Ngeri, Ini Dampaknya Jika UU Cipta Kerja Tak Disahkan

Kehadiran Undang-Undang Cipta Kerja bakal menjadi keuntungan besar bagi Indonesia.

oleh Liputan6.com diperbarui 23 Nov 2020, 16:20 WIB
Sejumlah menteri kabinet Indonesia Maju foto bersama Pimpinan DPR usai pengesahan UU Cipta Kerja pada Rapat Paripurna di Kompleks Parlemen, Jakarta (5/10/2020). Rapat tersebut membahas berbagai agenda, salah satunya mengesahkan RUU Omnibus Law Cipta Kerja menjadi UU. (Liputan6.com/JohanTallo)

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah Jokowi-Maruf memandang kehadiran Undang-Undang Cipta Kerja bakal menjadi keuntungan besar bagi Indonesia. Sebab, selain meningkatkan jumlah angkatan kerja, UU tersebut juga akan mendorong Indonesia ke luar dari negara berpenghasilan menengah.

Sekretaris Jenderal Kementerian Ketenagakerjaan, Anwar Sanusi mengatakan, jika UU Nomor 11 Tahun 2020 itu tidak disahkan mau tidak mau yang akan terjadi lapangan kerja akan pindah ke negara lain. Karena tingkat produktivitas Indonesia masih sangat rendah.

"Daya saing pencari kerja relatif rendah dibanding negara lain. Ini fakta pekerja-pekerja migran kita masih menempati berbagai yang namanya segmen pekerjaan yang tidak membutuhkan skill tinggi," kata dia, dalam acara Forum Pembinaan Alumni Pelatihan Kepemimpinan Nasional, Senin (23/11).

Dia menyadari ketika skill tertentu dibutuhkan oleh negara lain, Kemnaker agak kesulitan dalam menyuplai tenaga kerja terampil. Khususnya tenaga kerja terampil seperti perawat, yang saat ini dibutuhkan untuk negara Jepang.

"Kebutuhan untuk negara jepang sangat tinggi namun demikian kita tidak bisa memenuhi," kata dia.

Di samping itu, dampak lain jika UU Cipta Kerja tidak disahkan maka akan terjadi peningkatan jumlah orang yang belum bekerja. Sebab, kata dia, yang namanya angkatan kerja itu ada, jika semuanya terserap di dalam pekerja.

"Ketika pekerjaan ada tentunya ini harus ada orang yang berinvestasi. Ketika investasi sulit maka orang tidak ada yang mau berinvestasi," katanya.

Dia menambahkan, jika orang lain sulit untuk berinvestasi ke Indonesia maka dengan kata lain tidak ada perubahan signifikan terjadi di Tanah Air. Sehingga jebakan Indonesia sebagai negara berpenghasilan menengah akan semakin lama.

Reporter: Dwi Aditya Putra

Sumber: Merdeka.com

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


UU Cipta Kerja Bawa Indonesia Keluar dari Jebakan Negara Berpenghasilan Menengah

Sejumlah buruh melakukan aksi mogok kerja di kawasan MM 2100, Cikarang, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Selasa (6/10/2020). Aksi mogok kerja dari tanggal 6-8 Oktober tersebut akibat pengesahan RUU Cipta Kerja oleh DPR dan Pemerintah RI. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Sekretaris Jenderal Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) Anwar Sanusi menjelaskan pentingnya pengesahan Undang-Undang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja). Salah satunya adalah untuk memanfaatkan bonus demografi yang sedang dimiliki Indonesia.

Peranan UU Cipta Kerja dianggap penting untuk dapat keluar dari jebakan negara berpenghasilan menengah (middle income trap). Di mana, untuk keluar dari negara berpenghasilan menengah dibutuhkan peningkatan investasi sebesar 6,6 persen sampai dengan 7 persen.

"Yang harus dilakukan untuk bisa keluar dari negara berpenghasilan menengah target investasi 6-7 persen dan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi sampai 6 persen," kata dia dalam acara Forum Pembinaan Alumni Pelatihan Kepemimpinan Nasional, Senin (23/11/2020).

Dia mengatakan, secara hitung-hitungan ekonomi harus tumbuh 5,7 persen sampai dengan 6 persen, agar jebakan negara berpenghasilan menengah bisa terlewati. Namun itu semua tidak mudah. Apalagi banyak negara-negara di dunia yang bisa mencapai negara berpenghasilan menengah, namun sulit keluar untuk menjadi negara berpenghasilan tinggi.

"Untuk keluar butuh waktu panjang, maka mau tidak mau ketika ekonomi tumbuh maka investasi juga harus tumbuh," katanya.

Kehadiran UU Cipta Kerja sendiri diyakini mampu menarik masuk investasi sebesar-besarnya. Masuknya investasi tersebut juga akan berbuah manis terhadap penciptaan lapangan kerja baru bagi masyarakat Indonesia.

Dia menambahkan, kondisi penduduk angkatan tenaga kerja di Tanah Air pada Februari sendiri cukup memprihatinkan. Di mana penduduk usia kerja terdapat sebanyak 197,91 juta orang, terdiri dari 133,56 juta angkatan kerja dan bukan angkatan kerja mencapai 64,35 juta.

Dari total angkatan kerja yang ada, hanya sebanyak 126,51 juta yang bekerja. Sementara sisanya sebanyak 7,05 juta orang tidak bekerja atau menganggur.

"Sebetulnya ini adalah potret dari penduduk usia kerja sampai angkatan kerja di Indonesia. Ketika bulan Februari pada saat normal. Ketika tidak normal BPS merilis pengangguran tambah 9,77 juta," katanya.

Dia pun berharap dengan kehadiran UU Cipta Kerja maka semua permasalahan yang ada di Tanah Air bisa diatasi. Utamanya untuk keluar dari jebakan negara berpenghasilan menengah dan menekan jumlah angka pengangguran di Indonesia.

Reporter: Dwi Aditya Putra

Sumber: Merdeka.com 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya