Terus Naik, Kebutuhan Batu Bara Nasional Diproyeksi Capai 277 Juta Ton pada 2040

Untuk tahun ini, Indonesia membutuhkan 155 juta ton batu bara yang 70 persen dialokasikan kepada PT Perusahaan Listrik Negara (PLN).

oleh Athika Rahma diperbarui 23 Nov 2020, 17:30 WIB
Aktivitas pekerja menggunakan alat berat saat menurunkan muatan batu bara di Pelabuhan KCN Marunda, Jakarta, Minggu (27/10/2019). Berdasarkan data ICE Newcastle, ekspor batu bara Indonesia menurun drastis mencapai 5,33 juta ton dibandingkan pekan sebelumnya 7,989 ton. (merdeka.com/Iqbal S Nugroho)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif membeberkan proyeksi kebutuhan batu bara dalam negeri yang terus meningkat dalam kurun waktu 2020 hingga 2040.

Pada 2021, kebutuhan batu bara diprediksi mencapai 172 juta ton. Puncaknya, Indonesia membutuhkan sekitar 277 juta ton pada tahun 2040.

"Proyeksi kebutuhan batu bara akan terus meningkat, dan pada tahun 2040 akan mencapai 277 juta ton," jelas Arifin dalam rapat kerja bersama Komisi VII DPR RI, Senin (23/11/2020).

Untuk tahun ini, Indonesia membutuhkan 155 juta ton batu bara yang 70 persen dialokasikan kepada PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) atau sebanyak 109 juta ton.

Kemudian, 11 persennya dialokasikan untuk pengolahan dan pemurnian sebesar 16,52 juta ton, 10 persen untuk semen (14,54 juta ton), masing-masing 4 persen untuk tekstil dan kertas (6,54 juta ton) dan 1 persen atau 1,73 juta ton untuk pupuk.

Adapun, produksi batu bara nasional ditargetkan mencapai 550 juta ton pada tahun 2020. Per Oktober 2020, realisasinya mencapai 459 juta ton, atau sekitar 83 persen dari target.

Kemudian, realisasi ekspor tercatat mencapai 327 juta ton dengan nilai USD 13,38 miliar. Untuk pemenuhan batu bara dalam negeri, progressnya mencapai 109 juta ton atau sekitar 70 persen dari target.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Batu Bara Masih jadi Tulang Punggung Listrik Nasional hingga 2050

Aktivitas pekerja menggunakan alat berat saat menurunkan muatan batu bara di Pelabuhan KCN Marunda, Jakarta, Minggu (27/10/2019). Berdasarkan data ICE Newcastle, ekspor batu bara Indonesia menurun drastis mencapai 5,33 juta ton dibandingkan pekan sebelumnya 7,989 ton. (merdeka.com/Iqbal S Nugroho)

Sebelumnya, pemerintah terus mendorong hadirnya listrik bagi seluruh masyarakat Indonesia. Hingga September 2020, rasio elektrifikasi telah mencapai 99,15 persen, tumbuh sebesar 11 persen dibandingkan tahun 2015 yang nilainya 88,3 persen.

Pertumbuhan rasio elektrifikasi dari tahun ke tahun juga meningkat, sejalan dengan peningkatan jumlah desa yang terlistriki oleh PLN. Dalam lima tahun terakhir, sebanyak 12 ribu desa berhasil dilistriki.

Pada tahun 2015, jumlah desa berlistrik baru sebesar 70.391, meningkat menjadi 83.028 desa berlistrik pada September tahun 2020.

Dari sisi sumber energi, PLTU batu bara diperkirakan masih tetap mendominasi pembangkit listrik di Indonesia dengan pangsa mencapai 45 persen pada tahun 2018 dan akan menjadi 50 persen pada tahun 2050.

Di sisi lain, kebutuhan batu bara untuk sektor industri juga cukup tinggi. Batu bara sangat diperlukan untuk sektor industri di bidang pengolahan semen, kertas, dan tekstil. Pertumbuhan konsumsi batu bara untuk sektor industri diperkirakan akan terus meningkat dengan laju pertumbuhan konsumsi rata-rata 3,3 persen per tahun.

"Secara umum serapan domestik pada paruh pertama tahun ini cukup terimbas dampak pandemi Covid-19," kata Direktur Eksekutif APBI Hendra Sinadia di Jakarta, Sabtu (14/11/2020).

APBI memproyeksikan serapan batu bara domestik tahun ini bisa mencapai 120 juta ton atau lebih rendah dari target Domestic Market Obligation (DMO) yang ditetapkan Kementerian ESDM sebanyak 155 juta ton.

Mengantisipasi tetap tingginya kebutuhan batu bara tersebut, Perusahaan energi terintegrasi PT ABM Investama Tbk., (ABM) sebagai salah satu produsen batubara nasional memberikan dukungan optimal untuk memenuhi kebutuhan energi dalam negeri. ABM juga terus berkomitmen mendukung penyediaan energi kepada PLN dalam memenuhi ketersediaan listrik bagi masyarakat.


Kontraksi Permintaan Batu Bara

Sementara untuk menyiasati kontraksi permintaan batu bara ABM mengembangkan model bisnis melalui sinergi anak usahanya yang terintegrasi mulai dari pertambangan, transportasi, perawatan alat berat hingga penyediaan bahan bakar. Proses produksi yang efisien tersebut menjadi strategi kunci ABM untuk menjaga kinerja keuangan di tengah pandemi Covid-19.

"Kami akan terus meningkatkan penerapan mining value chain, dengan melaksanakan sinergi antar anak usaha dan fokus ke pengoptimalan produtivitas anak perusahaan, dalam mengantisipasi perlambatan ekonomi tahun ini," ujar Direktur Utama ABM Investama, Andi Djajanegara, beberapa waktu lalu.

ABM terus memacu pertumbuhan yang sehat dari seluruh entitas anak usahanya, seperti menambah kontrak pertambangan melalui anak usaha PT Cipta Kridatama (CK), meningkatkan volume produksi batu bara melalui anak usaha PT Reswara Minergi Hartama (Reswara), serta meningkatkan cadangan batubara dengan menambah masa konsesi.

Hal yang sama juga dilakukan oleh PT Bukit Asam (Persero) dengan menggandeng PT Pelindo II untuk mengangkut hasil produksi batubaranya.

Selain itu, Bukit Asam juga menyiapkan strategi hilirisasi untuk meningkatkan nilai tambah batubara. Persiapan konstruksi proyek hilirisasi direncanakan dimulai pada pertengahan 2021 dan target operasi di 2025. Proyek hilirisasi ini juga sebagai bagian dari Program Strategis Nasional sebagaimana tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2020. 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya