Liputan6.com, Jakarta - Meski situasi tak menentu akibat pandemi, kompetisi L'Oreal - UNESCO for Women in Science 2020 tetap digelar. Dua peneliti perempuan terpilih sebagai pemenang, yakni Latifah Nurahmi dari Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) dan Anggia Prasetyoputri dari Pusat Penelitian Bioteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).
"Meski begitu banyak hal tertunda, tapi banyak hal esensial yang tidak boleh tertunda dan justru semakin memegang peranan krusial. Kita harus terus melanjutkan riset dan inovasi untuk menyesuaikan diri dalam keadaan ini," kata Direktur Komunikasi, Hubungan Masyarakat dan Keberlanjutan L'Oreal Indonesia, Melanie Masriel dalam jumpa pers virtual di Jakarta, Rabu (25/11/2020).
Baca Juga
Advertisement
Ketua Dewan Juri, Prof. Endang Sukara mengungkapkan jumlah proposal yang dikirimkan para perempuan peneliti dari berbagai daerah Indonesia tidak surut selama pandemi Covid-19. Ia mengaku terkagum-kagum dengan ide dan proposal yang diajukan para peneliti muda tersebut.
Namun, proposal dari dua pemenang tersebut memiliki kelebihan. Dewan juri yang terdiri dari delapan ilmuwan senior lintas bidang melihat ada potensi sangat besar yang bisa dikembangkan lewat penelitian tersebut. Tahun ini tema penelitian difokuskan pada sektor kesehatan, khususnya berkaitan dengan solusi mengatasi Covid-19.
"Pertanyaan ilmiah dan solusi yang diajukan akan memberi kontribusi kepada ilmu pengetahuan dan kemungkinan berdampak pada lingkungan. Keduanya betul-betul sangat menguasai materi," kata Endang.
Lalu, apakah proposal penelitian yang berhasil memenangkan penghargaan tersebut? Latifah Nurahmi mengajukan judul Robot Operasi Reduksi Fraktur Sebagai Teknik Bedah Invasif Minimal, sedangkan Anggia Prasetyoputri mengangkat tema Deteksi Koinfeksi Bakteri pada Pasien Covid-19 melalui Metode Sekuensing dari Sampel Swab. Masing-masing pemenang berhak mendapatkan dana penelitian Rp100 juta.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Tantangan Jadi Peneliti
Penelitian Latifah soal robotika untuk diimplementasikan di bidang medis ternyata sudah dimulai sejak lima tahun lalu. Ia mengawalinya dengan penelitian fundamental yang berkaitan dengan banyak rumus, teori, dan desain. Ia mengaku tak membayangkan penelitian tersebut bisa memberikan manfaat di bidang medis, khususnya untuk rehabilitasi medik.
Ia meyakini robotika medis akan meminimalisir kontak fisik erat antara pasien dan dokter. Hal itu sangat berguna, terutama pada masa pandemi Covid-19, yang rentan terjadi infeksi silang. Untuk penelitian selanjutnya, ia akan memfokuskan pada desain robot hybrid yang bisa dimanfaatkan untuk operasi pasien.
"Mulai tahun depan, saya akan jalankan kerjasama, akan lebih menggali lagi kebutuhan dokter, sehingga kerja sama akan lebih lama. Saya harap (penggunaan robot) bisa jadi familiar di dunia medis di Indonesia," tutur Latifah.
Sementara, fokus penelitian Anggia adalah terhadap kemungkinan pasien Covid-19 mengalami infeksi bakteri lain. Ia berangkat dari minimnya data penata layanan antibiotik di rumah sakit di Indonesia yang memungkinkan pasien resisten terhadap pemberian antibiotik tertentu. Hal tersebut dinilai membahayakan pasien Covid-19 yang mengalami gejala parah karena kondisi imunitasnya lemah.
"Semoga penelitian ini dapat memberi informasi tambahan bagi dokter terkait pengobatan yang lebih tepat dan optimal," kata dia.
Advertisement