KPK Dalami Kasus Edhy Prabowo Lewat Komisaris dan Dirut PT ACK

KPK mulai memeriksa saksi dalam kasus dugaan suap penetapan perizinan ekspor benih lobster atau benur pada 2020 yang menjerat Menteri nonaktif Edhy Prabowo.

oleh Fachrur Rozie diperbarui 03 Des 2020, 10:53 WIB
Menteri Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo (tengah) digiring petugas usai rilis penetapan tersangka kasus dugaan suap penetapan calon eksportir benih lobster di Gedung KPK Jakarta, Kamis (26/11/2020). Sebelumnya, Edhy ditangkap KPK usai lawatan ke Amerika. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Liputan6.com, Jakarta - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mulai memeriksa saksi dalam kasus dugaan suap penetapan perizinan ekspor benih lobster atau benur di Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) pada 2020 yang menjerat Menteri nonaktif Edhy Prabowo. Pemeriksaan saksi dilakukan untuk mendalami kasus tersebut.

Hari ini, Kamis (3/12/2020), tim penyidik berencana memeriksa Komisaris PT Aero Citra Kargo (ACK) Achmad Bachtiar dan Direktur Utama PT ACK Amri.

"Saksi Achmad Bachtiar dan Amri diperiksa untuk tersangka EP (Edhy Prabowo)," ujar Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri saat dikonfirmasi, Jakarta, Kamis (3/12/2020).

Belum diketahui keterangan apa yang akan digali dari Amri dan Bahtiar dalam kasus ini. Namun, berdasarkan data kepemilikan, PT ACK dimiliki oleh Amri dan Achmad Bachtiar yang diduga merupakan nominee dari pihak Edhy Prabowo serta Yudi Surya Atmaja.

Disebutkan juga dalam konstruksi perkara kasus ini, pada 5 November 2020 diduga terdapat transfer dari rekening Achmad Bachtiar ke rekening salah satu bank atas nama Ainul Faqih selaku staf khusus istri Menteri Edhy sebesar Rp 3,4 miliar yang diperuntukkan bagi keperluan Edhy Prabowo, istrinya IIs Rosyati Dewi, Syafri, dan Andreu Pribadi Misata.

Uang itu digunakan untuk belanja barang mewah oleh Edhy Prabowo dan Iis Rosyari Dewi di Honolulu AS pada 21-23 November 2020 sejumlah sekitar Rp 750 juta. Uang itu dibelanjakan jam tangan rolex, tas Tumi dan LV, baju Old Navy.

Selain Amri dan Achmad Bachtiar, tim penyidik KPK menjadwalkan memeriksa Direktur Keuangan PT Dua Putra Perkasa (DPP) Zainul Fatih, Manajer Kapal PT DPP Agus Kurniawanto, dan Manajer PT Dua Putera Perkasa Pratama (DPPP) Ardi Wijaya.

"Ketiganya juga akan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka EP," kata Ali.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Jerat Korporasi?

Sebelumnya, KPK memastikan bakal mendalami lebih jauh keterlibatan PT ACK dalam kasus dugaan suap perizinan ekspor benih lobster atau benur di Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) tahun 2020.

Ali Fikri mengatakan, tim penyidik akan menelisik peran PT ACK dalam kasus ini dengan meminta keterangan sejumlah pihak yang dianggap mengetahui konstruksi kasus.

"Setelah nanti memeriksa sejumlah saksi, akan dilakukan analisa lebih lanjut dari hasil pemeriksaan tersebut," ujar Ali dalam keterangannya, Rabu (2/12/2020).

Selain memeriksa para saksi, Ali memastikan tim penyidik akan menelaah dokumen izin ekspor benur yang ditemukan di kantor milik PT ACK saat penggeledahan beberapa waktu lalu.

Menurut Ali, jika ditemukan minimal dua alat bukti keterlibatan PT ACK, maka KPK tak segan menjerat perusahaan tersebut sebagai tersangka korporasi.

"Jika kemudian ditemukan ada bukti permulaan yang cukup, KPK tidak segan untuk menetapkan pihak-pihak lain sebagai tersangka dalam perkara ini, termasuk tentu jika ada dugaan keterlibatan pihak korporasi," kata dia.

 


Temukan Dokumen Ekspor Benur

Tim penyidik KPK menggeledah kantor milik PT Aero Citra Kargo (ACK), Senin 30 November 2020, kemarin. Ali mengatakan, dalam penggeledahan yang berlangsung hingga pukul 02.30 WIB, tim penyidik menemukan beberapa dokumen terkait ekspor benur dan barang bukti elektronik.

"Adapun barang yang ditemukan dan diamankan tim diantaranya adalah beberapa dokumen terkait dengan ekspor benih lobster dan bukti elektronik," kata Ali.

KPK menyatakan bakal menelisik lebih dalam kongsi atau persekutuan dagang antara PT Perishable Logistic Indonesia (PLI) dan PT Aero Citra Kargo (ACK) dalam kasus dugaan suap penetapan perizinan ekspor benih lobster atau benur.

Ali Fikri mengatakan pihak lembaga antirasuah bakal memanggil sejumlah pihak ihwal keterkaitan PT PLI ini dalam sengkarut kasus yang menjerat Menteri nonaktif Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo.

"Tentu info tersebut akan dikembangkan lebih lanjut oleh penyidik dengan memeriksa saksi-saksi yang diduga mengetahui hubungan PT ACK dengan PT PLI ini," ujar Ali saat dikonfirnasi, Selasa (1/12/2020).

Berdasarkan Informasi yang dihimpun PT PLI adalah perusahaan yang bergerak di bidang jasa pengiriman cargo port to port. PT PLI sendiri ditengarai berkongsi dengan PT Aero Citra Kargo sebagai forwarder dari eksportir benur ke negara-negara tujuan.

Ali tak menampik adanya keterkaitan antara PT PLI dengan PT ACK dalam kasus ini. Sebab, salah satu pihak yang diamankan dalam operasi tangkap tangan terhadap Edhy Prabowo, tim penindakan turut mengamankan Dipo yang disebut sebagai pengendali PT PLI.

"Fowardernya dari ACK kan memang PLI," kata Ali.

 


6 Tersangka Lain

Selain Menteri Edhy, dalam kasus ini KPK menjerat enam tersangka lainnya dalam kasus ini. Mereka adalah Safri (SAF) selaku Stafsus Menteri KKP, Siswadi (SWD) selaku Pengurus PT Aero Citra Kargo, Ainul Faqih (AF) selaku Staf istri Menteri KKP, Suharjito (SJT) selaku Direktur PT Dua Putra Perkasa Pratama (DPPP), Andreau Pribadi Misanta (APM) selaku Stafsus Menteri KKP, dan Amiril Mukminin (AM) selaku swasta.

Menteri Edhy diduga telah menerima sejumlah uang dari Suharjito, chairman holding company PT Dua Putera Perkasa (DPP). Perusahaan Suharjito telah 10 kali mengirim benih lobster dengan menggunakan jasa PT Aero Citra Kargo (PT ACK).

Untuk melakukan ekspor benih lobster hanya dapat melalui forwarder PT Aero Citra Kargo dengan biaya angkut Rp 1.800/ekor.

Diduga upaya monopoli itu dimulai dengan Surat Keputusan Nomor 53/KEP MEN-KP/2020 tentang Tim Uji Tuntas (Due Diligence) Perizinan Usaha Perikanan Budidaya Lobster yang diterbitkan Edhy pada 14 Mei 2020.

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya