Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta Mahkamah Agung membuat pedoman untuk seluruh pasal dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango dalam sosialisasi publik Perma Nomor 1 Tahun 2020 secara daring di Jakarta menuturkan, KPK pada 2004-2012 menangani sekitar 70 persen perkara tindak pidana korupsi yang disangkakan melanggar Pasal 2 dan 3 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Advertisement
Namun, setelah 2012, ia menyebut terjadi kondisi yang berbeda, yakni perkara-perkara yang ditangani KPK lebih banyak berupa tindak pidana korupsi suap atau gratifikasi.
"Oleh karena itu, kami minta Mahkamah Agung agar ada pemikiran lebih lanjut untuk melakukan pengaturan juga terhadap pasal-pasal lain, termasuk pasal suap dan sebagainya," tutur Nawawi Pomolango, Kamis (3/12/2020).
Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2020 merupakan pedoman pemidanaan Pasal 2 dan Pasal 3 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sementara undang-undang tersebut memiliki 30 pasal tindak pidana.
Untuk mengikuti upaya Mahkamah Agung dalam menangani disparitas putusan terhadap tindak pidana korupsi, kata dia, KPK juga menyusun pedoman penuntutan kasus korupsi yang ditargetkan selesai pada Januari 2021.
"Pedoman penuntutan ini meliputi keseluruhan pasal-pasal tindak pidana korupsi," kata Nawawi Pomolango seperti dikutip Antara.
** #IngatPesanIbu
Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.
Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Disparitas Tuntutan Jaksa
Selain untuk seluruh pasal, menurut dia, pedoman itu akan mengatur penjatuhan pidana tambahan uang pengganti, penjatuhan tuntutan pidana terhadap subjek orang dan korporasi yang belum diatur dalam Perma Nomor 1 Tahun 2020.
Pedoman itu disusun karena disparitas terjadi tidak hanya dalam putusan pemidanaan tindak pidana korupsi, melainkan juga dalam tuntutan jaksa penuntut umum.
Advertisement
