Kurang Optimalnya Data Wilayah Kerja Migas Bikin Investor Ogah Mampir

Selama ini alokasi dana untuk penyiapan data WK migas masih tergolong minim

oleh Pipit Ika Ramadhani diperbarui 09 Des 2020, 19:50 WIB
Kementerian ESDM berencana menyempurnaan sistem pengelolaan data hulu migas untuk mendorong eksplorasi migas.

Liputan6.com, Jakarta - Deputi Bidang Koordinasi dan Pengembangan Usaha BUMN, Riset dan Inovasi Kemenko Perekonomian, Montty Girianna meminta Kementerian ESDM untuk membenahi kualitas data wilayah kerja (WK) migas.

Menurutnya, selama ini alokasi dana untuk penyiapan data WK migas masih tergolong minim. Sehingga kualitas data yang dihasilkan juga tidak maksimal. Diduga, ini menjadi salah satu penyebab WK migas kurang diminati investor.

"Cekungan pas ditawarkan ke pelaku usaha kan data-datanyanya betul-betul harus dikumpulkan Badan Geologi, tappi dananya sangat minim dibanding negara lain," jelas Montty dalam Oil & Gas Stakeholders Gathering, Rabu (9/12/2020).

Dalam catatannya, Monty menyebutkan Badan Geologi menghasilkan data untuk dua hingga tiga WK Migas dalam setahun, yang kemudian akan dilelang oleh Kementerian ESDM.

Dalam ksempatan yang sama, Direktur Jenderal Migas Kementerian ESDM Tutuka Ariadji mengakui kurang optimalnya kualitas data WK. Untuk itu, ia menjamin saat ini keterbukaan data jadi salah satu poin yang didorong Kementerian ESDM.

Ia menjelaskan, para investor kini dapat mendaftarkan diri untuk menjadi membership yang memungkinkan para investor mengakses data potensi yang ada. Saat ini, Kemneterian ESDM tengah mempersiapkan 10 WK yang sipa untuk dilelang tahun depan.

"Tahun depan 10 WK akan ditawarkan. Sudah siap 5 WK dan 5 WK lagi akan disiapkan," ujar Tutuka.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Kaya Sumber Energi, Indonesia Masih Berstatus Negara Importir

Ilustrasi tambang migas (iStockPhoto)

Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Budi Sadikin mengatakan keseimbangan penggunaan energi di Indonesia kurang tepat. Alasannya, meski Indonesia merupakan negara surplus energi sejak 50 tahun terakhir, namun sebagian besar penggunaan energi justru harus impor dari luar negeri.

"Kita surplus energi dalam 50 tahun terakhir, tapi sayangnya kita mengalami ketidaksesuaian energi," kata Budi dalam Global Energy Transitions and The Implications For Indonesia, Jakarta, Rabu, (9/12).

Padahal, lanjut Budi, tidak semua negara di dunia diberkahi surplus energi, selaiknya Indonesia. Tiga sumber energi Indonesia yang melimpah antara lain batu bara, minyak dan gas.

Namun faktanya batu bara yang ada di Indonesia diekspor keluar negeri. Kemudian mengimpor minyak mentah untuk digunakan untuk transportasi dan gas LPG untuk digunakan di sektor rumah tangga.

Budi menuturkan, konsumsi energi terbesar di Indonesia digunakan untuk transportasi. Semua alat transportasi yang digunakan di Indonesia 100 persen menggunakan minyak.

"Ini ada ketidaksesuaian energi. Kita kekurangan minyak, makanya kita impor dari luar," kata dia.

Konsumsi energi terbesar kedua yakni sektor industri. Penggunaan energi di sektor ini disebut jauh lebih baik karena penggunaanya mencapai 29 persen. Penggunaan energi di industri juga berasal dari sumber energi yang ada di Indonesia, tidak seperti sektor transportasi yang mengandalkan minyak 100 persen.

Komponen penggunaan energi terbesar lainnya konsumsi rumah tangga. Sektor ini menggunakan 15 persen energi yang setara 1.000 barel minyak. Sayangnya dari jumlah tersebut 50 persen diantaranya menggunakan gas LPG yang juga merupakan energi impor.

"Dari 15 persen ini, 50 persen ini pakai LPG yang kita tidak punya," kata dia.

Reporter: Anisyah Al Faqir

Sumber: Merdeka.com 


Infografis SKK MIgas

Di tengah kebutuhan energi nasional yang terus meningkat, menemukan minyak dan gas bumi (migas) menjadi semakin sulit

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya