Tekan Emisi Karbon, Indonesia Bakal Kantongi Rp 1,55 Triliun dari Bank Dunia

Pemerintah Indonesia melalui KLHK telah meneken kesepakatan penting dengan Fasilitas Kemitraan Karbon Hutan yang dikelola Bank Dunia pada 27 November lalu.

oleh Liputan6.com diperbarui 09 Des 2020, 19:10 WIB
Emisi karbon merupakan kunci penting untuk menghindari perubahan iklim saat ini. Solusinya adalah mesin penghisap karbon di Swiss. (Pixabay)

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) telah meneken kesepakatan penting dengan Fasilitas Kemitraan Karbon Hutan (Forest Carbon Partnership Facility/ FCPF) yang dikelola Bank Dunia pada 27 November lalu.

Kesepakatan penting itu membuka peluang bagi Indonesia untuk menerima hingga USD 110 juta atau setara Rp 1,55 triliun (kurs 14.103 per dolar AS) untuk upaya penurunan emisi karbon dari deforestasi dan degradasi hutan hingga 2025.

Dengan diberlakukannya Kesepakatan Pembayaran Pengurangan Emisi (ERPA) ini, Indonesia akan menerima pembayaran berbasis hasil untuk mengurangi 22 juta ton emisi karbon di provinsi Kalimantan Timur. Pengurangan emisi di kawasan ini adalah langkah penting guna mendukung Indonesia dalam mencapai target iklim dan lingkungan nasional.

"Kesepakatan ini merupakan bukti kerja keras Indonesia yang terus menerus mengurangi deforestasi dan melindungi hutan. Namun, upaya kami tidak akan berhenti sampai di sini. Program ini telah membangun momentum positif dan mendukung kesempatan kolaborasi lintas pemerintah, organisasi masyarakat sipil, komunitas, dan pelaku usaha," ujar Bambang Hendroyono, Sekretaris Jenderal KLHK dalam pernyataannya, Rabu (9/12).

Program Pengurangan Emisi Indonesia di provinsi Kalimantan Timur, yang memiliki populasi sekitar 3,5 juta, bertujuan untuk menurunkan laju deforestasi dan degradasi hutan di 12,7 juta hektar lahan yang kaya akan hutan hujan tropis dan keanekaragaman hayati.

Program ini juga akan mendukung perbaikan tata kelola lahan dan mata pencaharian lokal, dan melindungi habitat berbagai spesies yang rentan dan terancam punah melalui kegiatan seperti perbaikan perizinan kehutanan, peningkatan jumlah perkebunan skala kecil, dan mendukung perencanaan berbasis masyarakat.

"Meskipun pekerjaan penurunan emisi di lapangan akan dilakukan di satu provinsi, hasilnya akan membantu kami sebagai negara untuk mencapai tujuan kami untuk mengurangi deforestasi dan degradasi, mengatasi dampak perubahan iklim, dan menempatkan Indonesia di jalur pembangunan hijau," terangnya.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Semua Pihak Dapat Manfaat

Kondisi hutan bakau di pesisir kawasan Marunda, Jakarta, Selasa (27/8/2019). Tutupan hutan tersebut berakibat bertambahnya emisi karbon dioksida hingga 4,69 kilo ton. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Sementara itu, Gubernur Kalimantan Timur, Isran Noor memastikan bahwa semua pihak mendapatkan manfaat dari hasil jangka panjang program ini, termasuk mata pencaharian yang lebih baik. Menyusul adanya hutan yang lebih sehat, dan masyarakat yang lebih tahan terhadap dampak perubahan iklim.

"Di Kalimantan Timur, masyarakat kami adalah jantung dari pengelolaan lahan dan hutan yang berkelanjutan," imbuh dia.

Kepala Perwakilan Bank Dunia untuk Indonesia dan Timor-Leste, Satu Kahkonen mengungkapkan kesepakatan untuk pengurangan emisi karbon di Kalimantan Timur adalah bukti upaya Indonesia dalam melindungi dan mengelola hutan tropis secara berkelanjutan. Sebab, hutan tropis Indonesia merupakan sumber daya yang penting dalam skala global

"Indonesia telah berkomitmen untuk mengurangi hingga 41 persen emisi gas rumah kaca pada tahun 2030 serta mempercepat pembangunan berkelanjutan dalam rencana pembangunan nasionalnya. Perjanjian ini akan mendukung pencapaian tujuan nasional yang ambisius tersebut," ucapnya.

Perlu diketahui, Fasilitas Kemitraan Karbon Hutan (FCPF) adalah kemitraan global pemerintah, bisnis, masyarakat sipil, dan organisasi masyarakat adat yang berfokus pada pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan, konservasi stok karbon hutan, pengelolaan hutan berkelanjutan, dan peningkatan stok karbon hutan di negara berkembang, kegiatan yang biasa disebut sebagai REDD +.

Program ini diluncurkan pada tahun 2008, FCPF telah bekerja sama dengan 47 negara berkembang di Afrika, Asia, serta Amerika Latin dan Karibia, bersama dengan 17 donor yang telah memberikan kontribusi dan komitmen senilai USD 1,3 miliar.

Reporter: Sulaeman

Sumber: Merdeka.com


Infografis Protokol Kesehatan

Infografis Harga Mati DISIPLIN Protokol Kesehatan (Liputan6.com/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya