Kelompok Seks Sesama Jenis dan Transgender dengan HIV AIDS Berisiko Kena Infeksi HPV

Peneliti sebut risiko terinfeksi HPV rentan diidap kelompok seks sesama jenis dan transgender dengan HIV AIDS

oleh Ade Nasihudin Al Ansori diperbarui 03 Des 2020, 18:00 WIB
Hari HIV/Aids Dunia 2019/Pixabay geralt

Liputan6.com, Jakarta - Hasil penelitian terbaru yang dipublikasi dalam Journal AIDS pada November 2020 menemukan bahwa kelompok seks sesama jenis dan transgender mempunyai risiko tinggi terjadinya infeksi Human Papilloma Virus (HPV) yang menetap.

“Pada kelompok men who have sex with men (MSM) dan transgender woman (TGW) dengan HIV mempunyai risiko yang tinggi untuk terjadinya infeksi Human Papilloma Virus (HPV) yang menetap,” tulis Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Prof. Dr. dr. Ari Fahrial Syam, SpPD-KGEH, MMB dikutip Health Liputan6.com pada Rabu, 2 Desember 2020.

Penelitian yang dilakukan dr Evi Yunihastuti dari FKUI/RSCM bersama peneliti Indonesia lainnya dan peneliti dari Malaysia serta Thailand ini menerangkan bahwa HPV risiko tinggi yang menetap dapat berakhir pada kanker anus.

“Kita mengetahui bahwa HPV risiko tinggi yang menetap merupakan risiko untuk terjadinya kanker anus," kata Evi.

Saat ini data di Indonesia menyebutkan bahwa penderita HIV AIDS mencapai hampir 650 ribu penduduk. Jawa Timur menduduki tempat pertama jumlah kasus HIV AIDS di Indonesia, dilanjutkan Kota Jakarta.

Ini menjadi pekerjaan rumah untuk kedua Pemda agar secara serius mengurangi penyebaran penyakit ini di tengah masyarakat, kata Ari.

“Pada hari AIDS sedunia ini (1/12/2020), saya diingatkan kembali akan kasus HIV/AIDS yang saya temukan di ruang praktik. Sebagian besar tidak menyangka bahwa mereka terkena HIV AIDS," kata Ari.

Sedang, sebagian kecil sudah merasakan kemungkinan menderita HIV AIDS karena perilaku seks bebas yang dilakukan. Ia berkisah, ada seorang anak muda yang mendapat HIV AIDS karena setiap minggu memang mencari hiburan dengan pergi ke tempat-tempat yang menyediakan wanita untuk dikencani.

Ada pula seorang bapak yang sudah beristri, karena setiap dinas ke luar kota menyempatkan untuk pijat dan mendapatkan pelayanan plus-plus. Ada karyawan yang kadang kerja ekstra untuk melayani tamu bule sesama jenis. Umur pasien juga bervariasi. Ada yang baru berumur 25 tahun. Bahkan ada yang berumur 65 tahun.

“Profesinya juga macam-macam dari mulai penjaja seks sampai ibu rumah tangga. Jadi boleh dibilang bahwa HIV dapat diderita oleh siapa saja dan dari semua kalangan," ujar Prof Ari.

Sebagian besar pasien datang dengan diare kronis, diare yang sudah berlangsung lebih dari 2 minggu. Sebagian besar pasien datang dengan berat badan turun.

Simak Video Berikut Ini:


Faktor Risiko dan Gejalanya

Menurut Ari, faktor risiko menjadi tidak jelas ketika pasien bukan pengguna narkoba jarum suntik atau bukan pelaku seks bebas baik dengan lawan jenis maupun sesama jenis.

Gejala-gejala pertama yang muncul bisa macam-macam, ada juga pasien yang terdiagnosis setelah tindakan endoskopi ditemukan jamur pada kerongkongannya (esofagus). Lidah yang putih akibat jamur disertai berat badan turun juga perlu diduga disebabkan oleh virus HIV.

TBC paru pada pasien dengan risiko tinggi menderita HIV/AIDS harus dievaluasi kemungkinan terinfeksi HIV. Pasien dengan HIV bisa juga di awalnya mengalami kelainan pada kulit, berupa kulit berwarna kehitaman. Pasien juga bisa datang dengan kejang-kejang akibat virus HIV-nya sudah mengenai otak.

“Dengan semakin banyak kasus HIV di tengah masyarakat mestinya kemampuan dokter untuk mendeteksi kasus ini meningkat. Semakin cepat diobati semakin cepat kita mencegah komplikasi yang terjadi.”

Saat ini pasien-pasien ia tangani harus minum obat seumur hidup dan juga obatnya gratis dari pemerintah bisa hidup normal tanpa keluhan bahkan berat badan mereka sudah kembali normal seperti sebelum sakit.

Seks bebas merupakan faktor risiko utama bagaimana virus tersebut berpindah dari satu orang ke orang lain. Suami atau istri yang menderita HIV akan menularkan kepada istri atau suaminya. Ibu penderita HIV bisa menularkan kepada anak-anak yang dilahirkan.

Orang serumah, orang sekantor atau teman sekolah dengan penderita HIV tidak akan tertular kalau hanya sekedar ngobrol atau bekerja dalam satu tim, makan bersama, berenang bersama, atau duduk dalam ruangan yang sama. Stigma yang menakutkan bahwa penderita HIV harus dikucilkan sebenarnya tidak perlu terjadi lagi saat ini, tambahnya.

“Buat para penderita pun dengan obat antiretroviral (ARV) saat ini yang tersedia mestinya tidak perlu bersedih hati mengenai masa depannya karena dengan minum obat secara teratur dan tidak terputus kualitas hidupnya juga akan membaik.”

Kasus HIV/AIDS ini bisa dicegah dan angka kejadiannya bisa ditekan asalkan masyarakat sungguh-sungguh mencegah dan melawan kejadian kasusnya.

“Buat siapapun yang berisiko silakan periksa status HIV-nya untuk mengetahui apakah anda mempunyai virus HIV atau tidak. Semakin cepat dideteksi, semakin cepat diobati, semakin rendah menularkan ke orang lain,” tutup Ari.


Infografis 9 Tips Lansia Tetap Sehat Bebas COVID-19

Infografis 9 Tips Lansia Tetap Sehat Bebas Covid-19 (Liputan6.com/Triyasni)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya