Desa Janjang dan Cerita Seekor Ular yang Ingin Menggagalkan Pilkada Blora

Panitia Pemungutan Suara Pilkada Blora dibuat geger dengan seekor ular yang tiba-tiba ada dalam mobil pengangkut logistik pilkada.

oleh Ahmad Adirin diperbarui 09 Des 2020, 15:00 WIB
Panitia Pemungutan Suara Pilkada Blora dibuat geger dengan seekor ular yang tiba-tiba ada dalam mobil pengangkut logistik pilkada. (Liputan6.com/ Ahmad Adirin)

Liputan6.com, Blora - Panitia Pemungutan Suara Pilkada Blora dibuat geger dengan penemuan ular di mobil yang digunakan untuk mendistribusikan logistik pilkada. 

"Jelas kaget, mobil yang digunakan itu adalah mobilnya bapak kades," ungkap ketua Panitia Pengawas Kecamatan (Panwascam) Jiken, Prayitno kepada Liputan6.com, Rabu (9/12/2020).

Prayitno menceritakan, awalnya sopir merasa ada yang aneh dengan mobil yang dibawanya. Saat mobil diperiksa, benar saja terlihat ada seekor ular yang ikut menumpang.

"Ada ularnya tetapi saat dicari sampai setengah jam lebih tidak ketemu, mobil lalu digunakan lagi untuk mengirim logistik-logistik," katanya.

Saat mobil itu dipergunakan kembali untuk mengangkut logistik pilkada, ular tersebut seperti muncul kembali. Saat dicari untuk kedua kali, penyelenggara pemilu di Desa Janjang, Kecamatan Jiken dibantu polisi, linmas, dan warga sekitar, akhirnya berhasil menangkap ular tersebut.

"Ular tersebut tidak dibunuh, namun di buang ke hutan yang jaraknya tidak terlalu dekat dengan rumah warga," katanya.

Kapolsek Jiken Blora, Iptu Nur Dwi Edie, saat dikonfirmasi membenarkan kejadian tersebut. Nur Dwi mengatakan, dalam perjalanan anggota KPPS di dalam mobil yang berisi kotak suara muncul ular dumung. Spontan petugas kaget dan menghentikan perjalanan untuk mengusir ular tersebut.

"Komandan Bripka Joko Sarwono pernah berdinas di Satbrimob kompi 1 Den C Solobaru, memiliki kemampuan menjinakan ular, dengan sigap ular dijinakkan dan ditangkap lalu disingkirkan," katanya. 

 

**Ingat #PesanIbu

Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.

Selalu jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.

Simak juga video pilihan berikut ini:


Legenda Punden Janjang

Desa Janjang di Jiken, Blora, sendiri punya catatan sejarah yang panjang. Di desa ini terdapat peninggalan bersejarah abad ke-16, yakni makam putera dari Sultan Pajang Hadi Widjaja (Jaka Tingkir), yang bernama Raden Djati Koesoema. Usut punya usut, seringkali orang-orang yang mencalonkan diri menjadi pemimpin kerap berkunjung ke desa itu. Tujuannya utamanya adalah untuk sowan ke 'Punden Janjang'.

Cerita tutur yang berkembang hingga saat ini, ratusan tahun silam pernah ada pangeran bersaudara yang sedang mengembara di Kabupaten Blora, Jawa Tengah. Kedua pangeran itu adalah putera dari Sultan Pajang Hadi Widjaja (Jaka Tingkir) yang bernama Raden Djati Koesoema dan Raden Djati Swara.

Di kisahkan, mereka mengembara untuk mencari pusaka Pajang yang hilang kemudian meninggal dan di makamkan di Blora. Makam mereka terkenal akan sebutan 'Punden Janjang' yang terletak di Desa Janjang.

Untuk menuju lokasi makam tersebut cukup mudah, bisa dengan kendaraan roda dua maupun roda empat. Banyak masyarakat Blora yang mengetahui lokasi lokasi keberadaan makam.

Di ketahui, setiap tahunnya di makam tersebut diadakan upacara sedekah bumi yang dilaksanakan setiap habis panen, tepatnya pada hari Jumat Pon (hari jawa).

Di samping itu, di makam tersebut juga sering digunakan sebagai tempat ngalab berkah (mencari barokah). Ritual itu dilaksanakan dengan acara mementaskan pertunjukan 3 wayang Kroetjil (Krucil) peninggalan Raden Djati Koesoema.

Makam Raden Djati Koesoema dan Raden Djati Swara sering digunakan sebagai sarana melakukan peradilan tradisional yang dikenal dengan istilah 'Sumpah Janjang'. Acara tersebut biasanya dilakukan dalam rangka mencari kebenaran yang sudah tidak bisa dilakukan dengan jalan lain.

Dengan dilakukannya 'Sumpah Janjang' dalam waktu yang tidak terlalu lama, konon dipercaya kebenaran pasti akan segera terungkap, paling lama dalam jangka waktu tiga bulan. Hal ini sebagaimana pepatah Jawa yang berbunyi "becik ketitik, ala ketara" (yang baik akan diketahui, yang jelek pun akan kelihatan).

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya