Aura Positif Pura Ponjok Batu dan Sejarah Batu Perahu di Buleleng

Pura Ponjok Batu Buleleng memiliki nilai spritual tersendiri bagi umat Hindu Bali. Keberadaannya juga disertai dengan fenomena unik berupa perahu batu yang berada di tengah laut. Perahu ini terlihat berdiri di atas sebuah batu karang dan disucikan.

oleh Dewi Divianta diperbarui 08 Des 2020, 02:45 WIB
Pura Ponjok Batu dan Sejarah Batu Perahu di Buleleng (Dewi Divianta/liputan6.com)

Liputan6.com, Denpasar Sebagai destinasi yang terkenal dengan julukan Pulau Seribu Pura, kita dapat menemui tempat persembahyangan umat Hindu Bali itu hampir di setiap sudut wilayah. Ya, pura dengan nilai sejarah yang tinggi banyak dijumpai di Pulau Bali. Pura Ponjok Batu Buleleng adalah salah satunya. Aura positif terpancar begitu tiba di lokasi.

Pura Ponjok Batu membawa ingatan kita ke masa lampau. Kendati begitu, tidak ada catatan riil mengenai waktu berdirinya dari bangunan Pura Ponjok Batu. Hanya saja, keberadaan pura ini memiliki peran penting pada peristiwa datangnya Pendeta Siwa Sidanta Danghyang Nirartha pada abad ke-15 Masehi.

Masyarakat Bali pun percaya kalau Pura Ponjok Batu Buleleng berdiri jauh sebelum abad ke-15 Masehi. Kepercayaan itu diperkuat dengan adanya bukti berupa sarkofagus, yakni peti mayat yang dibuat dari bahan batu cadas. Model pemakaman seperti ini digunakan oleh masyarakat Bali pada rentang antara 2500 sampai 3000 SM. Penempatan mayat di sarkofagus, merupakan upaya dari bentuk penghormatan kepada roh leluhur.

Pura Ponjok Batu Buleleng merupakan Pura Dang Kahyangan atau Penyungsungan Jagat. Selain pura ini, ada pula pura lain yang memiliki fungsi serupa, yakni Pura Pulaki di wilayah Desa Banyupoh. Selain itu, pura ini juga memiliki kedekatan hubungan dengan Pura Bukit Sinunggal. Setiap pelaksanaan upacara melasti di Pura Bukit Situnggal, lokasi pemelastiannya dilaksanakan di Pura Ponjok Batu.

Pura Ponjok Batu memiliki arti tanjung batu. Penamaan tersebut disematkan pada pura ini karena lokasinya yang berada di wilayah semenanjung dan terlihat menjorok ke laut. Keberadaan pura ini pun cukup misterius. Lontar Dwijendra Tattawa merupakan satu dari sedikit bukti sejarah yang menceritakan tentang eksistensi Pura Ponjok Batu Buleleng.

Diceritakan kisah kedatangan Pendeta Siwa Sidanta, yakni Danghyang Nirartha pada masa pemerintahan Dalem Waturenggong. Beliau melakukan perjalanan spiritual menuju ke berbagai pura, diawali dengan Pura Pulaki. Dia pun turut menghabiskan waktunya untuk singgah ke Pura Ponjok Batu dan bersemedi di sana.

 


We Love Bali Jadikan Pura Ponjok Destinasi Wajib Dikunjungi

Batu Perahu di Buleleng di Bawah Pura Ponjok Batu (Dewi Divianta/Liputan6.com)

Dalam kedatangannya di Pura Ponjok Batu Buleleng, Danghyang Nirartha dikisahkan menolong bendega serta awak perahu yang berasal dari Lombok. Dalam kisah tersebut diciritakan bahwa awak perahu melihat adanya batu bersinar di tengah laut. Ketika berusaha mendatanginya, perahu tiba-tiba mengalami kerusakan dan tak dapat melanjutkan perjalanan.

Selanjutnya, Danghyang Nirartha pun membantu awak perahu sehingga bisa melanjutkan perjalanannya kembali ke Pulau Lombok. Beliau pun turut serta berangkat bersama rombongan ke Lombok. Konon, nilai spiritual dari lokasi Pura Ponjok Batu terus meningkat, dibuktikan dengan sinar yang memancar secara terus-menarus dari tempat ini.

Pura Ponjok Batu Buleleng tidak hanya memiliki nilai spritual tersendiri bagi umat Hindu Bali. Keberadaannya juga disertai dengan fenomena unik berupa perahu batu yang berada di tengah laut. Perahu ini terlihat berdiri di atas sebuah batu karang dan begitu disucikan oleh masyarakat setempat.

Para wisatawan pun bisa mendatangi secara langsung perahu batu yang ada di Pura Ponjok Batu Buleleng. Hanya saja, pastikan untuk tetap berhati-hati, karena ombak yang begitu besar di perairan ini. Selain itu, ada pula gua kecil yang berlokasi di depan perahu batu, digunakan sebagai tempat untuk melukat oleh masyarakat Hindu Bali.

Deputi Bidang Produk Wisata dan Penyelenggara Kegiatan (Event) Kemenparekraf/Baparekraf, Rizki Handayani menerangkan, dalam upaya memperbaiki kondisi ekonomi yang terpuruk selama pandemi Covid-19 dan bangkitkan pariwisata Bali, Pemerintah Daerah Bali melalui Tim Percepatan Pemulihan Pariwisata Bali yang didukung dan dibiayai penuh oleh Kementerian Pariwisata dan Enonomi Kreatif/ Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif menyelenggarakan program 'We Love Bali'.

Di mana masyarakat lokal diundang dan dibiayai untuk berlibur dan menikmati daya tarik wisata Bali sekaligus diperkenalkan dan mendapatkan edukasi terkait penerapan protokol kesehatan berbasis CHSE yaitu cleanliness (kebersihan), health (kesehatan), safety (keamanan) dan environment friendly (ramah lingkungan). 

"Pelaksanaan protokol kesehatan dilakukan dengan ketat di setiap daya tarik wisata yang dikunjungi, seperti wajib mengikuti pengecekan suhu tubuh, mencuci tangan sebelum memasuki daya tarik wisata, menggunakan handsanitizer, mengenakan masker dan menjaga jarak saat berkunjung ke destinasi wisata," katanya.

"Peserta diharapkan menjadi duta pariwisata yang dapat menggaungkan bahwa Bali siap menerima kunjungan wisatawan dengan penerapan protokol kesehatan yang baik, sekaligus memberi contoh pada masyarakat bagaimana cara berwisata yang aman dan bertanggungjawab untuk mencegah penularan Covid-19," ujar Rizki

 

 

 

 

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya