Hari Antikorupsi Sedunia, Novel Baswedan: Pelemahan KPK Harus Tetap Disuarakan

Menurut Novel, UU KPK hasil revisi membuat kinerja lembaga antirasuah terbatas.

oleh Fachrur Rozie diperbarui 09 Des 2020, 11:37 WIB
Penyidik KPK Novel Baswedan usai memneuhi panggilan penyidik Komisi Kejaksaan di Jakarta, Kamis (2/7/2020). Novel Baswedan memberikan keterangan terkait aduan masyarakat terhadap penuntut kasus penyerangan air keras pada 2017. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan meminta masyarakat tetap menyuarakan pelemahan KPK lewat Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 atas perubahan UU Nomor 30 Tahun 2002. Pernyataan ini disampaikan Novel bertepatan dengan Hari Antikorupsi Sedunia (Hakordia) 2020.

Novel Baswedan berharap, pemerintah mendengarkan aspirasi masyarakat yang menginginkan penguatan dalam pemberantasan korupsi.

"Saya kira pelemahan KPK yang selama ini harus tetap disuarakan agar pemerintah memperkuat upaya memberantas korupsi itu, terus bersemangat dan peduli dengan upaya memberantas korupsi," kata Novel dikonfirmasi, Rabu (9/12/2020).

Dampak dari berlakunya UU KPK hasil revisi membuat kinerja lembaga antirasuah terbatas. Salah satunya yakni terkait tim penindakan yang harus lebih dahulu mendapat izin dewan pengawas sebelum menangkap pihak yang melakukan tindak pidana suap.

Tak hanya itu, dalam UU baru tersebut juga menyatakan bahwa pegawai KPK akan menjadi aparatur sipil negara (ASN). Dengan begitu, KPK diduga tidak lagi independen, karena berada di bawah kekuasaan eksekutif.

 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:


Rawan Korupsi Saat Pandemi Covid-19

Penyidik KPK menunjukan barang bukti uang tunai saat konferensi pers terkait Operasi Tangkap Tangan (OTT) atas kasus dugaan suap bansos penanganan covid-19 Kementerian Sosial, di Jakarta, Minggu (6/12/2020). Kasus ini menjerat Mensos Juliari Batubara jadi tersangka. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Menurut Novel, di masa pandemi Covid-19 ini tengah dimanfaatkan oleh oknum tertentu untuk menguras uang rakyat. Salah satu yang sudah diungkap pihak KPK adalah dugaan suap pengadaan bantuan sosial (bansos) pandemi Covid-19 untuk wilayah Jabodetabek tahun 2020.

Kasus itu menjerat Menteri Sosial (Mensos) Juliari Peter Batubara. KPK menduga, Juliari mendapat keuntungan Rp 10 ribu dari paket bansos senilai Rp 300 ribu. Secara keseluruhan, Juliari mendapatkan fee sebesar Rp 17 miliar dari dua periode paket sembako bansos Covid-19.

"Masalah korupsi di sektor itu menjadi masalah yang banyak dibicarakan, bukan terkait dengan kerja tempat lain lagi, tentunya kita terus harus menjaga semangat untuk mau kritis dan peduli terhadap masalah korupsi," kata Novel.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya