Liputan6.com, Jakarta - Total kasus COVID-19 di Indonesia sudah tembus setengah juta atau 502.110. Berdasarkan data Johns Hopkins University, Selasa (24/11/2020), kasus Indonesia adalah yang tertinggi nomor 2 di kawasan Asia-Pasifik. Namun berada di posisi pertama di ASEAN.
Tercatat ada 16 ribu pasien COVID-19 meninggal di Indonesia dan 422 ribu pasien sembuh.
Baca Juga
Advertisement
Total kasus COVID-19 di Indonesia melewati total kasus di Jepang, Korea Selatan, Malaysia, bahkan China.
Kasus COVID-19 tertinggi di kawasan Asia-Pasifik berada di India dengan total 9,1 juta kasus. Sebanyak 133 ribu pasien meninggal dan 8,5 juta pasien sembuh.
Jika melihat kasus harian per 1 juta orang di Asia-Pasifik, Indonesia berada di bawah Malaysia yang ada di peringkat satu, selanjutnya ada Myanmar, Sri Lanka, kemudian Jepang, berdasarkan statistik Our World in Data.
Berdasarkan statistik yang sama, tingkat kematian Indonesia (case fatality rate/CFR) juga sangat tinggi. CFR di Indonesia berada di peringkat dua setelah China, sementara tingkat kematian akibat COVID-19 di Malaysia relatif jauh lebih rendah. Di ASEAN, tingkat kematian di Indonesia berada di peringkat 1
** #IngatPesanIbu
Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.
Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Kasus Positif Covid-19 di Jakarta Tertinggi pada 23 November 2020
Jumlah kasus positif COVID-19 di DKI Jakarta tertinggi di Tanah Air pada Senin (23/11/2020).
Berdasarkan data dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes) yang disampaikan Satgas Penanganan COVID-19, Provinsi DKI Jakarta mencatat 1.009 orang yang dinyatakan positif COVID-19. Saat ini kasus kumulatifnya menjadi 128.173.
Menyusul berikutnya Jawa Tengah dengan penambahan 1.005 orang positif COVID-19, dengan jumlah kumulatif mencapai 48.385 kasus.
Lalu ada Provinsi Jawa Barat yang mencatatkan 602 kasus. Dengan penambahan itu, jumlah kumulatif COVID-19 di Jabar ada 48.666 kasus.
Sehingga total kasus positif COVID-19 di Indonesia secara keseluruhan pada hari ini 502.110 orang atau bertambah 4.442 orang.
Advertisement
Jokowi Minta Jatah Libur Panjang Akhir Tahun Dikurangi
Presiden Joko Widodo atau Jokowi meminta agar jatah libur panjang akhir tahun 2020 dikurangi. Namun, pemerintah belum memutuskan berapa jumlah jatah libur panjang yang akan dikurangi.
"Masalah libur, cuti bersama akhir tahun termasuk libur pengganti cuti bersama hari raya Idul Firti, Bapak Presiden memberikan arahan supaya ada pengurangan," ujar Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendy usai rapat bersama Presiden, Senin 23 November 2020.
Adapun libur Natal dan Tahun Baru 2020 tadinya akan digabung dengan Cuti Bersama Idul Fitri yang digeser ke akhir tahun pada 28-31 Desember 2020. Libur Hari Raya Natal sendiri jatuh pada 24-25 Desember.
Kemudian, hari libur masih ditambah tanggal merah pada 1 Januari 2021. Jokowi pun memerintahkan agar ketentuan soal libur panjang akhir tahun dibahas lebih lanjut dalam rapat koordinasi Kemenko PMK.
"Beliau memerintahkan supaya segera ada rapat koordinasi yang dilakukan oleh Kemenko PMK dengan kementerian/lembaga terkait. Terutama, berkaitan masalah libur akhir tahun dan pengganti libur cuti bersama Idul Fitri," jelasnya.
Respons Sri Mulyani
Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati mengatakan, kajian yang dilakukan Presiden Jokowi betul-betul melihat dari seluruh aspek, baik sisi ekonomi maupun juga kesehatan. Mengingat, lonjakan kasus positif Covid-19 meningkat selepas libur panjang terjadi pada Oktober 2020.
"Dalam hal ini memang tidak bisa dipisahkan, COVID-19 dengan proses pemulihan ekonomi. Kalau terjadi kegiatan yang meyebabkan penyebaran lebih tinggi atau buruk, pasti pengaruh dampak ke pemulihan ekonomi. Karena nanti akan dilakukan langkah-langkah mengenai bagaimana kegiatan ekonomi bisa berjalan tanpa memperburuk penyebaran COVID-19," kata dia.
Pertimbangan lain dilakukan Presiden Jokowi dalam mengurangi cuti bersama dan pengganti idul fitri, juga karena disebabkan penurunan aktivitas ekonomi. Berdasarkan data-data yang ada pada Oktober 2020, telah terjadi beberapa perkembangan aktivitas ekonominya sudah menunjukkan pelemahan kembali.
"Tapi yang kita lihat tiap libur panjang jumlah COVID-19 naik tapi indikator ekonomi tidak membaik atau tidak terjadi konsumsi yang diharapkan. Berarti ini harus hati-hati melihatnya. Apakah dengan libur panjang masyarakat melakukan aktivtias mobilitas tinggi namun tidak timbulkan belanja dan menimbulkan tambahan kasus COVID-19. Itu harus dijaga," ujarnya.
Di sisi lain, jika libur panjang tetap dilakukan pada Desember 2020, maka jumlah hari kerja hanya 16 hari saja. Sementara pada Desember tahun lalu jumlah hari kerja masih 20 hari.
Lamanya libur panjang maka akan memengaruhi konsumsi listrik sektor produksi. Berdasarkan datanya, konsumsi listrik sektor industri pada Oktober 2020 minus 8,1 persen secara tahunan.
"Dari data Oktober dengan jumlah hari kerja yang menurun konsumsi listrik di bidang industri, bisnis, manufaktur turun itu dampaknya kegiatan ekonomi sektor produksi turun, di sektor konsumsi tidak pick up," tegasnya.
Advertisement