Gelar Rakornas TPAKD, OJK Fokus Perluas Akses Keuangan di Daerah

OJK) menggelar rapat koordinasi nasional (rakornas) Tim Percepatan Akses Keuangan Daerah (TPAKD) hari ini, Kamis (10/12/2020).

oleh Athika Rahma diperbarui 10 Des 2020, 11:27 WIB
Ilustrasi OJK

Liputan6.com, Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menggelar rapat koordinasi nasional (Rakornas) Tim Percepatan Akses Keuangan Daerah (TPAKD) hari ini, Kamis (10/12/2020). Rakornas tersebut mengusung tema Sinergi Percepatan Akses Keuangan di Daerah untuk Indonesia Maju.

Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso mengatakan, pelaksanaan rakornas ini dilakukan untuk meningkatkan literasi, edukasi, akses penyimpananan uang, akses pembayaran hingga akses pembiayaan masyarakat di daerah.

"Dampak pandemi Covid-19 ini tidak terelakkan, memukul seluruh ekonomi termasuk pengusaha informal dan UMKM. Segala upaya dikerahkan, baik untuk bertahan maupun bangkit, melalui akses keuangan di daerah," ujar Wimboh dalam Rakornas TPAKD 2020 secara virtual.

Wimboh bilang, ketersediaan aksesk keuangan yang luas sangat penting terutama bagi masyarakat yang belum bankable serta para pelajar untuk meningkatkan semangat menanbung.

Karena itu, percepatan akses ini menjadi perhatian dan prioritas OJK, dan hal tersebut harus dilakukan dengan sinergi bersama antara OJK dengan berbagai pemangku kepentingan, mulai dari pemerintah daerah, regulator keuangan, pelaku industri keuangan dan instansi lain.

"Saat ini sudah dibentuk 224 TPAKD di 32 provinsi dan 192 kabupaten/kota. Kami komitmen dan mohon dukungan untuk memperluas pendirian TPAKD di provinsi, kabupaten dan kota lain seiring dengan tingginya kebutuhan akses keuangan," ujar Wimboh.

Adapun, rakornas ini diselenggarakan memuat beberapa agenda, seperti diskusi interaktif, peluncuran roadmap TPAKD 2021-2025, penyampaian arahan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan pemberian penghargaan TPAKD 2020.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


BI dan OJK Dinilai Tak Beri Perlindungan Hukum ke Konsumen soal Fintech

Ilustrasi fintech. Dok: sbs.ox.ac.uk

Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN), Rizal Edy Halim menilai, pengaturan perusahaan pembiayaan berbasis teknologi (fintech) yang dilakukan otoritas masih belum memberikan kepastian hukum bagi konsumen. Baik itu melalui peraturan yang dikeluarkan Bank Indonesia maupun Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

"Kami memandang ini belum ada respon yang mumpuni dengan kasus yang masuk ke BPKN," kata Rizal pada Forum Diskusi Salemba dengan tema Menimbang Peran OJK dalam Menjamin Regulasi Perlindungan Konsumen Industri Keuangan Era Pandemi Covid-19, Jakarta, Selasa (8/12/2020).

Berbagai pengaduan yang masuk, menunjukkan masih banyak pelanggaran terhadap nasabah. Antara lain berupa pencurian data pribadi, penetapan suku bunga pinjaman yang sangat tinggi sampai dengan penagihan yang intimidatif.

Rizal mengatakan pihaknya telah berupaya untuk menjalin komunikasi dengan OJK. Namun belum ada respon yang cukup membantu bagi konsumen.

Dalam hal ini kata Rizal, OJK hanya mengawasi perusahaan fintech yang telah terdaftar dan memiliki izin usaha. Sementara selebihnya, bukan menjadi wilayah pengawasan OJK.

"OJK hanya mengawasi fintech yang legal, selebihnya itu bukan jadi pengawasan dari OJK," kata Rizal.

Padahal banyak pelanggaran yang terjadi dilakukan oleh perusahaan fintech ilegal. Seharusnya, OJK bisa melaporkan perusahaan fintech ilegal dan melaporkannya kepada Kementerian Komunikasi dan Informatika.

"Harusnya ini dikerjasamakan dengan Kominfo untuk di-take down fintech ilegal yang beredar setiap hari di masyarakat kita," ungkapnya.

Selain itu, berdasarkan temuan dari Satgas Waspada Investasi OJK juga menunjukkan 50 persen penyelenggara fintech asing illegal ini berasas dari 3 negara besar yang beroperasi di Indonesia. Mereka merupakan perusahaan yang berasal dari China, Amerika Serikat, Singapura dan malaysia.

"Ini yang terjadi di masyarakat Indonesia yang berpotensi merugikan konsumen," kata dia.

Reporter: Anisyah Al Faqir

Merdeka.com 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya