Musim Hujan Jadi Penyebab Inflasi di November 2020

BPS mencatat Indeks Harga Konsumen (IHK) mengalami kenaikan harga atau inflasi sebesar 0,28 persen di November 2020

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 01 Des 2020, 12:05 WIB
Aktivitas jual beli beli di pasar kawasan Glodok, Jakarta, Selasa (28/1/2020). Bank Indonesia memproyeksikan terjadi inflasi di Januari 2020 bersumber dari beberapa komoditas pangan yang mengalami tekanan harga, di antaranya telur ayam akan berkontribusi juga ke inflasi. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat Indeks Harga Konsumen (IHK) mengalami kenaikan harga atau inflasi sebesar 0,28 persen secara bulanan atau month to month (mtm) pada November 2020. Catatan ini naik dari angka inflasi pada Oktober 2020 yang sebesar 0,07 persen.

Deputi Bidang Statistik, Distribusi dan Jasa BPS Setianto mengatakan, perkembangan tingkat inflasi yang mulai bergerak naik ini salah satunya disebabkan oleh pengaruh cuaca di awal musim penghujan.

"Untuk perkembangan tingkat inflasi dari bulan ke bulan maupun dari tahun ke tahun, jadi di awal musim penghujan inflasi berlanjut di bulan November. Jadi memang perlu diwaspadai terkait dengan dimulai musim penghujan, kemudian adanya libur panjang beberapa waktu lalu," ujarnya, Selasa (1/12/2020).

Setianto mengutarakan, angka inflasi ke depan akan sangat terpengaruh dari musim hujan. Sebab distribusi barang dari produsen ke konsumen bakal terhambat oleh cuaca serta aliran ombak dan curah hujan yang tinggi.

Pada November 2020, inflasi 0,28 persen disumbang oleh adanya kenaikan harga barang seperti makanan dan minuman, yang memberikan andil sebesar 0,22 persen.

"Untuk makanan dan minuman ini contohnya daging ayam dengan andil 0,08 persen, telur ayam ras, cabai merah," jelas Setianto.

Selain kelompok makanan dan minuman, inflasi turut dicatatkan oleh sejumlah produk seperti tembakau, pakaian dan alas kaki, perlengkapan peralatan rumah tangga, transportasi, rekreasi, pendidikan, dan penyediaan makanan restoran.

"Kemudian untuk emas perhiasan ini mengalami penurunan harga dengan andil -0,02 persen. Kemudian beras dengan andil -0,01 persen, dan daging sapi dengan andil -0,01 persen atau mengalami deflasi," tutur Setianto.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


BPS Sebut 83 Kota Inflasi, Tertinggi di Tual Maluku

Pembeli membeli sayuran di pasar, Jakarta, Jumat (6/10). Dari data BPS inflasi pada September 2017 sebesar 0,13 persen. Angka tersebut mengalami kenaikan signifikan karena sebelumnya di Agustus 2017 deflasi 0,07 persen. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat Indeks Harga Konsumen (IHK) mengalami kenaikan harga atau inflasi sebesar 0,28 persen secara bulanan atau month to month (mtm) pada November 2020.

Inflasi tersebut naik dari Oktober 2020 yang sebesar 0,07 persen. Secara tahunan atau year on year (yoy), inflasi November 2020 juga lebih tinggi dari November 2019 yang sebesar 0,14 persen.

Kepala BPS Suhariyanto melaporkan, dari 90 kota yang dilakukan observasi, 83 di antaranya tunjukan kenaikan harga atau mengalami inflasi.

"Sisanya 7 kota mengalami deflasi, yaitu Kendari, Ambon, Tarakan, Tanjung Pandan, Meulaboh, Pare Pare, dan Maluku. Ketujuh kota ini mengalami deflasi," kata Suhariyanto, Selasa (1/12/2020).

Suhariyanto mengatakan, inflasi tertinggi November 2020 berada di Kota Tual, Maluku sebesar 1,15 persen. 

"Utamanya inflasi di Kota Tual merupakan andil dari kenaikan harga komoditas perikanan, yaitu ikan tongkol, ikan layang atau ikan benggol. Kemudian juga andil dari bahan bakar rumah tangga sebesar 0,30 persen," paparnya.

Selain inflasi tertinggi di Kota Tual, BPS juga mencatat deflasi tertinggi terjadi di Kota Kendari, Sulawesi Tenggara yakni minus 0,22 persen. 

"Ini andil dari komoditas perikanan, ikan layang atau ikan benggol dengan andil sebesar -0,07 persen. Ikan cakalang atau ikan sisik ini -0,05 persen, dan ikan teri yang utamanya mendorong deflasi di Kota Kendari," tuturnya.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya