," kata Nadiem dalam konferensi pers virtual Pengumuman Penyelenggaraan Pembelajaran Semester Genap TA 2020/2021 di masa Pandemi Covid-19, Jumat, 20 November 2020.

Menurut Nadiem, ada 3 pihak yang akan menentukan apakah sekolah itu boleh dibuka apa tidak. Pertama adalah pemda atau kantor Kemenag, kedua kepala sekolah harus menyetujui dan ketiga adalah perwakilan orang tua yaitu melalui komite sekolah.

"Jadi kalau 3 pihak ini tidak mengizinkan sekolah itu buka, sekolah itu tidak diperkenankan untuk dibuka tapi kalau tiga pihak itu setuju, berarti sekolah itu mulai boleh melaksanakan tatap muka ya," terangnya.


Syarat Pembelajaran Tatap Muka di Masa Pandemi

Sekolah harus memenuhi beberapa syarat untuk mengadakan pembelajaran tatap muka. Yakni memenuhi enam daftar periksa, pertama ketersediaan sarana sanitasi dan kebersihan (toilet bersih dan layak serta sarana cuci tangan pakai sabun dengan air mengalir atau penyanitasi tangan), mampu mengakses fasilitas pelayanan kesehatan.

Ketiga, kesiapan menerapkan masker, memiliki thermogun, memiliki pemetaan warga satuan pendidikan (yang memiliki komorbid tidak terkontrol, tidak memiliki akses transportasi yang aman, dan riwayat perjalanan dari daerah dengan tingkat risiko yang tinggi), dan terakhir, mendapatkan persetujuan komite sekolah atau perwakilan orang tua/wali.

Selain itu, kondisi kelas juga harus diatur dengan jarak antarsiswa minimal 1,5 meter, jumlah maksimal peserta didik per ruang kelas PAUD sebanyak lima siswa, pendidikan dasar dan menengah sebanyak 18 siswa, dan SLB sebanyak lima siswa.

"Pertama yang terpenting adalah kapasitas maksimal itu sekitar 50 persen yang boleh belajar tatap muka, dari rata-rata jadinya mau tidak mau semua sekolah harus melakukan rotasi atau shifting," ujar Nadiem.

Jadwal pembelajaran juga dilakukan dengan sistem bergiliran yang ditentukan oleh masing-masing satuan pendidikan. Selain itu peserta didik dan tenaga pendidik wajib menggunakan masker kain tiga lapis atau masker bedah, cuci tangan pakai sabun dengan air mengalir, menjaga jarak minimal 1,5 meter dan tidak melakukan kontak fisik, serta menerapkan etika batuk atau bersin.

"Kita pastikan bahwa kondisi medis warga satuan pendidikan yang punya komorbiditas tidak boleh melakukan tatap muka, tidak boleh datang ke sekolah kalau mereka punya komorbiditas karena risiko mereka jauh lebih tinggi," imbuhnya.

Kemudian, kegiatan-kegiatan yang berkerumun tidak diperkenankan. Artinya kegiatan olahraga dan ekstrakurikuler tidak diperbolehkan untuk dilakukan.

Selain kegiatan belajar-mengajar tidak boleh diadakan lagi, seperti orang tua tidak boleh menunggu siswa di sekolah, istirahat di luar kelas, pertemuan orang tua dan murid juga tidak diperbolehkan.

"Anak-anak yang sudah belajar tatap muka, kalau sudah selesai belajar langsung pulang. Orang tua tidak boleh menunggu siswa di sekolah, istirahat di luar kelas, pertemuan orang tua dan murid, itu tidak diperbolehkan. Artinya belajar tatap buka bukan kembali ke sekolah seperti normal," tegas Nadiem.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya