Data Tenaga Kerja di Bawah Prediksi, Wall Street Tetap Melonjak

Ketiga indeks utama di Wall Street membukukan rekor intraday dan penutupan tertinggi.

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 05 Des 2020, 07:14 WIB
Spesialis Michael Mara (kiri) dan Stephen Naughton berunding saat bekerja di New York Stock Exchange, AS, Rabu (11/3/2020). Bursa saham Wall Street anjlok pada akhir perdagangan Rabu (11/3/2020) sore waktu setempat setelah WHO menyebut virus corona COVID-19 sebagai pandemi. (AP Photo/Richard Drew)

Liputan6.com, Jakarta - Wall Street menguat pada penutupan perdagangan Jumat (Sabtu pagi waktu Jakarta) dan membukukan kenaikan mingguan. Gerak bursa saham di Amerika Serikat (AS) ini mengabaikan laporan tenaga kerja AS yang mengecewakan.

Mengutip CNBC, Sabtu (5/12/2020), Dow Jones Industrial Average ditutup naik 248,74 poin atau 0,8 persen ke level 30.218,26. Indeks S&P 500 juga naik 0,9 persen dan mengakhiri perdagangan di 3.699,12. Sedangkan Nasdaq Composite naik 0,7 persen menjadi 12.464,23.

Ketiga indeks utama di Wall Street membukukan rekor intraday dan penutupan tertinggi.

Saham Chevron dan Caterpillar masing-masing naik 3,9 persen dan 4,3 persen. Kedua saham tersebut memimpin penguatan di indeks Dow Jones. Sedangkan di S&P 500, penguatan dipimpin sektor energi dengan naik 5,4 persen.

Kenaikan Wall Stret pada perdagangan Jumat mendorong indeks utama membukukan kenaikan mingguan keempat dalam lima pekan.

Dow naik 1 persen minggu ini. S&P 500 naik 1,7 persen selama periode waktu itu. Nasdaq Composite menguat 2,2 persen minggu ini.

 

 

Saksikan video pilihan berikut ini:


Data Ekonomi

Sentimen bervariasi di awal pekan telah mendorong bursa saham Amerika Serikat menguat dengan indeks saham Dow Jones naik 14,57 poin.

Data terbaru di AS adalah penambahan 245 ribu pekerjaan pada November. Angka tersebut jauh di bawah perkiraan konsensus Dow Jones sebesar 440 ribu.

Untuk tingkat pengangguran, bagaimanapun, sesuai dengan ekspektasi dengan turun menjadi 6,7 persen dari 6,9 persen.

Biasanya pelemahan data ini menekan Wall Street. Namun kali ini lain. Pelaku pasar melihat bahwa pelemahan data tenaga kerja ini sebagai hal positif karena dapat menekan anggota parlemen untuk bergerak maju dengan stimulus fiskal tambahan.

Data ketenagakerjaan pada hari Jumat mengisyaratkan anggota parlemen untuk bertindak tegas dengan mengeluarkan langkah-langkah stimulus fiskal tambahan untuk menjembatani kesenjangan perekonomian sampai adanya vaksin.

"Harus ada yang mengobati atau menyelesaikan kesenjangan tersebut," tutur analis senior Allianz Investment Management, Charlie Ripley.

Presiden terpilih Joe Biden juga menyerukan lebih banyak stimulus, mengingat data tenaga kerja yang menunjukkan "musim dingin yang gelap".

Biden kemudian mengatakan "akan lebih baik jika mereka memiliki cek stimulus USD 1.200 ″, kata dia.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya