Omelet Populer di Vietnam, Terbuat dari Cacing Pasir yang Rasanya Mirip Kaviar

Makanan khas Vietnam berbahan dasar cacing ini diklaim rasanya seperti kaviar.

oleh Tanti YulianingsihLiputan6.com diperbarui 25 Nov 2020, 18:03 WIB
Ilustrasi Kehidupan (Foto: Charity photography Vietnam/Pexels.com)

Liputan6.com, Hanoi - Chả rươi (cha ruoi), sand worm omelet atau telur dadar cacing pasir, adalah suatu hidangan musiman berasal dari Vietnam yang terbuat dari cacing laut. Meski tidak sedap dipandang mata karena binatang bahan dasarnya memiliki panjang 2 inci (5 cm), namun beberapa orang mengatakan rasanya lezat seperti kaviar.

Dilansir dari Odditycentral, Rabu (25/11/2020), setiap tahun pada akhir musim gugur, warung jajanan di Vietnam utara, khususnya di Hanoi, menyajikan hidangan sangat istimewa. Meski terlihat biasa saja, namun sebenarnya mengandung bahan yang khas.

Chả rươi (cha ruoi), terlihat seperti hidangan telur dadar yang dicampur dengan berbagai bumbu, dan memiliki tekstur seperti daging dengan rasa seafood yang berasal dari bahan cacing pasir tersebut.

Telur kocok, kulit jeruk jenis tangerine, bawang bombay, adas manis dan rempah-rempah, adalah bahan utamanya sebelum dimasukan cacing laut sepanjang dua inci (5 cm) tersebut. Hasilnya terlihat seperti omelet atau telur dadar pada umumnya dengan cita rasa daging, yang tidak bisa didapatkan di bulan-bulan menjelang musim dingin.

Cacing pasir "palolo" bukan hal yang unik di Vietnam. Karena dapat ditemukan di sepanjang pantai di banyak negara yang memiliki perbatasan dengan Samudra Pasifik, termasuk Cina, Jepang, Indonesia, atau Samoa.

Cacing pasir itu biasanya digoreng dan disajikan dengan roti panggang, dipanggang jadi satu dengan roti atau bahkan dimakan hidup-hidup. Tetapi, kenapa dikonsumsi hanya satu atau dua bulan dalam setahun? Jawabannya, karena ada hubungan dengan kebiasaan kawin makhluk laut tersebut.

Secara teknis, hanya sebagian cacing palolo yang dipanen untuk dikonsumsi.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Mengalami Pembiakan Secara Epitoky

Ilustrasi kapal kargo (Liputan6.com/Rino Abonita)

Cacing pasir Palolo, berkembang biak secara epitoky, yaitu suatu proses di mana cacing mulai menumbuhkan segmen khusus dari belakang. Kemudian terus meningkat hingga cacing dapat dengan jelas terbagi menjadi dua bagian.

Bagian belakangnya ini berisi telur dan sperma, dan pada waktu kawin biasanya bulan kesembilan dan kesepuluh dari kalender lunar, mereka terlepas dari cacing lalu naik ke permukaan membentuk massa yang besar dan merayap.

Cacing pasir terus hidup di dasar laut, dan bisa mengalami epitoky beberapa kali dalam setahun. Karena manusia hanya memanen beberapa segmen reproduksi yang terapung-apung, maka populasi cacing pasir tidak terpengaruh.

Beberapa abad yang lalu, para nelayan dan petani tidak tahu waktu cacing tersebut mengumpul, merayap dan muncul ke permukaan. Jadi menganggap adalah suatu keberuntungan melihat kemunculannya. Oleh sebab itu, orang-orang akan melompat ke dalam air dan menangkap sebanyak mungkin dengan menggunakan jaring ataupun tangan kosong.

Tetapi, saat ini para petani Vietnam sudah mulai mengisi danau dan sawah mereka dengan cacing, karena hewan itu dapat hidup di lumpur. Saat cacing muncul pada hari-hari tertentu, pada saat kalender lunar, mereka mengeringkan danau untuk memanen bahan yang berharga tersebut.

Tetapi karena ulat pasir telah menjadi sumber daya yang berharga baik di Vietnam dan China, para petani tidak lagi mengkonsumsinya, lebih memilih menjualnya untuk mendapatkan keuntungan.

Cara Pengolahan

Sebelum ditambahkan ke adonan untuk membuat chả rươi (cha ruoi), cacing pasir harus direbus terlebih dahulu untuk menghilangkan tentakel dan bau amisnya. Ditambah dengan kulit jeruk tangerine yang segar dan rempah-rempah.

Namun, rasa cacing pasir bisa jadi terlalu berlebihan bagi sebagian orang, sehingga lama kelamaan versi chả rươi (cha ruoi) yang tidak terlalu keras muncul dan mengandung lebih banyak daging babi dari pada daging cacing.

Tetapi untuk penggemar sejatinya, versi asli yang lebih mahal adalah satu-satunya pilihan yang nyata. Di ibu kota Vietnam, Hanoi, chả rươi (cha ruoi) sangat populer sepanjang tahun. Aromanya memenuhi jalan menggoda sejumlah penggemarnya, namun membuat yang tak suka refleks ingin muntah.

 

 

Reporter : Romanauli Debora

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya