Liputan6.com, Jakarta Pemerintah telah mengeluarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) tentang Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran pada Semester Genap Tahun Ajaran dan Tahun Akademik 2020/2021 di Masa Pandemi Covid-19. SKB ini ditandatangani Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim, Menteri Agama Fachrul Razi, Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto dan Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian yang diumumkan pada Jumat 20 November 2020 di Jakarta.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim menjelaskan, keputusan untuk membuka sekolah tatap muka harus mendapatkan keputusan bersama dari pemerintah daerah, kepala sekolah dan Komite Sekolah. Komite Sekolah merupakan perwakilan orangtua murid.
Advertisement
"Komite Sekolah adalah perwakilan orangtua dalam sekolah. Jadi kuncinya, ada di orangtua. Di mana kalau komite sekolah tidak membolehkan sekolah buka, sekolah itu tidak diperkenankan untuk buka," ujarnya Nadiem dalam keterangan tulis, Rabu (25/11/2020).
Meski demikian, kata Nadiem pemerintah daerah memiliki hak untuk membuka sekolah mana yang diizinkan untuk dibuka kembali. Alasan untuk dibukanya kembali sekolah tatap muka, menurut Nadiem karena permintaan dari pemerintah daerah itu sendiri.
Pemerintah daerah yang terdiri dari kecamatan hingga desa, bisa menilai sendiri mana daerah yang aman. Dan juga bagi sebagian masyarakat sangat sulit untuk melakukan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ). Lalu dari sisi orangtuanya, tidak perlu khawatir ketika sekolah tatap muka dibuka kembali. Bila orangtua merasa tidak nyaman, sekolah tidak bisa memaksa anaknya masuk ke sekolah.
Siswa tersebut bisa melanjutkan belajar melalui PJJ. "Jadi, hybrid model ini akan terus berada. PJJ bukan berarti berakhir," lanjut Nadiem Makarim.
** #IngatPesanIbu
Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.
Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Kapasitas 50 Persen
Yang harus diketahui juga oleh masyarakat, ketika sekolah kembali dibuka tidak seperti kondisi sebelum pandemi. Karena kapasitas maksimal dalam satu kelas hanya 50 persen dari total kapasitas. Pihak sekolah juga harus melakukan penjadwalan kegiatan belajar mengajar.
"Sekolah harus melakukan dua shift minimal, agar bisa mematuhi aturan itu. Masker wajib dikenakan, tidak ada aktivitas selain sekolah, tidak ada kantin lagi, tidak ada ekskul (ekstrakurikuler) lagi, tidak ada olahraga lagi. Tidak ada aktivitas yang di luar lagi, siswa masuk kelas dan setelahnya langsung pulang," kata Nadiem.
Sebelumnya memang sudah ada sejumlah daerah yang berada dalam zona hijau (tidak terdampak dan tidak ada kasus baru) dan zona kuning (risiko rendah). Dan itu pun menerapkan protokol kesehatan yang sangat ketat. Untuk zona hijau saja kata Nadiem baru sekitar 75 persen sekolah melakukan tatap muka dan zona kuning hanya sekitar 20 sampai 25 persen melakukan tatap muka.
Nadiem mengakui memang membutuhkan waktu untuk membuka sekolah tatap muka. Karena harus memenuhi daftar periksa. Yaitu, ketersediaan sarana sanitasi dan kebersihan seperti toilet bersih dan layak, sarana cuci tangan pakai sabun pakai air mengalir atau hand sanitizer dan disinfektan. Juga harus mampu mengakses fasilitas pelayanan kesehatan, kesiapan menerapkan wajib masker, memiliki alat pengukur suhu badan atau thermogun .
"Jadi daftar periksa itu sangat komprehensif. Dan Pemda akan menggunakan diskresinya, karena Pemda tahu mana daerah yang sebenarnya rawan dan mana yang lebih aman. Dan ketika ada yang terkena Covid-19, maka harus langsung ditutup sekolahnya," tegas Nadiem.
Advertisement