Liputan6.com, Jakarta - Deputi Bidang Koordinasi dan Pengembangan Usaha BUMN, Riset dan Inovasi Kemenko Perekonomian, Montty Girianna menyampaikan sejumlah permasalah yang masih menjadi pekerjaan rumah industri migas di dalam negeri.
Sebagai contoh, Montty menyinggung hengkangnya PT Rekayasa Industri (Rekind) dari proyek pipa gas Cirebon - Semarang setelah proyek tersebut mangkrak selama 14 tahun.
Advertisement
“Salah satu problemnya itu pemenang tender menghadapi tiga resiko yang bersamaan. Konstruksi, karena harus membangun, kedua komersial, ketiga resiko pasokan gas,” beber Montty dalam Oil & Gas Stakeholders Gathering, Rabu (9/12/2020).
Untuk itu, Montty menyampaikan bahwa pemerintah mestinya bisa memastikan untuk menanggung pasokan gas. Sehingga siapapun yang akan menjalankan proyek tidak merasa rugi ketika suatu saat gasnya berkurang.
“Jadi siapapun yang akan mengerjakan bisa diselesaikan, dan tidak harus pusing dengan gasnya. Gasnya biar jadi urusan kita,” kata dia.
Menurut Montty, pemerintah harus melakukan sinergi dan negosiasi yang advance dari sisi hulu dan hilir
“Ini PR kita pemerintah, bagaimana supaya mereka invest, mereka operasikan. Kalau gasnya berkurang, kita harus beri garansi, make sure supaya mereka tidak rugi,” pungkas dia.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Indonesia Harus Beralih ke Energi yang Mampu Diproduksi Sendiri
Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Budi Sadikin menilai, sebaiknya Indonesia mulai mengubah pola konsumsi energi. Indonesia harus mulai beralih menggunakan energi yang bisa diciptakan sendiri dari sumber yang telah ada. Salah satunya dengan menggunakan energi listrik.
Energi listrik dinilai sebagai energi dengan format menengah. Listrik bisa diciptakan dari berbagai sumber energi yang dimiliki seperti batubara, gas, panas bumi, energi matahari, angin, air dan sebagainya.
"Listrik ini format menengah dalam penggunaan energi dan listrik bisa diciptakan dari berbagai sumber," kata Budi.
Sektor transportasi yang selama ini mengandalkan minyak juga bisa diganti dengan listrik. Sebagai sektor yang paling besar menggunakan minyak impor, sektor ini dipercaya akan banyak membawa perubahan demi menyeimbangkan penggunaan energi.
"Kalau kita bisa menyelesaikan masalah utama di transportasi, mengubah dari minyak ke listrik kita akan menyeimbangkan penggunaan energi kita," kata dia.
Begitu juga dengan penggunaan listrik pada konsumsi rumah tangga. Sebab, selama ini gas yang digunakan untuk memasak tersebut impor dari luar negeri. Peralihan penggunaan energi ini bakal memaksimalkan upaya menyeimbangkan neraca penggunaan energi.
"Dengan penggunaan listrik, maka neraca penggunaan energi kita akan semakin seimbang," kata dia.
Peralihan penggunaan listrik juga bisa berdampak pada fluktuasi nilai tukar rupiah yang meningkat. Suku bunga bank akan menjadi lebih baik karena risiko nilai tukarnya akan dinormalisasi. Sehingga membawa dampak pada sektor makro ekonomi dan pasar keuangan.
"Dengan mengubah kebijakan konsumsi energi dan memiliki kelebihan energi ini akan bermanfaat untuk Indonesia," kata dia mengakhiri.
Reporter: Anisyah Al Faqir
Sumber: Merdeka.com
Advertisement