Liputan6.com, Jakarta - Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Susi Pudjiastuti bercerita, ia mendengar bahwa ada pihak yang menyalahkan dirinya terkait kebijakan yang diambil saat menjadi Menteri Kelautan dan Perikanan periode 2014-2019. Sejumlah orang tersebut menyebutnya bahwa kebijakan yang Susi ambil keliru.
"Susi keliru apanya? Saya sekarang ada di pantai kok, lagi paddling kok. Keliru apanya?" kata Susi dikutip dari akun instagramnya @susipudjiastuti115, Sabtu (5/12/2020).
Advertisement
Ia pun melanjutkan, saat menjabat sebagai menteri KKP, Susi sudah pernah menyatakan bahwa siapa yang tidak setuju dengan kebijakannya bisa mengajukan keberatan ke pengadilan. Saat itu, ada satu orang yang mengajukan tuntutan hingga Rp 1 triliun. Namun tuntutan tersebut tidak berhasil.
Kemudian Susi melanjutkan bahwa jika kebijakan yang ia jalankan sudah diganti. Dengan pergantian tersebut menurutnya kebijakan yang ada saat ini seharusnya sudah benar.
"Kalau sekarang apa urusannya. Kalau keliru terus diganti seharusnya jadi benar," kata Susi Pudjiastuti.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Hashim Djojohadikusumo: Kebijakan Susi Pudjiastuti Soal Lobster Keliru
Sebelumnya, Hashim Djojohadikusumo yang merupakan adik dari Menteri Pertahanan Prabowo Subianto menyatakan bahwa kebijakan mantan Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Susi Pudjiastuti pelarangan budidaya lobster sangat keliru. Hashim sangat setuju kebijakan ekspor benih lobster.
"Maaf ya, menurut saya menteri lama (Susi Pudjiastuti) sangat-sangat keliru. Masa kami dilarang ekspor, dilarang budidaya lobster? Menurut saya, dan juga banyak orang merasa Indonesia berpotensi menjadi adikuasa produk-produk kelautan. Kita harusnya yang besar, bukan Vietnam. Maka kebijakan menteri lama sangat keliru. Susi keliru menurut saya," kata Hashim dikutip dari Antara, Minggu (5/12/2020).
Hashim menambahkan, kebijakan melarang budidaya lobster itu telah membuat banyak usaha budidaya lobster milik nelayan di Indonesia ditutup. "Usaha budidaya lobster nelayan miskin ini ditutup. Di Jawa Barat, Jawa Timur, di mana-mana, di Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat," kata Hashim.
Lebih lanjut, ia mengatakan bahwa hingga hari ini dirinya masih mendukung kebijakan tersebut dihentikan. "Dengan kata lain, saya sangat setuju ekspor lobster," kata Hashim.
Sementara itu, dalam kesempatan tersebut Hashim mengatakan bahwa PT Bima Sakti Mutiara (BSM), perusahaan yang kini dipimpin anaknya, Rahayu Saraswati, telah berbisnis selama kurang lebih 34 tahun (sejak tahun 1986) tidak pernah memiliki keinginan untuk memonopoli dalam kegiatan bisnisnya.
Adapun, keinginan perusahaan yang semula bergerak dalam bisnis mutiara itu untuk terjun ke bisnis budidaya hasil laut lainnya adalah karena didorong lesunya bisnis mutiara tersebut.
"Lima tahun yang lalu, bisnis mutiara itu sedang mulai mengalami mandek. Kami merugi terus, terus terang saja. Kami memiliki 214 karyawan di Nusa Tenggara Barat. Timbul ide lima tahun lalu untuk mengajukan diversifikasi di luar mutiara," kata Hashim.
Advertisement
Bertemu Edhy Prabowo
Ketika bertemu Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo, Hashim sempat meminta agar ekspor benih lobster itu dibuka seluas-luasnya sehingga tidak terjadi monopoli.
"Saya sudah wanti-wanti, saya pesan ke dia, Ed, jangan ada monopoli. Kalau saya kamu, saya kasih 100 izin ekspor. Dia bilang, pak Hashim, saya kira 50. Saya bilang tidak, Ed seratus saja. Dan ternyata dia ikuti saya, 61 izin dia kasih, melebihi 50," kata Hashim.
Namun Hashim, diwakili kuasa hukumnya Hotman Paris mengatakan bahwa tulisan di salah satu media cetak nasional tentang PT BSM sudah memiliki izin ekspor benih lobster adalah informasi yang tidak benar.
Hotman mengatakan kliennya memiliki sejumlah surat yang menjadi bukti bahwa izin ekspor tersebut belum pernah didapatkan PT BSM dari pemerintah melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).