Liputan6.com, Jakarta - Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK dini hari tadi, Rabu (25/11/2020) di Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten.
Penangkapan Edhy Prabowo ini terkait kasus dugaan korupsi pada izin ekspor benih lobster atau benur yang belum lama ini dibuka.
Advertisement
Sebelumnya, pembukaan kembali izin ekspor benih lobster atau benur ini memang menuai pro dan kontra di masyarakat. Apalagi Menteri KKP terdahulu Susi Pudjiastuti sempat melarang.
Namun, ada beberapa pernyataan Edhy Prabowo yang kala itu berapi-api. Salah satunya adalah soal alasan kembali dibukanya izin ekspor benih lobster atau benur.
Menurut Edhy, alasannya adalah 80 persen impor benih lobster di Vietnam berasal dari Indonesia tetapi dikirim oleh Singapura.
Politikus Partai Gerindra ini melihat peluang bisnis yang bisa meningkatkan devisa negara. Untuk itu dia berniat menjual langsung benih lobster antar negara.
"Jadi jualnya langsung antar negara. Biar mereka bayar pajak," kata Edhy dalam acara Rakornas KKP 2019 di Hotel Borobudur, Jakarta, Rabu, 4 Desember 2019 lalu.
Berikut beragam pernyataan Menteri KKP Edhy Prabowo soal izin ekspor benih lobster atau benur sebelum akhirnya diciduk KPK dihimpun Liputan6.com:
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Klaim Bisa Naikkan Devisa Negara
Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo akan membuka ekspor benih lobster. Alasannya, 80 persen impor benih lobster di Vietnam berasal dari Indonesia tetapi dikirim oleh Singapura.
"Saya tidak tahu kenapa bisa begitu," kata Edhy dalam acara Rakornas KKP 2019 di Hotel Borobudur, Jakarta, Rabu, 4 Desember 2019.
Edhy menyebut harga benih lobster dari nelayan di Indonesia dibeli seharga Rp 3.000- Rp 5.000 tiap ekor. Namun ketika dijual ke Vietnam harganya melonjak sampai Rp 139 ribu per ekor.
Politikus Partai Gerindra ini melihat peluang bisnis yang bisa meningkatkan devisa negara. Untuk itu dia berniat menjual langsung benih lobster antar negara.
"Jadi jualnya langsung antar negara. Biar mereka bayar pajak," kata Edhy.
Ini bisa dilakukan bila diatur dengan baik mulai dari regulasi sampai pelibatan pengusaha. Tetapi tidak semua diekspor, sebagian dibudidayakan.
Advertisement
Sebut Budidaya Lobster Lebih Baik
Wacana kembali dibukanya ekspor benih lobster oleh Edhy Prabowo memang menuai pro dan kontra. Maka dia tak mau gegabah.
Edhy akan menunggu hasil kajian ilmiah dan akademis. Sebab masa hidup lobster tidak lama dan dari benih yang dihasilkan hanya 1 persen yang bisa hidup.
Masalah keseimbangan lingkungan juga jadi pertimbangan. Salah satunya kekhawatiran habisnya indukan di alam. "Kalau memang alasannya kehabisan induk di alam, kita minta yang dewasa untuk restoking," kata Edhy.
Tetapi, lanjut Edhy, kalau lihat dari logika mengambil budidaya lobster lebih baik. KKP memberikan kesempatan untuk ekspor berapa persen atau dengan kuota , menunjuk pengusaha yang melakukan hal itu.
"Saya pikir itu bukan hal yang sulit," tutup Edhy.
Penangkap Benih Lobster Kehilangan Pekerjaan, Tapi Pemerintah Bisa Lakukan Bisnis
Dalam kajian Kementerian Kelautan dan Perikanan melihat penangkap benih lobster kehilangan pekerjaan. Namun tidak menutup kemungkinan mereka tetap bekerja diam-diam tapi melakukan praktik penyelundupan.
Satu sisi, para pembudidaya lobster dianggap belum mampu secara maksimal membesarkan benih untuk keperluan ekspor.
"Ada nelayan yang ingin berbudidaya menangkap lobster hidup, sebanyak mana?," kata Menteri KKP Edhy Prabowo di Jakarta Convention Center (JCC), Jakarta, Jumat, 13 Desember 2019.
Di sisi lain lanjut Edhy, pemerintah juga memiliki peluang untuk melakukan budidaya. Sebab di berbagai negara budidaya lobster sudah berhasil dilakukan. Artinya, bisa dipelajari dan diaplikasikan di Indonesia.
Soal tempat, politikus Partai Gerindra ini meyakini lobster bisa dibesarkan di Indonesia. Teluk laut dengan kondisi ombak lebih tenang sangat cocok untuk tempat budidaya lobster. Misalnya di di wilayah di kepulauan NTB dan Jember, Jawe Timur.
Edhy berharap lobster bisa dibudidayakan di Indonesia. Hanya saja saat ini Indonesia belum memiliki kemampuan untuk melakukannya. Untuk itu dia ingin seger melakukan berbagai persiapan dan infrastruktur untuk budidaya lobster.
Sambil menunggu berbagai persiapan dan pembangunan infrastruktur, Edhy ingin bisnis lobster terus berjalan. Untuk itu dia ingin kembali membuka ekspor benih lobster dengan memberikan batasan ekspor yang dilakukan.
"Apakah kita mau nunggu sambil nunggu waktu ini siap, atau kita diamkan ini, sama lagi kita menunggu," kata Edhy.
Ekspor pun seharusnya dilakukan langsung ke pengusaha budidaya lobster di Vietnam. Tanpa pihak ketiga inilah yang akan menambah nilai jual lobster.
"Sehingga nilai keekonomian buat penangkap mengambil lobster bisa terasa langsung," tutur Edhy.
Advertisement
Tetap Kembalikan Lobster ke Alam
Edhy Prabowo menyadari penolakan akan datang dan mempermasalahkan soal kerusakan lingkungan. Edhy mengutip para ahli yang menyatakan angka kehidupan lobster maksimal 1 atau 1,5 persen dari benih yang ada.
Oleh karena itu, kata dia, perlu ada aturan 1-5 persen lobster yang dibudidayakan dikembalikan ke alamnya.
"Enggak usah terlalu banyak, dua setengah persen saja cukup," papar Edhy.
Biarkan Susi Pudjiastuti Berkomentar
Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo enggan menanggapi kritik dari Susi Pudjiastuti terkait membuka keran ekspor benih lobster. Menurut dia, kritik yang disampaikan Susi itu mmerupakan hak seseorang untuk berbicara.
"Ooh itu hak bicara, jadi biar saja," ujar Edhy di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Senin, 16 Desember 2020.
Kebijakan untuk melakukan ekspor benih lobster sendiri memang menuai pro dan kontra di kalangan elite. Edhy mengaku memiliki alasan kuat membuka kemungkinan keran ekspor bibit lobster.
Ia juga tidak bermaksud menyalahkan kebijakan yang lama, melainkan menyempurnakannya.
"Karena ada yang bergantung hidupnya pada bibit lobster, memang tidak boleh lingkungan rusak karena ambisi, tetapi juga jangan karena alasan lingkungan saja pertumbuhan ekonomi tertunda," tegas Edhy.
Kebijakan Edhy ini memang mendapat respons dari mantan Menteri Susi Pudjiastuti. Kebijakan ini memang bertentangan dengan langkah Susi yang sebelumnya menutup rapat keran ekspor benih lobster.
Susi yang dikenal tegas dalam prinsip tersebut, mengutarakan opininya dalam sebuah video pendek yang diunggah ke akun Instagramnya, @susipudjiastuti115.
Dalam video yang diposting pada 10 Desember 2019, Susi bercerita sedang menyantap hidangan laut lobster di kampung halamannya, Pangandaran.
"Lobster yang bernilai ekonomi tinggi tidak boleh punah, hanya karena ketamakan kita menjual bibitnya. Dengan harga seperseratusnya pun tidak," tulis Susi, dikutip Liputan6.com.
Lebih lanjut, Susi bercerita bahwa dirinya menyantap lobster berukuran 400 gr hingga 500 gr, yang harga per kilogram mencapai Rp 600 ribu hingga Rp 800 ribu.
"Tapi kita ambil dan jual bibitnya hanya seharga Rp 30 ribu, sudah berapa rugi kita?" ujar Susi.
Oleh karenanya, Susi mengingatkan kepada para nelayan untuk tetap mempertahankan bibit lobster tersebut tumbuh secara alami di lautan.
"Jadi bukan pemerintah saja yang rugi, tapi masyarakat juga rugi, nelayan jangan bodoh dan kita akan rugi kalau itu (ekspor benih lobster) dibiarkan," tutur Susi.
Meskipun tidak secara terang-terangan, namun pernyataan Susi sudah menegaskan bahwa pembukaan ekspor benih lobster berpotensi mematikan industri hasil tangkapan laut Indonesia yang keuntungannya bisa mencapai ratusan triliun rupiah.
Advertisement
Ngotot Buka Keran Ekspor Benih Lobster
Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo tidak akan mundur dari kebijakan membuka kembali keran ekspor benih lobster.
Hal itu disampaikan Edhy di depan para pemangku kebijakan lingkungan ikan tangkap dalam Pertemuan Regional ke-2 Komite Pengelola Bersama Perikanan Tuna Provinsi Maluku, Maluku Utara, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, NTT dan NTB.
"Anda bisa tertawa melihat saya, tapi saya tidak akan pernah mundur," kata Edhy menegaskan, Jakarta, Rabu, 18 Desember 2019.
Pantauan merdeka.com, Edhy terlihat serius mengatakan dirinya akan memperjuangkan kebijakan ekspor benih lobster. Dia bahkan tidak peduli dengan ragam ekspresi peserta pertemuan tersebut.
Baru setelah dia menjelaskan alasan pembukaan keran ekspor, para tamu undangan memberikan apresiasi dengan bertepuk tangan.
Edhy menjelaskan, ekspor benih dilakukan untuk memperjuangkan keberlanjutan nelayan dan keberlanjutan alam.
Untuk itu, saat ini pihaknya masih melakukan pengkajian terhadap 29 aturan yang ada di Kementerian Kelautan dan Perikanan.
"Kami sedang mematangkan yang akhir-akhir ini jadi polemik, termasuk lobster," ucap Edhy.
Aturan Baru Edhy soal Ekspor Benih Lobster
Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo, telah resmi mengganti aturan pelarangan ekspor benih lobster era Susi Pudjiastuti, menjadi diperbolehkan dengan dikeluarkannya peraturan menteri (Permen) yang baru.
Aturan baru itu diundangkan pada 5 Mei 2020, yakni Permen KP Nomor 12/Permen-KP/2020 Tentang Pengelolaan Lobster (Panulirus spp.), Kepiting (Scylla spp.), dan Rajungan (Portunus spp.), di Wilayah Negara Republik Indonesia.
Dilansir dari laman resmi Kementerian Kelautan dan Perikanan, Jumat, 8 Mei 2020, dalam pasal 5 ditulis, pengeluaran benih bening lobster (Puerulus) dengan harmonized system code 0306.31.10 dari wilayah RI dapat dilakukan dengan beberapa ketentuan, yang di dalamnya ada 10 hal yang perlu diperhatikan, yakni:
1. kuota dan lokasi penangkapan benih bening lobster sesuai hasil kajian dari Komnas KAJISKAN yang ditetapkan oleh Direktorat Jenderal yang menyelenggarakan tugas dan fungsi di bidang perikanan tangkap.
2. eksportir harus melaksanakan kegiatan pembudidayaan lobster di dalam negeri dengan melibatkan masyarakat atau pembudidaya setempat berdasarkan rekomendasi Direktorat Jenderal yang menyelenggarakan tugas dan fungsi di bidang perikananan budidaya.
3. bagi eksportir yang telah berhasil membudidayakan lobster ditunjukkan dengan sudah panen secara berkelanjutan, dan telah melepasliarkan 2 persen lobster dari hasil budidaya dengan ukuran sesuai hasil panen.
4. pengeluaran benih bening lobster dilakukan melalui bandara yang telah ditetapkan oleh badan yang telah ditetapkan oleh bdan yang menyelenggarakan tugas dan fungsi di bidang karantina ikan, sebagai tempat pengeluaran khusus benih bening lobster.
5. Benih Bening Lobster diperoleh dari Nelayan kecil penangkap Benih Bening Lobster yang terdaftar dalam kelompok Nelayan di lokasi penangkapan Benih Bening Lobster.
6. waktu pengeluaran benihh bening lobster dilaksanakan dengan mengikuti ketersediaan stok di alam yang direkomendasikan oleh Komnas KAJISKAN dan ditetapkan direktorat jenderal yang bersangkutan.
7. penangkapan Benih Bening Lobster harus dilakukan dengan menggunakan alat penangkapan ikan yang bersifat pasif.
8. pembudidaya harus memiliki Surat Keterangan Asal yang diterbitkan oleh dinas kabupaten/kota yang membidangi perikanan pada pemerintah daerah setempat.
9. penangkap Benih Bening Lobster (Puerulus) ditetapkan oleh direktorat jenderal yang menyelenggarakan tugas dan fungsi di bidang perikanan tangkap.
10. eksportir Benih Bening Lobster (Puerulus) harus terdaftar di direktorat jenderal yang menyelenggarakan tugas dan fungsi di bidang perikanan tangkap.
Selain itu, pada Pasal 6, disebutkan kegiatan pengeluaran benih bening lobster dari RI diwajibkan membayar bea keluar atau Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) per satuan ekor benih bening lobster dengan nilai yang ditetapkan oleh kementerian yang menyelenggarakan tugas dan fungsi di bidang keuangan negara.
Advertisement
Mengaku Tak Tutup-tutupi Pemberlakuan Kembali Izin Ekspor Benih Lobster
Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo mengatakan bahwa Kementerian Kelautan dan Perikanan tidak menutup-nutupi pemberlakuan kembali izin ekspor benih lobster. Edhy menegaskan, sebelum izin tersebut keluar, pemerintah telah melakukan kajian terlebih dulu.
"Masalah lobster, peraturan yang kita evaluasi itu tidak muncul begitu saja atau hanya karena kebutuhan seorang menteri. Kami melakukan telaah dan penelitian oleh ahli yang ada. Baik melalui kajian, melalui konsultasi publik," kata Edhy di Gedung DPR RI, Jakarta, Rabu, 24 Juni 2020.
Alasan utama KKP mengizinkan ekspor benih lobster untuk membantu belasan ribu nelayan kecil yang kehilangan mata pencarian akibat terbitnya Permen KP 56/2016. Permen tersebut melarang pengambilan benih lobster baik untuk dijual maupun dibudidaya.
Edhy membantah anggapan Permen KP No.12 tahun 2020 yang mengatur soal ekspor benih lobster condong ke kepentingan korporasi.
"Ekspor ini tidak hanya melibatkan korporasi tapi juga nelayan karena penangkap benih lobster kan nelayan," kata dia.
Izin Ekspor Benih Lobster Disebut Terbuka
Edhy Prabowo menjelaskan ada 13 ribu nelayan yang menggantungkan hidup dari mencari benih lobster. Diakuinya hal ini memang menjadi perdebatan karena akibat ekspor dilarang nelayan tidak bisa makan.
"Mereka tidak punya pendapatan. Ini sebenarnya pertimbangan utama kami," ucap Edhy.
Lebih lanjut dia menerangkan, perusahaan yang mendapat izin ekspor pun tidak asal tunjuk. Mereka tetap harus melewati proses admistrasi hingga uji kelayakan. Dalam hal ini KKP membentuk panitia untuk menyeleksi perusahaan penerima izin.
"Pendaftaran izin ini terbuka. Ada prosesnya, dari mulai berkas hingga peninjauan langsung proses budidaya yang dimiliki. Setelah kelayakannya terverifikasi, baru mendapat izin. Proses ini terbuka, tidak ada yang kami tutupi," jelas Edhy.
Kata Edhy, ekspor benih lobster juga tidak terus menerus dilakukan. Bila kemampuan budidaya di Indonesia semakin baik, otomatis benih yang ada dimanfaatkan sepenuhnya untuk kebutuhan pembudidaya di dalam negeri.
Advertisement