Liputan6.com, Jakarta - Bareskrim Polri mengusut kasus investasi bodong Kampung Kurma Group. Perusahaan itu diduga menjual lahan kavling atau properti palsu kepada pembeli tanpa adanya keuntungan sebagaimana yang dijanjikan.
Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Awi Setiyono menyampaikan, ada sekitar 2 ribu korban dalam kasus tersebut. Sejauh ini, sudah ada 35 saksi yang diperiksa penyidik.
Advertisement
"Memang sudah sekitar kurang lebih 35 orang sudah diperiksa. Dan memang kesulitannya kan ini investasi bodong, jadi karena ada di enam lokasi dan ini berjauhan, ini yang membutuhkan waktu dan mengklarifikasi, termasuk aset-asetnya," tutur Awi di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Jumat (27/11/2020).
Dalam prosesnya, lanjut Awi, perusahaan menawarkan 4.208 kavling kepada pembeli dengan bonus sebuah pohon kurma per kavling. Terdapat juga sejumlah fasilitas yang dijanjikan pengembang, seperti pesantren, masjid, arena olahraga, hingga kolam renang.
Hingga akhirnya terungkap setidaknya ada enam perusahaan yang tergabung dalam Kampung Kurma Group pada 2017-2018 dan tersebar di beberapa wilayah seperti Bogor, Cirebon, Lebak, hingga Pandeglang.
"Yang jadi masalah karena datanya yang memang amburadul, banyak tipu-tipunya, sehingga banyak waktu untuk klarifikasi," jelas Karo Penmas Polri ini.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Penyelidikan yang telah dibuka sejak September 2020
Sementara itu, nilai total dana penjualan yang diperoleh atas investasi tersebut mencapai Rp 333 miliar lebih. Dalam penelusuran penyidik, pembeli juga nyatanya terkendala proses peralihan akta jual beli (AJB) antara pemilik lahan dengan konsumen.
Bahkan, Kampung Kurma Group tidak memiliki izin usaha perantara perdagangan dengan properti. Penyelidikan yang telah dibuka sejak September 2020 itu hingga kini masih dalam proses penelusuran dan belum ada pihak yang ditetapkan sebagai tersangka.
"Ini memang lagi proses pemanggilan saksi-saksi dan proses tracing asset. Makanya sampai sekarang juga belum ada yang disita. Ini yang harus diklarifikasi. Termasuk harus diklarifikasi pembayaran itu mana yang DP, mana yang sudah full, sudah lunas, itu kan harus diklarifikasi. Kalau datanya lengkap sih gampang," Awi menandaskan.
Advertisement