Liputan6.com, Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melaporkan, total jumlah penyelenggaran fintech peer to peer lending atau fintech lending terdaftar dan berizin di OJK capai 154 perusahaan per 5 November 2020.
Dalam keterangan OJK yang diterima Liputan6.com, Selasa (24/11/2020), tercatat terdapat 1 fintech lending yang dibatalkan status terdaftarnya.
Advertisement
"Adapun terdapat 1 (satu) penyelenggara fintech lending yang dibatalkan Surat Tanda Bukti Terdaftarnya, yaitu PT Investdana Fintek Nusantara," demikian dikutip.
Kemudian, terdapat penambahan 3 penyelenggaran fintech lending yang berizin, yaitu PT Dana Kini Indonesia, PT Abadi Sejahtera Finansindo dan PT Intekno Raya.
Selain itu, terdapat pula 1 perubahan nama penyelenggara fintech lending pada laman web dan nama aplikasi, yaitu pada PT Solusi Bijak Indonesia yang sebelumnya Sumur.id dan https://sumur.id menjadi Saku Ceria atau https://sakuceria.id
OJK sendiri mengimbau masyarakat agar menggunakan jasa penyelenggara fintech yang sudah terdaftar dan berizin di OJK untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan.
Untuk mengecek daftar fintech lending yang berizin secara rinci, masyarakat dapat mengakses https://ojk.go.id/id/kanal/iknb/financial-technology/Pages/Penyelenggara-Fintech-Lending-Terdaftar-dan-Berizin-di-OJK-per-5-November-2020.asp dan mengunduh file berekstensi .pdf.
"Hubungi Kontak OJK 157 melalui nomor telepon 157 atau layanan whatsapp 081 157 157 157 untuk mengecek status izin penawaran produk jasa keuangan yang Anda terima," demikian dikutip Liputan6.com.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Sudah Saatnya Fintech Kolaborasi dengan Bank
Ekonom Indef, Aviliani mengatakan sulit bagi perusahaan finance technology (fintech) untuk berkembang tanpa bekerja sama dengan perbankan. Sebab, perusahaan fintech biasanya belum memiliki ekosistem yang sama dengan perbankan.
"Saya percaya fintech itu tanpa bekerja sama denga perbankan itu tidak mudah," kata Aviliani dalam diskusi bertajuk Traditional Bank VS Neo Bank, Jakarta, Selasa (17/11/2020).
Dia menuturkan terlihat dari ratusan fintech yang tidak memiliki ekosistem tidak bisa menjadi besar. Sebaliknya, bila mereka bekerja sama dengan perbankan sulit bagi perbankan untuk bisa menutup biaya operasional.
"Kalau mereka enggak punya ekosistem, mereka tidak akan bisa menjadi besar atau mendapatkan fee base untuk menutup biaya operasional," kata dia.
Kehadiran perusahaan fintech terus berkembang lebih cepat dalam 3-4 tahun terakhir. Meski begitu, Aviliani menilai perusahaan fintech tidak akan bisa menggantikan peran perbankan.
Alasannya, perusahaan fintech yang ada saat ini memiliki keterbatasan dalam melakukan transaksi. Sementara perbankan memiliki batas maksimal.
"Jadi sebenarnya fungsi perbankan itu masih sangat signifikan dan terlihat banyak fintech yang berkolaborasi dengan bank," kata dia
Selain itu, perusahaan fintech juga perlu bekerja sama dengan perbankan untuk mendapatkan sumber pendanaan. Sebab mereka tidak bisa mengumpulkan dana dari masyarakat baik berupa tabungan, giro atau lainnya.
Perusahaan fintech memang memiliki banyak nasabah. Tetapi kurang memiliki keyakinan untuk menempatkan dananya.
"Kedua mereka punya member yang bnayak tapi tidak punya keyakinan kalau menyerahkan uang," kata dia.
Sementara pemberian pendanaan memiliki resiko tidak tertagih. Sehingga perusahaan fintech menempatkan dananya ke bank.
"Makanya mereka konsen menempatkan dananya ke bank . Jadi kemana pun kalau dilihat dari fintech itu ujungnya kolaborasi sama bank," kata dia.
Merdeka.com
Advertisement