Liputan6.com, Jakarta - Terkait perbedaan data COVID-19 antara pemerintah daerah dan pusat, Satuan Tugas (Satgas) Penanganan COVID-19 di Indonesia menegaskan bahwa saat ini sedang ada sinkronisasi data.
Juru Bicara Satgas COVID-19, Wiku Adisasmito, mengatakan, proses sinkronisasi data COVID-19 membutuhkan waktu.
Advertisement
Adanya proses sinkronisasi, lanjut Wiku Adisasmito, menyoal pengumpulan dan validasi data yang jumlahnya besar.
"Perlu diingat, langkah ini merupakan upaya penyempurnaan agar data yang dikumpulkan dapat konsisten dari waktu ke waktu dan menjadi alat navigasi yang baik," kata Wiku saat konferensi pers di Media Center COVID-19, Graha BNPB, Jakarta, Selasa (1/12/2020).
"Tujuannya, agar kita selalu melihat perkembangan dan mengambil langkah kebijakan yang tepat dan terukur," Wiku menegaskan.
Terkait data COVID-19, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia tengah melakukan koordinasi dengan masing-masing daerah di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota. Pemerintah daerah pun diimbau agar berkoordinasi dengan Kemenkes.
"Kami meminta kepada pemerintah daerah menghubungi Kementerian Kesehatan. Agar data COVID-19 betul-betul sinkron dan sama serta menjadi alat navigasi bersama," Wiku melanjutkan.
** #IngatPesanIbu
Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.
Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.
Saksikan Video Menarik Berikut Ini:
Pemerintah Berusaha Capai Interoperabilitas Data COVID-19
Pemerintah berusaha mencapai interoperabilitas data COVID-19 dengan seluruh daerah melalui peningkatan yang berkelanjutan. Hal yang diinginkan, semua daerah dapat mengakses data secara realtime.
"Begitu juga dengan pemerintah pusat, agar data yang kita gunakan adalah data yang sama," kata Wiku.
Satgas COVID-19, lanjut Wiku, akan selalu memberikan informasi perkembangan terkini kepada masyarakat tentang proses peningkatan kualitas pencatatan dan pelaporan data.
"Hal ini terkait upaya penanganan COVID-19 berdasarkan data-data yang dapat dipertanggungjawabkan dan ilmiah," ujarnya.
Advertisement