WHO: Kondisi di Eropa Tidak Stabil Akibat COVID-19

Gelombang baru COVID-19 menerjang Eropa memasuki musim dingin. WHO cemas.

oleh Tommy K. Rony diperbarui 04 Des 2020, 15:14 WIB
Seorang pramusaji mengambil makanan penutup berbentuk virus corona Covid-19 di sebuah kafe di Praha pada 06 Oktober 2020. Dengan lebih dari 81.000 kasus di Republik Ceko, tingkat penyebaran Covid-19 termasuk yang terburuk di Eropa - hampir separah di Spanyol. (Michal Cizek / AFP)

Liputan6.com, Jenewa - Kasus COVID-19 di Eropa masih terus menanjak, begitu pula dengan angka kematian. Pada Kamis 11 November saja, Italia mencatat nyaris 1.000 kematian dalam sehari. WHO mengingatkan agar pemerintah lebih tegas dalam pencegahan.

WHO mengakui bahwa kondisi di Eropa tak bisa dibilang stabil. Wilayah Eropa yang menjadi sorotan WHO adalah di Eropa Tengah dan Selatan.

"Kita tidak bisa mengatakan berada dalam situasi stabil di seluruh kawasan ini pada saat sekarang," ujar Dr. Catherine Smallwood, pakar WHO di bagian Health Emergencies Programme, seperti dilansir Euronews, Jumat (4/12/2020).

Di Italia, yang berada di selatan Eropa, angka kematian pada Kamis kemarin adalah yang tertinggi sejak 27 Maret ketika ada 969 korban meninggal. Sementara, Inggris menembus rekor baru dengan total kematian melewati 60 ribu kematian.

Selama dua pekan terakhir, Georgia, Serbia, Luksemburg, dan Kroasia memiliki jumlah kasus COVID-19 tertinggi per 100 ribu orang. Di Serbia, kasus melonjak hingga 7.000 orang per hari.

** #IngatPesanIbu

Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.

Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:


Keadaan Serbia dan Kroasia

Pasangan lansia mengenakan masker saat berjalan di Alun-Alun Beograd, Serbia, 17 Maret 2020. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengumumkan virus corona COVID-19 sebagai pandemi sejak 11 Maret 2020 lalu. (Andrej ISAKOVIC/AFP)

Baru-baru ini, dua tokoh agama di Serbia meningga dunia. Banyak simpatisannya yang nekat menghadiri pemakaman.

Direktur WHO di kawasan Eropa, Dr. Hans Kluge, lantas mengkritik longgarnya aturan keramaian. Ia menyebut perlu ada aturan pembatasan perkumpulan massa.

Dijelaskan bahwa memakai masker di keramaian adalah cara yang murah untuk mencegah COVID-19.

"Kendali kuat pada acara sosial, termasuk acara agama seperti pemakaman massal," ujarnya.

Keadaan Kroasia juga buruk. Setiap hari ada sekitar 3.000 kasus baru. Totalnya ada sekitar 139 ribu kasus COVID-19.

Perdana Menteri Andrej Plenkovic sudah positif COVID-19, begitu pula Menteri Kesehatan Vili Beros.


Potensi Penularan Saat Natal

Lebih dari 50.000 lampu menghiasi Pohon Natal Rockefeller Center setinggi 75 kaki pada upacara tahunan pencahayaan di New York, Rabu (2/11/2020). Upacara yang digelar pada masa pandemi COVID-19 ini mewajibkan pengunjung untuk memakai masker, pembatasan waktu, dan jaga jarak. (AP Photo/Craig Ruttle)

WHO juga mengingatkan bahwa longgarnya aturan saat libur Natal berpotensi mengakibatkan masalah.

"Selama natal dan liburan musim dingin ada sebuah potensi, potensi yang sangat nyata, bahwa akan terjadi lebih banyak masalah jika orang-orang berkumpul," ujar Dr. Smallwood.

"Virusnya masih memiliki potensi untuk mengakibatkan kerusakan besar," tegasnya.

Kawasan Uni Eropa tidak memiliki legislasi bersama untuk mengatur masalah COVID-19, seperti terkait jam malam atau lockdown. Kebijakan diatur oleh masing-masing negara.


Infografis COVID-19:

Infografis 4 Tips Jaga Kesehatan Mental Saat Pandemi Covid-19. (Liputan6.com/Trieyasni)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya