Liputan6.com, Jakarta - KPK menetapkan Mensos Juliari Batubara sebagai tersangka korupsi bansos Covid-19. Juliari Batubara pun telah menyerahkan diri ke kantor KPK, Minggu dini hari, 6 Desember 2020.
Juliari Batubara didapuk Presiden Jokowi sebagai menteri di Kabinet Indonesia Maju di Istana Merdeka, Jakarta Pusat pada Rabu 23 Oktober 2019. Dia dipercaya sebagai Menteri Sosial atau Mensos menggantikan posisi yang sebelumnya ditempati Agus Gumiwang Kartasasmita.
Advertisement
Sebelum menjadi Menteri, Juliari ternyata juga pebisnis ulung. Hal tersebut dibuktikan dengan menduduki sejumlah jabatan penting di beberapa perusahaan. Di antaranya PT Wiraswasta Gemilang Indonesia, PT Arlinto Perkasa Buana, PT Bwana Energy, dan PT Tridaya Mandiri.
Pria yang kini genap berumur 47 tahun itu juga sempat menjadi Ketua Harian Asosiasi Produsen Pelumas Indonesia ser5a dan Wakil Ketua Komite Tetap Akses Informasi Peluang Bisnis-Bidang UMKM Kadin pada 2009-2010.
Pendidikan
Juliari Peter Batubara atau lebih dikenal Juliari Batubara lahir di Jakarta pada 22 Juli 1972. Dia resmi dilantik sebagai Menteri Sosial ke-30 oleh Presiden Jokowi Rabu, 23 Oktober 2019.
Dia menggantikan posisi yang sebelumnya ditempati oleh Agus Gumiwang Kartasasmita.
Bicara soal pendidikan, Juliari menyelesaikan SD dan SMP-nya di St Franciscus Asisi, Tebet, Jakarta dari tahun 1979 hingga 1988. Sedangkan pada masa SMA, dirinya memilih bersekolah di SMAN 8 Tebet Jakarta dari tahun 1988-1991.
Juliari Batubara juga merupakan lulusan Riverside City College dan Chapman University di Amerika Serikat.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Modus Korupsi
KPK menetapkan Mensos Juliari Batubara sebagai tersangka korupsi bansos Covid-19. Ketua KPK Firli Bahuri memaparkan, perkara yang menyeret Juliari bermula dari pengadaan bansos penanganan Covid-19 berupa paket sembako di Kementerian Sosial RI tahun 2020 dengan nilai sekitar Rp5,9 triliun dengan total 272 kontrak dan dilaksanakan dalam periode.
"JPB (Juliari P Batubara) selaku Menteri Sosial menunjuk MJS (tersangka) dan AW (tersangka) sebagai PPK (Pejabat Pembuat Komitmen) dalam pelaksanaan proyek tersebut dengan cara penunjukan langsung para rekanan dan diduga disepakati ditetapkan adanya fee dari setiap-setiap paket pekerjaan yang harus disetorkan para rekanan kepada Kementerian Sosial melalui MJS (tersangka)," kata Ketua KPK Firli Bahuri saat jumpa pers di Gedung KPK, Minggu (6/12) dini hari.
Firli melanjutkan, untuk fee tiap paket bansos disepakati oleh MJS dan AW sebesar Rp10 ribu per paket sembako dari nilai Rp300 ribu perpaket Bansos. Selanjutnya oleh MJS dan AW pada bulan Mei sampai dengan November 2020 dibuatlah kontrak pekerjaan dengan beberapa suplier sebagai rekanan yang di antaranya AIM, HS dan juga PT RPI (Rajawali Parama Indonesia) yang diduga milik MJS.
"Penunjukan PT RPI sebagai salah satu rekanan tersebut diduga diketahui JPB dan disetujui oleh AW Pada pelaksanaan paket Bansos sembako periode pertama diduga diterima fee Rp12 miliar yang pembagiannya diberikan secara tunai oleh MJS kepada JPB melalui AW dengan nilai sekitar Rp8,2 miliar," katanya.
Pemberian uang tersebut selanjutnya dikelola oleh EK (Eko tidak dibacakan) dan SN selaku orang kepercayaan Juliari Batubara untuk digunakan membayar berbagai keperluan pribadi Mensos
"Untuk periode kedua pelaksanaan paket Bansos sembako, terkumpul uang fee dari bulan Oktober 2020 sampai dengan Desember 2020 sejumlah sekitar Rp8,8 miliar yang juga diduga akan dipergunakan untuk keperluan JPB," katanya.
Firli menjelaskan, kasus bermula dari informasi adanya dugaan aliran uang dari Ardian IM dan Harry Sidabuke kepada Matheus Joko Santoso dan Adi Wahyono. Mensos Juliari diduga menerima aliran dana melalui Matheus Joko Santoso dan Shelvy N selaku sekretaris di Kemensos. Penyerahan uang akan dilakukan pada hari Sabtu 5 Desember 2020.
"Sekitar jam 02.00 WIB di salah satu tempat di Jakarta," kata Firli.
Ardian dan Harry menyiapkan uang itu dalam tujuh koper, tiga tas ransel dan amplop kecil yang jumlahnya Rp14,5 miliar. Tim KPK langsung mengamankan Matheus Joko Santoso, Shelvy N dan beberapa orang di berbagai tempat di Jakarta.
"Pihak-pihak yang diamankan beserta uang dengan jumlah sekitar Rp14,5 Miliar dibawa ke KPK untuk pemeriksaan lebih lanjut," kata Firli.
Dalam OTT ini, KPK menemukan pecahan mata uang rupiah dan asing. Yakni Rp11,9 miliar, USD171,085 atau setara Rp2,420 M dan 23.000 dolar Singapura atau setara Rp243 juta.
Mensos Juliari, Matheus Joko Santoso dan Adi Wahyono disangkakan Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12 huruf (i) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Untuk pemberi suap, Ardian dan Harry disangkakan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 4 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Advertisement