Eks Kadiv Humas Polri Setyo Wasisto Ditelisik Red Notice Djoko Tjandra

Setyo yang sempat menjabat Ses NCB Interpol 2013-2015 ini ditelisik soal red notice Djoko Tjandra.

oleh Fachrur Rozie diperbarui 23 Nov 2020, 15:49 WIB
Kadiv Humas Mabes Polri Irjen Setyo Wasisto memberi keterangan penangkapan empat terduga teroris di Cianjur, di Mabes Polri, Jakarta, Minggu (13/5). Empat terduga teroris tersebut akhirnya tewas dalam penyergapan. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Liputan6.com, Jakarta - Komjen (Purn) Setyo Wasisto dihadirkan dalam sidang kasus dugaan suap penghapusan red notice Djoko Soegiarto Tjandra di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Senin (23/11/2020). Mantan Kadiv Humas Polri itu dijadikan saksi untuk terdakwa Brigjen Prasetijo Utomo.

Setyo yang sempat menjabat Ses NCB Interpol 2013-2015 ini ditelisik soal red notice Djoko Tjandra. Menurut Setyo, saat dirinya masih menjabat Ses NCB Interpol, nama Djoko Tjandra masih masuk dalam daftar pencarian orang (DPO).

"Setahu saya ada. Atas permohonan Kejagung," ujar dia di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Senin (23/11/2020).

Setyo Wasisto mengatakan, pada 2014 dirinya pernah membuat surat ke Interpol Taiwan terkait permintaan penangkapan Djoko Tjandra. Saat itu, menurut Setyo, pihaknya mendapat kabar kalau Djoko Tjandra kerap bepergian ke sana.

"Pertama, saya pernah menyurat ke Interpol Taiwan karena ada info saduara Djoko Tjandra sering ke sana. Sehingga kami minta kerjasama dengan Ynterpol Taiwan untuk meminta atensi," kata dia.

Selain ke Interpol di Taiwan, Setyo juga mengaku pernah membuat surat serupa ke Kepolisian Korea pada 2015. Hal tersebut dilakukan lantaran informasi soal pernikahan anak Djoko Tjandra di Korea.

"Kedua, kami pernah menyurat ke Interpol dan perwakilan Polisi Korea, kami mendapat informasi putra-putri Djoko Tjandra menikah di Korea," kata dia.

Tak hanya itu, dia juga mengaku pernah berkirim surat DPO Djoko Tjandra ke Ditjen Imigrasi Kemenkumham pada 2015. Dia mengaku mengirim surat agar Imigrasi bisa memantau pergerakan Djoko Tjandra jika ke Tanah Air.

"Saya menyurat ke Ditjen Imigrasi tanggal 12 Februari 2015. Alasan saya membuat surat karena saya mendapat laporan dari anggota, orangtua dari Djoko Tjandra meninggal dan disemayamkan di rumah duka di Jakarta. Kami menjelaskan bahwa Djoko Tjandra adalah buronan atau DPO Kejagung," kata dia.

"Kami juga mencantumkan ada dua identitas, karena kami mendapat ada adendum dari red notice adanya identitas baru dari yang bersangkutan dan nomor paspor yang bersangkutan dari negara Papua Nugini," kata Setyo Wasisto.

Saksikan video pilihan di bawah ini:


Penangkapan Gagal

Setyo menyebut, saat pemakaman orangtua Djoko Tjandra, pihaknya menerjunkan tim gabungan untuk menangkap Djoko Tjandra usai prosesi pemakamanan. Namun menurut Setyo, Djoko Tjandra tak ada di lokasi.

"Ada tim Interpol, Bareskrim, Kejagung dan Imigrasi. Kami ingat betul mendapat laporan pelaksanaan tugas kegiatan tersebut, baik di rumah duka, pemakaman maupun bandara Halim. Ternyata nihil, tidak diketemukan," kata dia.

Brigjen Prasetijo didakwa menerima suap sebesar USD 150 ribu dari Djoko Tjandra melalui Tommy Sumardi. Suap dilakukan agar Prasetijo mengurus penghapusan red notice Djoko Tjandra.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya