Liputan6.com, Jakarta - Undang-Undang Cipta Kerja atau omnibus law rupanya cukup menjadi perhatian investor asing. Pasalnya, UU Cipta Kerja ini menjanjikan perizinan atau regulasi yang lebih sederhana dan terintegrasi. Sehingga akan mempermudah proses investasi di Indonesia.
“Saya pikir omnibus law punya objektif yang sangat bagus, yaitu menyederhanakan dan menyelaraskan regulasi dan prosedur. dan ini memang komplain yang banyak kita dengar kenapa sih terlalu sulit untuk melakukan investasi, kenapa terlalu banyak regulasi dan prosedur yang berbelit. Baik pada tingkat pusat maupun regional,” ujar Duta Besar RI untuk Norwegia, Todung Mulya Lubis dalam webinar bertajuk ‘Mendorong Peningkatan Investasi Melalui Indonesia-EFTA CEPA (IE-CEPA)’, Jumat (27/11/2020).
Advertisement
“Saya kira apa yang terjadi dengan omnibus law adalah simplify streamlining all this complicated procedure,” sambung dia.
Todung menekankan, jika aturan implementasi dari UU Cipta Kerja dapat selesai tepat waktu dan berjalan efektif, ini akan menarik banyak investor.
“Buat saya omnibus law ini kalau dia efektif dilaksanakan dan implmented regulationnya bisa keluar ontime dia akan bisa hand in hand dengan IE-CEPA untuk menggaet lebih banyak investment untuk masuk ke Indonesia,” kata dia.
Dengan begitu, akan tercipta iklim investasi yang lebih kondusif dan bisa diprediksi, juga lebih ramping dari sisi perizinan atau regulasi.
“Ratifikasi juga sudah dilakukan oleh Norwegia juga oleh Islandia, mudah-mudahan dalam waktu dekat Indonesia juga bisa melakukan ratifikasi terhadap IE-CEPA sehingga dia bisa dengan omnibus law menciptakan iklim bisnis yang lebih kondusif,” pungkas Todung.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
UU Cipta Kerja Solusi Indonesia jadi Negara Maju
Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Kemenko Perekonomian, Iskandar Simorangkir mengklaim bahwa Undang-Undang (UU) Cipta Kerja merupakan momentum reformasi birokrasi untuk lompatan besar ekonomi nasional.
Sehingga, implementasi regulasi anyar ini diyakini dapat melepaskan Indonesia dari jerat negara berpenghasilan menengah (middle income).
"UU Cipta Kerja merupakan momentum reformasi birokrasi untuk lompatan besar ekonomi. World Bank bilang UU Cipta Kerja merupakan reformasi dalam ease of doing business. Bahkan, UU ini sangat progresif dalam 40 terakhir sejarah indonesia," ujarnya dalam webinar Serap Aspirasi Undang-Undang Cipta Kerja di Bali, Jumat (27/11/2020).
Iskandar mengatakan, saat ini Indonesia memiliki tantangan atas kesenjangan tabungan dan investasi atau saving investment gap yang negatif. Sehingga, nilai tabungan lebih rendah dari investasi yang ada selama ini.
"Sementara, untuk membangun negeri kita butuh penanaman modal lebih besar melalui investasi. Tapi saat ini karena daya saing investasi kita masih terbatas, iklim investasi kita belum menunjang," paparnya.
Pun, kondisi daya saing industri dalam negeri juga dinilai belum menggembirakan. Mengingat saat ini orientasi industri di Indonesia lebih gemar mengekspor bahan mentah dibandingkan produk jadi yang mempunyai nilia tinggi akibat tumpang tindihnya perizinan berusaha.
Pil pahit ini tercermin kinerja ekspor produk manufaktur terhadap total ekspor Indonesia hanya mencapai 49,5 persen. Sementara, Vietnam kinerja ekspor manufakturnya mampu mencapai angka 85,5 persen.
"Akibatnya saat terjadi tekanan nilai tukar dan guncangan ekonomi sedikit saja kita , semua kelimpungan. Apa kita mau seperti ini terus? Kalau fungsi produksi sama, maka tidak terangkat suatu negara. Artinya, kita terus terjebak di pendapatan kelas menengah," tambahnya.
Oleh karena itu, pemerintah sengaja menghadirkan UU Cipta Kerja yang telah diundangkan oleh Presiden Joko Widodo beberapa waktu lalu. Regulasi ini diharapkan sebagai solusi untuk penciptaan iklim investasi yang lebih kondusif dan penyederhanaan regulasi yang menunjang pengembangan dan daya saing industri lebih kuat.
"UU Cipta Kerja ini langkah yang berani. Karena akan menerabas berbagai izin yang menghambat investasi dan kemudahan berusaha," kata dia mengakhiri.
Advertisement