Liputan6.com, Jakarta - Google dinilai perlu lebih transparan tentang cara perusahaan menangani penyebaran berita palsu atau hoaks. Hal ini disampaikan Wakil Presiden Komisi Eropa, Vera Jourova, pada Senin (7/12/2020) setelah melakukan konferensi video dengan CEO Alphabet dan Google, Sundar Pichai.
Baca Juga
Advertisement
Penyebaran disinformasi di internet memicu kekhawatiran di seluruh dunia. Pemerintah dan regulator berusaha mengatasi masalah tersebut, terutama yang berkaitan dengan Pemilu, iklan politik, dan pandemi Covid-19.
Masalah penyebaran disinformasi ini juga menjadi sorotan di Indonesia.
"Saya menyerukan untuk menghadirkan berbagai tool untuk membuat periklanan lebih bertanggung jawab dan transparan, serta untuk bekerja dengan ekosistem yang lebih luas," ujar Jourova dalam sebuah pernyataan, seperti dikutip dari Reuters, Selasa (8/12/2020).
"Saya memberitahu Pichai jika dilakukan dengan benar, tool-tool seperti itu dapat berkontirbusi mengurangi monetisasi disinformasi," tegasnya.
Kritikan Lain untuk Google
Jourova pada pekan lalu meluncurkan European Democracy Action Plan untuk melawan disinformasi, meningkatkan kebebasan media, serta mempromosikan pemilihan yang bebas dan adil. Ia sebelumnya mengkritik Google karena menghasilkan uang dari penyebaran berita palsu.
"Saya senang mendengar bahwa Google membatasi target iklan politik, tapi undang-undang kami akan bertujuan lebih luas untuk juga mencakup apa yang disebut 'iklan berbasis masalah'," jelas Jourova merujuk pada rancangan regulasi Komisi Eropa yang akan dipresentasikan pada 15 Desember oleh Kepala Digital Uni Eropa, Margrethe Vestager.
Advertisement
Google dan Media
Jourova juga mendesak Google untuk memastikan distribusi pendapatan yang lebih adil dari artikel berita bagi media-media Eropa.
Google telah lama dikeluhkan karena dinilai menumpang secara gratis di perusahaan-perusahaan media. Raksasa teknologi itu baru-baru ini menandatangni kesepakatan dengan beberapa grup media Eropa.
(Din/Ysl)