Ternyata, Ini Penyebab Penjualan BBM Premium Masih Laris Manis

KLHK buka suara terkait penyebab tingginya konsumsi Bahan Bakar Minyak (BBM) yang tidak ramah lingkungan di Indonesia.

oleh Liputan6.com diperbarui 03 Des 2020, 11:48 WIB
Petugas mengisi bahan bakar jenis Premium di SPBU Cikini, Jakarta, Kamis (24/12). Jelang awal tahun 2016, Pemerintah memutuskan menurunkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Premium dan Solar. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Direktur Pengendalian Pencemaran Udara Direktorat Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan KLHK, Dasrul Chaniago buka suara terkait penyebab tingginya konsumsi Bahan Bakar Minyak (BBM) yang tidak ramah lingkungan di Indonesia. Seperti jenis Premium yang mempunyai nilai RON 88.

Menurutnya, ada dua faktor penyebab larisnya Premium. Petama, terkait penyediaan, di mana sampai saat ini Pertamina masih menjual BBM jenis Premium, sehingga memudahkan pelanggan untuk mengaksesnya.

Faktor kedua, yakni terkait harga yang terlampau murah. Alhasil konsumen lebih memilih membeli Premium kendati tidak ramah lingkungan.

"Karena ada dua faktor tekait penyediaan dan harga murah (Premium) itu, otomatis masyarakat mikir yang penting hari ini saya dapat harga murah ya sudah tidak lagi memikirkan dampaknya untuk masa depan," imbuh dia dalam webinar bersama YLKI, Kamis (3/12)

Padahal, sambung Dasrul, mayoritas kendaraan baik pribadi maupun umum yang ada saat ini dinilai sudah mendukung penggunaan BBM yang lebih ramah lingkungan atau memiliki kandungan RON di atas Premium. "Karena saya yakin hampir semua kendaraan yang beroperasi di jalanan baik pribadi maupun umum itu keluaran diatas tahun 2007, otomasti tidak butuh Premium dan Pertalite," paparnya.

Maka dari itu, dia menilai perlu komitmen bersama untuk mewujudkan rencana penghapusan BBM jenis Premium yang tak kunjung menemui titik terang. "Apalagi banyak negara juga yang telah menghapuskan penjualan Premium," ucap dia mengakhiri.

Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arifin Tasrif, menanggapi kabar rencana penghapusan BBM jenis Premium yang diisukan akan dilakukan Januari 2021 mendatang. Pihaknya menegaskan bahwa premium masih tetap dijual dan pemerintah masih menyediakan alokasinya untuk tahun depan.

"Belum ada dari Kementerian ESDM, Pertamina, mungkin sumber-sumber lain yang dikutip media. Sementara ini seperti biasa, dan alokasi sendiri untuk tahun depan tetap akan kita penuhi," ujar Menteri Arifin saat melakukan rapat kerja dengan Komisi VII DPR RI, Senin (23/11).

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Imbas BBM RON Rendah, DKI Jakarta Gelontorkan Rp 38 T Akibat Polusi Udara

Ilustrasi polusi udara (Foto: Autonews)

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan atau KLHK mendukung upaya rencana penghapusan Bahan Bakar Minyak (BBM) yang tidak ramah lingkungan di Indonesia. Khususnya BBM jenis Premium dengan nilai RON 88 yang telah membawa kerugian terhadap kesehatan masyarakat.

Direktur Pengendalian Pencemaran Udara Direktorat Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan KLHK, Dasrul Chaniago mencatat total biaya untuk kesehatan di wilayah DKI Jakarta saja telah mencapai Rp38,5 triliun pada 2010. Biaya besar ini mayoritas digunakan untuk pengobatan terkait penyakit pernapasan akibat polusi udara yang di sumbang emisi gas buang kendaraan.

"Biaya kesehatan penduduk Jakarta pada tahun 2010 mencapai Rp38,5 triliun. Diantaranya untuk ISPA, Pneumonia, dan penyempitan saluran pernapasan/paru kronis akibat polusi udara yang sebagainya besar disumbang gas buang kendaraan dari penggunaan BBM yang tidak ramah lingkungan seperti Premium," ujar dia dalam webinar bersama YLKI, Kamis (3/12)

Dasrul menjelaskan, sumbangsih gas buang kendaraan terhadap polusi di wilayah ibu kota sendiri mencapai 70 persen." "Kenapa begini?, karena semua tau hingga saat ini bbm fosil yang mengandung kandungan tidak ramah lingkungan masih mendominasi," paparnya.

Menurutnya, hal ini terhambat dari lakunya penjualan dari jenis BB yang memiliki nilai RON rendah. "Seperti Pertalite itu mencapai 55 persen atau paling besar yang digunakan masyarakat. Lalu, Premium hanya 28 persen, sedangkan Pertamax Turbo itu hanya 0,6 persen dari rata-rata nasional," paparnya.

Untuk itu, pihaknya berharap upaya penghapusan BBM tidak ramah lingkungan yang selama ini gaungkan dapat segera terealisasi. Alhasil dapat menekan tingkat polusi udara yang saat ini dianggap telah mengancam kesehatan masyarakat. "Juga menurunkan emisi di bawah batas ambang yang berlaku," imbuh dia.

Reporter: Sulaeman

Sumber: Merdeka.com 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya