Liputan6.com, Jakarta Dalam Pemilihan Serentak 2020, terdapat 25 Daerah dengan pasangan calon tunggal. Ini berarti, masyarakat hanya disuguhi satu pasangan calon saja dalam pemilihan. Lalu jika masyarakat tidak menyukai paslon tersebut, apakah harus tidak memilih atau golput?
Direktur Jenderal (Dirjen) Informasi Komunikasi Publik (IKP) Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Prof. Dr. Widodo Muktiyo berharap, masyarakat tetap berpartisipasi di wilayah Pemilihan yang hanya diikuti calon tunggal dengan cara datang ke tempat pemungutan suara (TPS).
Advertisement
"Masyarakat diimbau untuk tidak kehilangan hak pilih karena tidak mau datang, hanya lantaran calonnya tunggal," ujar Widodo.
Menurut Widodo, pengalaman dari pemilihan serentak 2015, 2017 dan 2018, membuat masyarakat jadi enggan menggunakan hak pilih. Hal ini karena tidak tersedia banyak alternatif dalam pemilihan calon tunggal, Padahal meskipun pemilihan hanya diikuti satu pasangan calon (paslon), masyarakat tetap bisa memiliki opsi untuk memilih di antara calon tunggal atau kotak kosong.
“Kuncinya adalah semakin banyak masyarakat yang mengetahui fungsi kolom kosong dalam surat suara, maka angka partisipasi di daerah Pemilihan calon tunggal semakin tinggi,” jelas Widodo.
Dalam mekanisme Pemilihan calon tunggal, Pemilih dihadapkan pada dua pilihan. Kalau setuju dengan calon tunggal bisa mencoblos si calon tunggal. Sedangkan kalau tidak setuju atau tidak memilih si calon tunggal, maka bisa mencoblos kolom kosong di surat suara.
Dalam Pasal 54C ayat (2) UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota sudah mengatur bahwa Pemilihan dengan satu pasangan calon dilaksanakan dengan menggunakan surat suara yang memuat dua kolom yang terdiri atas satu kolom yang memuat foto pasangan calon dan satu kolom kosong yang tidak bergambar.
Lalu bagaimana dengan penetapan hasilnya?
Dalam proses pemilihan, di mana nantinya apabila calon tunggal yang meraih suara terbanyak dan menang, maka prosesnya akan berjalan seperti biasa sebagaimana pada umumnya. Apalagi, jika ternyata tidak ada sengketa, pasangan calon tunggal pun dapat segera dilantik sebagai calon terpilih. Namun sebaliknya, apabila ternyata perolehan suara terbanyak diraih oleh kotak kosong maka pelaksanaan Pilkada di daerah terkait harus diulang.
Sesuai Pasal 54D ayat (3) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 bahwa pemilihan akan diulang pada berikutnya, pada tahun berikutnya atau dilaksanakan sesuai dengan jadwal yang dimuat dalam peraturan perundang-undangan. Dalam hal ini, kalau kolom kosong menang, maka pilkada di daerah tersebut akan diulang dan dilaksanakan pada pemilihan serentak berikutnya. Calon tunggal yang kalah bisa ikut mendaftar kembali dalam pilkada berikutnya.
Daerah yang memiliki calon tunggal, yakni 3 kabupaten/kota yang ada di Provinsi Sumatera Utara, Kabupaten Humbang Hasundutan, Kota Gunung Sitoli dan Pematang Siantar.
Kemudian, Kabupaten Pasaman, Provinsi Sumatera Barat. Selanjutnya Ogan Komering Ulu dan Ogan Komering Ulu Selatan, Provinsi Sumatera Selatan. Satu kabupaten di Provinsi Bengkulu juga memiliki calon tunggal, yakni, Bengkulu Utara. Provinsi Jawa Tengah terdapat tujuh daerah dengan calon tunggal, yakni Boyolali, Grobogan, Kebumen, Kota Semarang, Sragen dan Wonosobo. Provinsi Jawa Timur didata memiliki dua daerah dengan calon tunggal, yakni Ngawi dan Kediri. Kabupaten Badung, Sumbawa Barat, Kota Balikpapan, Kutai Kartanegara, Gowa, Soppeng Mamuju Tengah, Manokwari Selatan, Pegunungan Arfak dan Raja Ampat juga didata memiliki calon tunggal.
(*)
Advertisement