Ingat, Kulit Sehat Tak Harus Putih

Masih ada salah kaprah di masyarakat yang menganggap kulit putih adalah kulit yang sehat. Lalu, apa ciri-ciri yang benar?

oleh Dinny Mutiah diperbarui 28 Nov 2020, 17:30 WIB
Ilustrasi kulit sehat. (dok. Autumn Goodman/Unsplash.com)

Liputan6.com, Jakarta - Siapa yang masih menganggap kulit putih sebagai kulit sehat? Pendapat itu harus ditepis jauh-jauh. Pasalnya, kulit sehat tidak identik dengan warna kulit yang putih.

"Kulit yang sehat itu bukan putih, tapi yang penting adalah bersih, tidak kusam, cerah, dan bercahaya," kata dr. Nadia Yusharyahya, SpKK, dalam jumpa pers virtual True Brightness with Natur-E White, Jumat (28/11/2020).

Secara detail, Nadia menjabarkan ciri-ciri kulit sehat. Pertama adalah kulit yang cerah. Tingkat kecerahan berbeda tergantung jenis kulit masing-masing individu. Berdasarkan pembagian tipe kulit Fitzpatrick, rata-rata orang Indonesia berada pada tipe kulit 3 dan 4, yakni berwarna cokelat muda, sawo matang, hingga cokelat tua.

"Rata-rata orang Indonesia tipe 3 dan 4, sementara tipe 1 dan 2 itu tipe yang lebih putih. Sementara 5-6 itu mungkin teman-teman kita di Indonesia bagian Timur yang agak lebih gelap dari tipe 3-4," jelas Nadia.

Ia menegaskan pemilik warna kulit cokelat muda, sawo matang, dan cokelat tua bisa disebut memiliki kulit sehat bila warnanya merata di seluruh permukaan kulit. Selain itu, kulit yang sehat juga ditandai bebas dari noda, kencang, lembut, kenyal, dan bebas dari penyakit kulit.

"Tidak ada bercak-bercak hiperpigmentasi, kecerahannya tergantung ras masing-masing, yang penting warnanya merata," sahut dia lagi.

 

 

 

 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:


Tanda Terobsesi Pencerah Kulit

Ilustrasi perawatan wajah berjerawat. (unsplash.com/Adrian Motroc).

Hiperpigmentasi menjadi masalah kulit yang umum dialami semua orang, tanpa tergantung tipe kulitnya. Secara garis besar, ada dua penyebabnya, yakni faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi masalah genetik dan hormonal. Perempuan yang sudah memasuki menopause juga bisa cepat mengalami masalah hiperpigmentasi tersebut.

Sedangkan, hiperpigmentasi akibat faktor eksternal dipengaruhi beberapa hal, seperti paparan sinar matahari, pemakaian kosmetik, asupan obat-obatan, dan pola hidup yang tidak sehat. Ada pula penyakit lain, seperti jerawat, yang bisa memicu terjadinya hiperpigmentasi.

"80 persen masalah hiperpigmentasi secara eksternal berasal dari (paparan) sinar matahari, sinar ultravioletnya," sambung Nadia lagi.

Banyak cara untuk mengatasinya, seperti menghindari paparan langsung sinar matahari menggunakan tabir surya, menutrisi kulit baik dari dalam maupun dari luar, dan menjaga pola hidup sehat. Tak mengherankan bila beragam produk pencerah kulit tetap ada di pasaran, apalagi perawatan kulit secara konsisten menjadi kunci untuk mendapatkan sehat.

Namun, Anda harus berhati-hati terkait tanda terobsesi memiliki kulit yang cerah. "Tanda-tandanya orang yang obsesi dengan kulit cerah itu misalnya krim pagi juga dipakai untuk malam hari. Karena dia menganggap makin sering dipakai, makin lebih cerah. Padahal, semua kan ada aturannya," kata Nadia.


Infografis Masker Nyaman

Infografis 8 Tips Nyaman Pakai Masker Cegah Covid-19 (Liputan6.com/Triyasni)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya