Djoko Tjandra Mengaku Pernah ke London dan Paris untuk Hapus Red Notice

Djoko Tjandra mengaku menuju ke Paris dan London untuk mengajukan case review ke pengadilan di Inggris. Hal itu terkait putusan PK yang menjatuhkan hukuman 2 tahun.

oleh Luqman RimadiLiputan6.com diperbarui 27 Nov 2020, 08:28 WIB
Terdakwa suap penghapusan nama terpidana perkara pengalihan hak tagih atau cessie Bank Bali dari daftar red notice Polri, Djoko Soegiarto Tjandra saat menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (19/11/2020). Sidang mendengar keterangan saksi. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Liputan6.com, Jakarta Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan Djoko Tjandra sebagai saksi atas terdakwa Tommy Sumardi dalam perkara penghapusan red notice atas nama Djoko Tjandra. Sidang ini digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta Pusat, Kamis, 26 November 2020. .

Dalam persidangan, ia menyebut jika red notice atas nama dirinya itu sudah terhapus di Interpol International sejak sekitar 2014-2015. Saat itu, dirinya berada di Singapura.

"Ada (upaya penghapusan red notice) itu terjadi pada tahun 2013 atau 2014 saya enggak ingat persis, karena dasarnya adalah putusan PK nomor 12  adalah putusan yang ne bis in idem atau yang kita kenal di Inggris double jeopoardy. Saya saat itu di Singapura," kata Djoko Tjandra.

Selain itu, Djoko Tjandra mengaku menuju ke Paris dan London untuk mengajukan case review ke pengadilan di Inggris. Hal itu terkait putusan PK yang menjatuhkan hukuman 2 tahun. 

"Di London dan Paris. Saya mengpoint QC, QC itu queen consul jadi kalau setiap ada kasus QC akan review ini justifid apa enggak masuk ke pengadilan. Kemudian british law system, sehingga saya QC ada 8 QC yang saya apply, antara lain membahas Indonesian law QC, and expert in asian law and human right," jelasnya.

"Kita ajukan case review ke interpol berdasarkan sections 1, artikel 2 bahwa putusan double jeopoardy tidak dapat dilakukan red notice, dan tidak diterima karena double jeopoardy nggak di accept di seluruh dunia. (Hasilnya) finalnya di rilis, diangkat nama red notice saya dari Interpol. Putusannya international trial putus dan mengatakan red notice atas nama Djoko Tjandra harus diangkat," sambungnya.

Selanjutnya, Djoko Tjandra menyebut, telah memiliki sejumlah bukti resmi dari Interpol terkait pencabutan status red notice tersebut. Dengan begitu, ia mengaku jika namanya sudah tak ada lagi di Interpol sejak 2014 hingga 2015.

"Tahun 2014 atau 2015 saya tidak pernah berupaya masuk ke Indonesia. Saya baru berupaya masuk ke Indonesia mulai 2019," sebutnya. 

"Status buronan dan DPO Indonesia apa terhapus?" tanya jaksa. 

"Di internasional saya enggak jadi buron. Orang yang dicari itu hanya di Indonesia, di Imigras. Karena DPO masih tercatat di situ," jawabnya.

 

Saksikan Vdeo Pilihan Berikut ini:


Tinggal di Berbagai Negara Selama Buron

Djoko menungkapkan, selama menjadi buron kasus korupsi hak tagih Bank Bali. Dia menyebut sempat tinggal di Singapura, China, Papua Nugini hingga Malaysia. 

"Pertama saya di Singapura, dari Singapura terus China, karena ada usaha di China, Austarlia, Papua Nuguni, dan Malaysia," ungkapnya. 

Keberadaan dirinya di Singapura saat itu ia mengaku, bukan untuk bersembunyi. Karena, saat di sana dirinya seperti orang yang tak punya masalah hukum (bebas). 

"Oh tidak (bersembunyi-red), bebas," jelasnya. 

 

Reporter: Nur Habibie

Sumber: Merdeka.com

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya