Timbulkan Diagnosis HIV Palsu, Pengembangan Vaksin COVID-19 di Australia Dihentikan

Pengembangan vaksin COVID-19 di Australia dihentikan setelah ditemukannya hasil positif HIV palsu dalam uji klinis.

oleh Natasha Khairunisa Amani diperbarui 11 Des 2020, 15:49 WIB
Banner Vaksin Covid-19 (Liputan6.com/Triyasni)

Liputan6.com, Jakarta- Pengembangan vaksin COVID-19 di Australia oleh Universitas Queensland dihentikan pada Jumat (11/12/2020). Alasannya karena uji klinis vaksin corona menunjukkan hasil positif HIV palsu di antara subjek tes pada tahap awal.

Dikutip dari AFP, dengan munculnya hasil tersebut mendorong pemerintah untuk membatalkan rencana untuk membeli jutaan dosis  kandidat vaksin tersebut. 

Perdana Menteri Australia Scott Morrison menyatakan, pemerintah memilih untuk meningkatkan pesanan vaksin COVID-19 alternatif dari AstraZeneca dan Novax. 

"Vaksin Universitas Queensland tidak akan dapat dilanjutkan berdasarkan saran ilmiah, dan itu tidak akan lagi menjadi bagian dari rencana vaksin Australia," terang PM Morrison.

Kandidat vaksin COVID-19 yang masih dalam fase uji coba pertama di Universitas Queensland itu, diketahui menggunakan sejumlah kecil protein HIV sebagai "penjepit molekuler". 

Namun, hal itu memicu respons antibodi yang dapat mengganggu skrining HIV, menurut Menteri Kesehatan Australia Greg Hunt.

 

** #IngatPesanIbu

Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.

Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.

Saksikan Video Berikut Ini:


Menghindari Isu Kepercayaan Publik

Banner Infografis Yuk Kenali Cara Kerja Vaksin Covid-19. (Liputan6.com/Abdillah)

Sekretaris Departemen Kesehatan Australia Brendan Murphy menjelaskan, meski vaksin telah terbukti menjanjikan dalam menekan COVID-19 dan tidak ada kemungkinan penularan HIV, pengembangan vaksin tersebut dihentikan karena kekhawatiran dapat merusak kepercayaan publik terhadap vaksinasi. 

"Ini mungkin akan bekerja dengan sangat baik sebagai vaksin (COVID-19), tapi kami tidak bisa memiliki masalah dengan kepercayaan (publik)," jelas Murphy.

Di sisi lain, Profesor Paul Young dari Universitas Queensland bersikeras bahwa protein HIV yang digunakan dalam vaksin itu "sama sekali tidak berbahaya" dan tidak menimbulkan risiko kesehatan bagi mereka yang ikut serta dalam uji coba.

Sementara itu, pemerintah mengatakan, pengumuman terkait vaksin dari Universitas Queensland itu tidak mengubah rencana peluncuran vaksin lain yang akan dimulai pada Maret 2020. 

Dengan Australia mencatat hanya sejumlah kecil infeksi harian COVID-19, pemerintah mengatakan dapat mengambil pendekatan yang relatif berhati-hati terhadap vaksin dibandingkan dengan negara dengan wabah besar.

Sejauh ini, Australia telah mencatat 28.000 kasus COVID-19 dari populasi 25 juta, dengan sekitar 900 kematian.


Infografis Negara Pertama Suntik Vaksin COVID-19, Inggris atau China?

Infografis Negara Pertama Suntik Vaksin Covid-19, Inggris atau China? (Liputan6.com/Trieyasni)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya