Liputan6.com, Wina - Pandemi COVID-19 mungkin telah memaksa banyak hotel mewah di kota Wina tutup sampai batas waktu yang belum diketahui. Hal itu terjadi karena adanya pembatasan perjalanan global yang membatasi jutaan turis untuk mengunjungi ibu kota Austria seperti tahun-tahun sebelumnya.
Tetapi salah satu hotel ikonik di Wina, Hotel Sacher, bertekad untuk tidak membiarkan para penggemar kue cokelatnya yang terkenal di dunia kelaparan. Uwe Kotzendorfer selaku pramatamu hotel, menjual "Sacher Torte" di kios drive-in tepat di seberang jalan dari Gedung Opera Negara yang bergengsi di Wina.
Advertisement
"Saya pikir itu ide yang fantastis," kata pelanggan lain, Claudia Bednar.
"Karena tidak bisa lagi bepergian, saya akan mengirimkan satu kue kepada bibi saya di Jerman untuk ulang tahun pernikahannya yang ke-65," jelasnya, lalu membayar kuenya, yang biasanya berharga antara 50 dan 60 euro (Rp 844,471 hingga Rp 999,291).
Sebagian besar staf Sacher sekarang sedang cuti dengan subsidi pemerintah. Kamar serta ruang makan di enam bangunan neoklasik, dihiasi dengan gambar bertanda tangan tamu sebelumnya seperti Pangeran Charles dari Inggris, bintang film Prancis-Jerman Romy Schneider dan penyanyi opera AS Jessye Norman.
Dikutip dari AFP, Minggu (29/11/2020), meski demikian, hotel bersikeras untuk menampilkan rangkaian bunga segar untuk menghormati lima pelancong bisnis yang saat ini tinggal di sana.
Untuk bagian hotel yang saat ini tidak ditempati, manajemen mengambil kesempatan untuk melakukan pemeliharaan yang sangat dibutuhkan dan Kotzendorfer sering memandu pekerja di sekitar petak bangunan yang sepi.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Sejarah Panjang Hotel Sacher
Menurut pemilik dan direktur pelaksana Matthias Winkler, Sacher adalah hotel bintang lima terakhir di Wina yang masih berada di tangan bisnis keluarga. Hotel ini telah bertahan dari sejumlah krisis eksistensial di masa lalu dan selama krisis ekonomi global pada tahun 1934 terjadi kebangkrutan.
"Kami telah melalui banyak uji coba sejak pembuatan merek dan keluarga kami masih berencana untuk jangka panjang", imbuh Winkler, yang mengambil alih hotel dari ibu mertuanya pada tahun 2015. Kemerosotan ekonomi yang dipicu oleh pandemi saat ini juga berdampak besar.
Wisatawan internasional biasanya menghabiskan lebih dari 90 persen dari 23.000 menginap tahunan hotel, dengan harga kamar antara 400 dan 2.300 euro (Rp 6,755,774 - Rp38,001,231) per malam di musim sepi. Namun karena adanya lockdown, sumber pendapatan itu sekarang telah habis.
Kue Sacher yang dikirim dan dijual ke seluruh dunia, membantu menjaga hotel itu untuk tetap hidup. Meskipun persaingan di industri perhotelan kelas atas bisa menjadi kejam dan merek internasional memiliki sumber daya keuangan yang lebih besar, Winkler percaya bahwa dikelola keluarga ternyata menjadi keuntungan selama pandemi.
"Di sini, keputusan dibuat dalam pertemuan keluarga, tanpa menerima perintah dari luar negeri," imbuh Winkler.
Pada tahun 1832, seorang koki pastry muda bernama Franz Sacher sedang mengerjakan resep baru yang dia harap akan menjadi bahan populer di istana kekaisaran Habsburg. Bahannya adalah whipped cream, banyak coklat, selai untuk menambah kelembapan dan lapisan frosting coklat yang kaya.
Empat puluh empat tahun kemudian, putra Sacher yakni Eduard, membuka hotel di distrik pertama Wina. Tapi baru setelah kematian Eduard pada tahun 1892 hotel ini menikmati masa kejayaannya yang glamor di bawah manajemen istri Eduard, Anna Sacher.
Sebagai salah satu wanita pertama yang diizinkan untuk memiliki dan menjalankan bisnis, pemimpin visioner itu menjadi terkenal karena kecerdasannya. Masyarakat kelas atas kota biasanya berkumpul untuk makan malam di Sacher sebelum Opera Ball yang terkenal.
"Sebagian dari sejarah Austria ada di tangan kami," ujar wakil direktur hotel, Doris Schwarz.
Reporter: Ruben Irwandi
Advertisement