Liputan6.com, Jakarta - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Komjen Firli Bahuri menyebut pihaknya sudah mendeteksi tindak pidana korupsi terkait bantuan sosial (bansos) sejak awal pandemi Covid-19 melanda Indonesia.
"KPK sudah mendeteksi adanya korupsi sejak awal pandemi, dan betul hari ini kita bisa mengungkap terjadi tindak pidana korupsi di dalam hal pengadaan barang dan jasa terkait bantuan sosial," ujar Firli di Gedung Penunjang KPK, Minggu (6/12/2020).
Advertisement
Firli menyebut, KPK sudah beberapa kali mengingatkan agar tak bermain-main dengan dana bansos. Bahkan, Firli sempat menyebut jika ada ancaman mati bagi pihak yang berani menyalahgunakan dana bansos.
"Sejak awal KPK, sejak pandemi Covid-19 itu melanda Indonesia, tentu pemerintah sangat concern terhadap penyelamatan jiwa manusia, makanya langkah penyelamatan tersebut digelontorkan oleh pemerintah," kata Firli.
KPK sendiri setidaknya telah telah tiga kali menerbitkan surat edaran mengimbau Pemerintah untuk bersikap transparan dalam penggunaan anggaran terkait Covid-19.
"Melalui 3 surat edaran KPK mengimbau kepada pemerintah, baik pusat maupun daerah agar transparan dengan mempublikasikan kepada masyarakat terkait realokasi dan penggunaan anggaran dalam penanganan Covid-19, penyelenggaraan bantuan sosial (bansos), pengadaan barang dan jasa, hingga pengelolaan hibah dari masyarakat," ujar Plt Juru Bicara KPK Ipi Maryati Kuding, Jumat (14/8/2020).
Ipi menegaskan, KPK turut memantau realisasi penggunaan anggaran penanganan Covid-19 untuk mencegah terjadinya korupsi. Hal itu dilakukan oleh tim yang dibentuk pada Kedeputian Pencegahan yang bekerja bersama gugus tugas di tingkat pusat maupun daerah.
"Dari hasil analisis terkait proporsi, alokasi sumber dana dan belanja, serta pemanfaatan anggaran, KPK memberikan rekomendasi agar potensi penyalahgunaan anggaran untuk kepentingan di luar penanganan Covid-19 atau belanja di luar perencanaan dan kebutuhan, dapat dihindari," kata Ipi.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Kasus Mensos Juliari Batubara
Meski sudah tiga kali menerbitkan surat edaran pencegahan korupsi saat pandemi Covid-19, namun hal tersebut tak diindahkan Menteri Sosial Juliari Batubara. Juliari dijerat KPK sebagai tersangka.
Selain Juliari KPK menjerat Matheus Joko Santoso dan Adi Wahyono sebagai pejabat pembuat komitmen di Kemensos. Dua orang lainnya sebagai pemberi yakni Ardian IM dan Harry Sidabuke. Keduanya dari pihak swasta
Mensos Juliari ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap bantuan sosial corona Covid-19 untuk wilayah Jabodetabek Tahun 2020. Juliari diduga menerima fee sebesar Rp 10 ribu perpaket sembako dari nilai Rp 300 ribu.
Ketua KPK Komjen Firli Bahuri mengatakan, penerimaaan suap terhadap Juliari bermula dari pengadaan bansos penanganan Covid-19 berupa paket sembako di Kementerian Sosial dengan nilai sekitar Rp 5,9 triliun untuk total 272 kontrak dan dilaksanakan dengan dua periode. Untuk memuluskan itu, Juliari menerima fee dari tiap-tiap paket bansos.
"Untuk fee tiap paket bansos di sepakati oleh MJS dan AW sebesar Rp 10 ribu perpaket sembako dari nilai Rp 300 ribu perpakat bansos," ujar Firli di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta, Minggu (6/12/2020) dini hari.
Firli menyebut, pada pelaksanaan paket bansos sembako periode pertama, Juliari diduga telah menerima fee sebesar Rp 8,2 miliar dari total uang Rp 12 miliar yang diterima oleh Matheus. Uang untuk Juliari diberikan Matheus melalui Adi Wahyono.
Menurut Firli, pemberian uang tersebut dikelola oleh seseorang bernama Eko dan Shelvy N selaku Sekretaris di Kemensos yang juga orang kepercayaan Juliari. Uang itu digunakan untuk membayar berbagai keperluan pribadi Juliari.
Sementara untuk periode kedua pelaksanaan paket bansos ini terkumpul fee dari Oktober 2020 sampai dengan Desember 2020 sekitar Rp 8,8 milir. Firli menduga uang tersebut juga akan dipergunakan untuk keperluan Juliari.
Kasus ini diungkap melalui operasi tangkapn tangan pada 5 Desember 2020 dini hari di beberapa tempat di Jakarta. Tim penindakan KPK mengamankan uang dengan jumlah sekitar Rp14,5 miliar dalam berbagai pecahan mata uang yaitu sekitar Rp11, 9 miliar, sekitar 171,085 dolar AS (setara Rp2,420 miliar) dan sekitar 23.000 dolar Singapura (setara Rp243 juta).
Mensos Juliari Batubara, Matheus Joko Santoso, dan Adi Wahyono, sebagai penerima suap disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12 huruf (i) UU Nomor 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20/2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Sementara Ardian I M dan Harry Sidabuke pihak swasta yang berperan sebagai pemberi suap disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20/2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Advertisement