Liputan6.com, Jakarta - Kelompok dengan pendapatan rendah berbelanja lebih banyak selama pandemi, dengan dominasi belanja berupa pangan. Menurut ekonom sekaligus Komisaris Utama Bank Mandiri MohChatib Basri ada perubahan pola pengeluaran selama pandemi.
"Yang belanja itu kelompok bawah, yang kaya tidak belanja, kenapa karena dia mengurangi konsumsi non-ensesialnya," kata Chatib dalam webinar bertajuk "Dunia Pasca Covid Ada Apa dengan 2021", Rabu (2/12/2020).
Advertisement
Chatib mengatakan, data tersebut merupakan data Office of Chief Economist Bank Mandiri. Pengeluaran kelompok kaya turun ke angka 69,7 persen dari posisi normal 100 persen dan kelompok menengah mengurangi belanja hingga di angka 72,4 persen. Sedangkan kelompok miskin meski turun, pengeluaran yang didominasi makanan masih berada di angka 84,2 persen.
Dalam data Tim Ekonomi Bank Mandiri tersebut dipaparkan kelompok dengan pendapatan tetap, yaitu orang yang mendapat gaji, hampir tidak terdampak pandemi.
"Tetapi kalau kita melihat mereka yang berada di sektor informal, income-nya 70 persen dari kondisi normal, berarti Covid-19 ini membuat pendapatannya turun sekitar 30 persen, dan dunia usaha atau UMKM 15 persen lebih rendah," jelas Chatib.
Oleh karena itu, kebijakan pemerintah, sebaiknya difokuskan untuk dua kelompok terdampak dan menjaga kelompok miskin agar tetap bisa berbelanja makanan. Selain itu perlu mendorong kelompok menengah dan kaya mulai berbelanja kembali.
Chatib juga melihat sejauh ini pengeluaran negara untuk bantuan sosial cukup efektif mendongkrak perekonomian.
"Itu realisasinya memang sudah 82 persen dari total 100 persen, jadi yang paling efektif memang adalah realisasi budget untuk bantuan sosial, BLT, PKH, sembako relatif di bawah, tapi transfer BLT sangat efektif," tambah Chatib.
Kebijakan tersebut telah membuat konsumsi yang sempat minus 5,5 persen menjadi minus 4 persen. Chatib menambahkan, pertumbunan ekonomi kuartal keempat 2020 diperkirakan mendekati nol, setelah kontraksi pada kuartal kedua dan ketiga.
"Pertumbuhan positif kemungkinan mulai kuartal pertama 2021, jadi akan ada perbaikan, tetapi polanya memang agak relatif lambat," jelas Chatib.
Sedangkan investasi kemungkinan masih akan turun, yang saat ini didorong masih sektor permintaan. Jika permintaan naik akan berdampak pada terangkatnya investasi.
"Kalau permintaan sudah ada, investasi akan bertambah," katanya.
** #IngatPesanIbu
Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.
Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
BLT dan Bansos
Pengusaha dan Founder Ancora Group Gita Wirjawan sepakat, bahwa menjaga permintaan menjadi kunci untuk menjaga ekonomi Indonesia saat ini.
"Karena 55-60 persen dari porsi ekonomi kita terkait dengan konsumsi domestik, jadinya retail itu nggak lepas dari pendekatan-pendekatan di mana kita harus menempatkan dana atau uang atau daya beli di setiap anggota masyarakat luas di Indonesia," kata Gita.
Bulan-bulan terakhir menurut Gita, upaya mendongkrak daya beli masyarakat sudah mulai menampakkan hasil.
"Tapi apakah itu akan membawa pemulihan yang meluas, saya melihat ini sangat dibatasi oleh secepat apa kita bisa melakukan vaksinasi," tambahnya.
Dalam hitungan Gita, butuh vaksinasi 300 ribu orang per hari, agar selama 2021 bisa memfaksinasi 100 juta penduduk.
"Namun ada keterbatasan dalam ketersedian vaksin, yang sudah dikonfirm oleh pemerintah, belum mencapai 100 juta untuk 2021," lanjutnya.
Kemampuan vaksinasi akan berdampak pada kecepatan pemulihan konsumsi.
Dari sisi konsumsi ini, Gita juga menyoroti, bahwa Indonesia memiliki keuntungan karena memiliki kelompok usia muda yang sangat besar.
"Ini berkolerasi dengan gaya konsumsi, yang jauh lebih tinggi dibanding teman-teman kita di Asia Tenggara," tambah Gita.
Ia menegaskan secara struktural ekonomi, di Indonesia lebih baik dibanding sejumlah negara tetangga seperti Malaysia, Filiphina, dan Thailand.
"Namun meskipun kontraksi ekonomi kita tidak separah negara tetangga di Asia Tenggara, tetap masih bisa disikapi agar lebih baik lagi," lanjutnya.
Perbaikan yang dimaksud antara lain dengan memperlancar proses penurunan dana BLT dan bansos.
Advertisement
Diselamatkan Kesiapan Digital
Salah satu pelaku bisnis yang turut berbagi pengalaman dalam webinar adalah CEO HIJUP.com Diajeng Lestari. HIJUP adalah platform yang memghimpun para desainer busana muslim untuk berkolaborasi dalam pemasaran dan promosi.
Diajeng mengakui di masa pandemi konsumen lebih memilih produk yang lebih murah untuk barang yang non-ensensial seperti fesyen. Sebab, masyarakat akan lebih mengutamakan berbelanja kebutuhan pokok. Meski demikian, kata Diajeng berkat bantuan kesiapan digital, platform HIJUP bisa bertahan.
"Bisa dibilang ketika pandemi kita sudah siap, karena digital platformnya sudah ada, social media, penguatan organic-nya sudah kita bangun sepanjang sembilan tahun kemarin," tambahnya.
Bahkan, pandemi kata Diajeng juga menumbuhkan kreativitas yang justru menghasilkan efisiensi, karena partner yang bergabung bisa melakukan banyak proses dari tempatnya masing-masing sehingga ongkos bisa dipangkas.
"Di sini ada proses efisiensi dan Alhamdulilah makin banyak desainer bergabung," lanjut Diajeng dalam webinar yang didukung oleh Bank Mandiri ini.
Webinar kali ini merupakan webinar kedua Bank Mandiri. Menghadapi situasi pandemi, Bank Mandiri berkomitmen selalu memberikan update tentang gambaran kondisi ekonomi dan kebijakan kepada para nasabahnya.
Direktur Jaringan dan Retail Banking Bank Mandiri Aquarius Rudianto mengatakan sharing mengenai kondisi ekonomi dan kebijakan ini untuk membantu menyiapkan diri dan merencanakan strategi bisnis.
"Ini bagian dari integrasi dan kolaborasi Bank Mandiri dan para nasabah untuk kita sama-sama berupaya membangun perekonomian Indonesia," jelas Aqua.