Liputan6.com, Jakarta - Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia mengakui jika investor asal China saat ini menjadi yang terbesar di Indonesia. Selain itu, diakuinya investor asal negeri Tirai Bambu kerap melakukan tindakan yang melawan hukum.
"Bahwa ada data negara China ini ngeri-ngeri sedap juga. Contoh katakanlah nikel, hampir semua smelternya dari (investasi) China. Tapi memang diakui ini banyak juga pekerja yang enggak dibayar, atau ngomongnya hari ini A besok dia bikin lain lagi" ujar Bahlil dalam webinar 2021: Investment with Integrity, Navigating The New Realities, Selasa (8/12).
Advertisement
Untuk itu, kata Bos BKPM tersebut, diperlukan kebijakan tegas dari Indonesia terkait tata kelola investasi. "Sehingga tidak boleh ada satu negara yang mengontrol Indonesia dalam konteks investasi," paparnya.
Misalnya dengan memperketat perjanjian investasi yang berlaku sama bagi seluruh negara. Tujuannya agar investor asal China akan patuh dalam satu perjanjian yang bersifat 'clear and clean'.
"Kenapa ini diberlakukan? Karena kemudian agar tidak menimbulkan hal-hal yang berorientasi kepada kerugian," terangnya.
Terkait dominasi investor asal negeri Tirai Bambu ini, Menurut Bahlil, hal ini tak lepas dari keberanian China untuk mengambil risiko yang kemudian muncul. Sedangkan negara lain lebih memilih untuk melakukan kajian terlebih dahulu sebelum berinvestasi di Indonesia.
"Harus jujur ajalah kita akui memang di satu sisi China paling berani. Kalau Jepang itu terlalu banyak kali penelitiannya, negara lain juga begitu debatnya minta ampun," tutupnya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Pulihkan Ekonomi, BKPM Genjot Investasi di 4 Sektor Ini
Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia mengatakan, ada empat sektor investasi yang tengah di genjot pada masa kedaruratan kesehatan akibat Covid-19. Sebab, sektor tersebut mempunyai nilai tambah yang diharapkan mampu mempercepat proses pemulihan ekonomi nasional.
"Empat sektor yang mempunyai berpotensi mempunyai nilai tambah besar, yakni industri farmasi dan alat kesehatan, infrastruktur, pertambangan, dan energi," ujar Bahlil dalam webinar 2021: Investment with Integrity, Navigating The New Realities, Selasa (8/12/2020).
Bahlil mengungkapkan, terkait pemilihan industri farmasi dan alat kesehatan pihaknya ingin menekan ketergantungan akan impor bahan baku. Khususnya impor bahan baku obat yang telah mencapai angka 90 persen.
"Karena datanya sebelum era pandemi Covid-19, presentase impor bahan baku obat mencapai 90 persen. Ini kalau ditambah Covid-19 tentu permintaan akan meningkat, kita ga tau lagi bangsa kita mau mau jadi apa ke depan kalau tidak segera diupayakan," paparnya.
Terkait infrastruktur, ini berkaitan dengan upaya pemerataan penempatan investasi antara Jawa dan luar Jawa oleh pemerintah Jokowi. Sebagaimana yang telah diimplementasikan melalui pembangunan infrastruktur secara masif di luar Jawa sejak Jokowi menjabat sebagai presiden.
"Hal ini terlihat bahwa realisasi hingga kuartal III 2020 mulai berimbang, dimana investasi di Jawa mencapai Rp305,7 triliun atau setara 50,3 persen sedangkan di luar Jawa mencapai Rp30,4 triliun atau 49,7 persen. Jadi gapnya ga sampai 1 persen, sehingga pembangunan infrastruktur terus di dorong untuk juga menciptakan lapangan kerja di masa Covid-19," terangnya.
Sementara untuk pertambangan, pihaknya mulai memfokuskan untuk investasi yang mendorong nilai tambah. Misalnya di sektor batu bara mulai mengarah ke hilirisasi. "Sehingga ini akan tadi meningkatkan nilai tambah," ucapnya.
Pun untuk energi, BKPM berkomitmen penuh untuk mendorong investasi di sektor energi terbarukan. Sehingga investasi energi di Indonesia tak hanya membawa dampak positif bagi ekonomi namun juga pelestarian lingkungan untuk meningkatkan nilai tambah.
Reporter: Sulaeman
Merdeka.com
Advertisement