Liputan6.com, Jakarta Survei MarkPlus Industry Roundtable edisi ke 20 menunjukkan bahwa masyarakat semakin takut untuk mengunjungi rumah sakit sejak pandemi COVID-19.
Sebanyak 71,8 persen responden mengaku tidak pernah mengunjungi rumah sakit ataupun klinik sejak adanya COVID-19.
Advertisement
Sementara, penyakit penyerta atau komorbid seperti diabetes dan hipertensi sangat berbahaya bagi pasien COVID-19 jika tidak dikontrol secara rutin.
Ketua Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (Perkeni) Prof. Dr. dr. Ketut Suastika, SpPD- KEMD menjelaskan, pengelolaan diabetes sebelum maupun selama pandemi seharusnya tidak dibedakan.
“Sebagian masyarakat memang takut datang ke pelayanan kesehatan sehingga berimbas pada gula darah yang tidak terkontrol dan rawan komplikasi,” ujarnya melansir keterangan pers, Rabu (25/11/2020).
Ia menambahkan, pemerintah sudah memberikan kelonggaran bagi pengidap penyakit tertentu untuk tidak mendatangi fasilitas kesehatan. Pasien yang terlalu berisiko bisa diwakili keluarga, asalkan bukan pasien baru. Pemerintah juga memberikan pengobatan untuk dua bulan sehingga kunjungan menjadi lebih jarang.
** #IngatPesanIbu
Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.
Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.
Simak Video Berikut Ini:
Pengelolaan Komorbid yang Optimal Bisa Kurangi Beban Biaya
Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah bertambah parahnya komorbid adalah dengan mengoptimalkan layanan Puskesmas.
Penguatan layanan diabetes atau komorbid lainnya di Puskesmas, selain bisa menurunkan mortalitas dan morbiditas pasien, serta menurunkan risiko gejala berat dan kematian akibat COVID-19, juga sangat menghemat pembiayaan BPJS Kesehatan.
Diabetes adalah salah satu penyakit yang membawa beban ekonomi yang sangat besar, karena berbagai komplikasinya. Semakin tidak terkontrol kadar gula darah, maka semakin mahal biaya yang harus dikeluarkan untuk perawatan medis.
“Yang mahal bukan diabetesnya, tetapi juga biaya untuk komplikasinya. Misalnya penyandang diabetes memiliki hipertensi, penyakit ginjal, atau jantung maka obat untuk komplikasi itu juga harus diteruskan,” kata Ketut.
Biaya dapat semakin membengkak jika biaya tidak langsung seperti hilangnya produktivitas kerja dan biaya transportasi bolak balik ke rumah sakit turut dihitung.
Berdasarkan data CHEPS Universitas Indonesia, jika tidak dilakukan intervensi di pelayanan kesehatan sejak dini, maka penanganan diabetes di pelayanan kesehatan diestimasikan mencapai Rp 199 triliun, di mana Rp 142 triliun untuk pembiayaan komplikasinya saja.
Komplikasi yang banyak diderita oleh pasien diabetes tipe 2 berupa mikrovaskular, seperti nefropati (penyakit ginjal), retinopati (kerusakan pembuluh darah di retina), dan makrovaskular seperti stroke dan penyakit jantung.
Menurut anggota Komisi IX DPR, Dr. Hj. Netty Prasetiyani, M.Si. diabetes adalah mother of disease. Dampak diabetes tipe 2 ini bisa menggerus pendanaan JKN di masa mendatang jika tidak ditangani dengan sangat serius.
“Maka tangani sejak di hulu, ketika penyakitnya masih di tahap dini,” pungkasnya.
Advertisement