Liputan6.com, Jakarta - Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI, MH Said Abdullah menilai kondisi perekonomian Indonesia memasuki fase titik balik (turning point) dari keterpurukan akibat pandemi Covid-19.
Meski masih mengalami kontraksi, namun seluruh komponen pertumbuhan ekonomi mulai menunjukkan trend meningkat bahkan telah melewati fase kritisnya.
Advertisement
"Momentum perkembangan ekonomi pada triwulan III-2020 sudah menemukan turning point, untuk kembali kepada track pertumbuhan ekonomi positif. Hal ini tercermin dari terjadinya perbaikan di berbagai sektor ekonomi nasional dari kondisi kontraksi yang dalam menuju ke arah zona positif pada triwulan III-2020,” jelas Said di Jakarta, Senin (24/11/2020).
Kendati demikian, Said mengaku perekonomian nasional pada triwulan III-2020 terhadap triwulan III-2019, masih mengalami kontraksi pertumbuhan sebesar menjadi minus 3,49 persen (y-on-y).
“Tetapi, sudah mulai terjadi perbaikan dari triwulan sebelumnya sebesar -5,32 persen (y-on-y). Sedangkan terhadap triwulan sebelumnya (triwulan II 2020), sudah mengalami peningkatan sebesar 5,05 persen (q-to-q),” terangnya.
Menurutnya, seluruh komponen pertumbuhan ekonomi mulai menunjukkan trend meningkat, baik dari sisi pengeluaran maupun dari sisi lapangan usaha.
Membaiknya indikator ekonomi dari sisi lapangan usaha, menunjukkan kinerja ekonomi mulai membaik. Bahkan secara triwulan (q-to-q), seluruh lapangan usaha menunjukkan trend positif.
Demikian juga, secara tahunan (y-on-y), beberapa lapangan usaha masih mengalami pertumbuhan positif, diantaranya jasa kesehatan dan kegiatan sosial; informasi dan komunikasi; serta pengadaan air, pengelolaan sampah, limbah dan daur ulang.
“Sedangkan sektor lain, walaupun masih terjadi kontraksi, tapi sudah menunjukkan perbaikan,” imbuhnya.
Said berharap titik balik perekonomian nasional pada triwulan III-2020 harus tetap dipertahankan hingga triwulan-IV atau hingga akhir tahun 2020.
Karena itu, sisa waktu satu setengah bulan hingga akhir tahun 2020, harus bisa dioptimalkan oleh Pemerintah.
“Belanja perlindungan sosial harus dioptimalkan penyerapannya,” tegasnya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Optimalisasi Anggaran PEN
Salah satu kunci akselerasi pemulihan ekonomi nasional hingga akhir tahun terangnya optimalisasi penggunaan dana Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) 2020.
Sampai saat ini, realisasi pemanfaatan dana penanganan Covid-19 dan PEN hingga 11 November 2020 baru mencapai Rp386,01 triliun atau setara 55,5% dari pagu anggaran Rp 695,2 triliun.
“Karena itu, perlu upaya kerja keras, untuk bisa mewujudkan alokasi anggaran hingga mencapai 100%. Mengingat waktu tinggal 1,5 bulan lagi, jangan sampai PEN 2020 tidak bisa dioptimalkan,” tuturnya.
Dia melihat, dari beberapa program yang sudah dialokasikan untuk PEN 2020, terdapat beberapa program yang perlu akselerasi.
“Kita mengapresiasi realisasi program perlindungan sosial (Perlinsos) sudah mencapai Rp. 182,54 triliun atau 77,9 persen dari pagu Rp 234,33 triliun. Realisasi penyerapan dana perlindungan sosial menjadi yang terbesar,” terangnya.
Dana Perlinsos tersebut, telah dirasakan oleh lebih dari 40 persen masyarakat berpenghasilan terbawah.
“Dengan sisa waktu hingga akhir tahun 2020, kita berharap Pemerintah bisa mengoptimalkan alokasi anggaran Perlinsos hingga mencapai 100 persen,” tuturnya.
Sejalan dengan itu, alokasi anggaran untuk UMKM sudah terserap hingga Rp 95,62 triliun atau 93,3 persen dari pagu Rp 114,81 triliun.
Program UMKM harus menjadi motor bergeraknya sisi penawaran (supply) dalam perekonomian, sehingga UMKM bisa menjadi faktor pendorong bangkitnya sektor riil.
Hal ini penting mengingat banyak UMKM yang gulung tikar dan kehabisan modal selama pandemi.
Padahal pulihnya UMKM bisa membantu membuka lapangan pekerjaan.
“Apalagi selama Covid-19, angka pengangguran dan kemiskinan meningkat tajam,” tuturnya.
Kendati demikian, Said menilai beberapa program yang realisasinya masih rendah.
Misalnya, realisasi anggaran untuk kesehatan hingga 11 November 2020 tercatat masih sebesar Rp. 34,39 triliun atau 35,3% dari pagu Rp 97,26 triliun. Untuk itu, harus mendapat perhatian tersendiri dari Pemerintah.
"Jadi jangan sampai, kondisi ini berdampak terhadap kinerja tenaga kesehatan,” imbuhnya.
Advertisement