Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memproyeksikan inflasi pada akhir 2020 akan mencapai level 1,5 persen, atau terendah selama 6 tahun terakhir.
"Outlook 2020 kami perkirakan inflasi ada di 1,5 persen. Ini sangat rendah dalam 6 tahun terakhir, jauh lebih rendah single digit," kata Menkeu dalam Konferensi Pers Strategi Implementasi APBN 2021, Selasa (1/12/1010).
Advertisement
Di sisi lain, Menkeu mengatakan rendahnya tingkat inflasi pada tahun ini dapat memberikan efek beban dana (cost of fund) yang lebih rendah. Namun perlu diwaspadai dari sisi demand (permintaan) yang harus perlu diperkuat harus terus diperkuat ke depannya.
"Kuartal III terjadi titik balik agregat demand, terjadi pembalikan kecuali impor yang masih kontraksi dalam. Ekonomi sudah melewati titik terburuk pada kuartal II, namun tidak berarti kita harus terlena karena masih pembalikan awal dan harus dijaga," ujarnya.
Sebagai informasi, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat Indeks Harga Konsumen (IHK) mengalami kenaikan harga atau inflasi 0,28 persen secara bulanan (month to month/mtm) pada November 2020.
Inflasi tersebut lebih tinggi dari Oktober 2020 yang sebesar 0,07 persen. Catatan ini juga lebih tinggi dari November 2019 yang mengalami inflasi sebesar 0,14 persen.
Sementara secara tahun berjalan (year to date/ytd) terjadi inflasi sebesar 1,23 persen. Sedangkan secara tahunan (year on year/yoy) dibandingkan November 2019, inflasi mencapai 1,59 persen pada November 2020.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Musim Hujan Jadi Penyebab Inflasi di November 2020
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat Indeks Harga Konsumen (IHK) mengalami kenaikan harga atau inflasi sebesar 0,28 persen secara bulanan atau month to month (mtm) pada November 2020. Catatan ini naik dari angka inflasi pada Oktober 2020 yang sebesar 0,07 persen.
Deputi Bidang Statistik, Distribusi dan Jasa BPS Setianto mengatakan, perkembangan tingkat inflasi yang mulai bergerak naik ini salah satunya disebabkan oleh pengaruh cuaca di awal musim penghujan.
"Untuk perkembangan tingkat inflasi dari bulan ke bulan maupun dari tahun ke tahun, jadi di awal musim penghujan inflasi berlanjut di bulan November. Jadi memang perlu diwaspadai terkait dengan dimulai musim penghujan, kemudian adanya libur panjang beberapa waktu lalu," ujarnya, Selasa (1/12/2020).
Setianto mengutarakan, angka inflasi ke depan akan sangat terpengaruh dari musim hujan. Sebab distribusi barang dari produsen ke konsumen bakal terhambat oleh cuaca serta aliran ombak dan curah hujan yang tinggi.
Pada November 2020, inflasi 0,28 persen disumbang oleh adanya kenaikan harga barang seperti makanan dan minuman, yang memberikan andil sebesar 0,22 persen.
"Untuk makanan dan minuman ini contohnya daging ayam dengan andil 0,08 persen, telur ayam ras, cabai merah," jelas Setianto.
Selain kelompok makanan dan minuman, inflasi turut dicatatkan oleh sejumlah produk seperti tembakau, pakaian dan alas kaki, perlengkapan peralatan rumah tangga, transportasi, rekreasi, pendidikan, dan penyediaan makanan restoran.
"Kemudian untuk emas perhiasan ini mengalami penurunan harga dengan andil -0,02 persen. Kemudian beras dengan andil -0,01 persen, dan daging sapi dengan andil -0,01 persen atau mengalami deflasi," tutur Setianto.
Advertisement