Liputan6.com, Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) membatalkan Surat Tanda Bukti Terdaftar dua penyelenggara fintech lending. Keduanya yaitu PT Danakoo Mitra Artha dan PT Glotech Prima Vista.
"Adapun terdapat dua penyelenggara fintech lending yang dibatalkan Surat Tanda Bukti Terdaftarnya," dikutip dari keterangan resmi OJK, Jumat (11/12/2020).
Advertisement
Sementara itu, sampai dengan 7 Desember 2020, total jumlah penyelenggara fintech peer-to-peer lending atau fintech lending yang terdaftar dan berizin di OJK adalah sebanyak 152 perusahaan.
OJK juga mengimbau masyarakat untuk menggunakan jasa penyelenggara fintech lending yang sudah terdaftar/berizin dari OJK.
"Hubungi Kontak OJK 157 melalui nomor telepon 157 atau layanan whatsapp 081157157157 untuk mengecek status izin penawaran produk jasa keuangan yang Anda terima," tutup keterangan tersebut.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
BPKN: Banyak Fintech Langgar Aturan saat Ajukan Izin di OJK
Hasil investigasi yang dilakukan Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) menunjukkan, masalah antara masyarakat dan perusahaan pembiayaan (fintech) terjadi di masa sandbox. Periode sandbox ini merupakan rangkaian proses mendapatkan izin bagi perusahaan fintech kepada OJK.
"Sepanjang periode sandbox ini banyak persoalan yang terjadi. Mungkin salah satunya kasus fintech yang sering terjadi akhir-akhir ini," kata Ketua BPKN Rizal Edy Halim dalam Forum Diskusi Salemba dengan tema Menimbang Peran OJK dalam Menjamin Regulasi Perlindungan Konsumen Industri Keuangan Era Pandemi Covid-19, Jakarta, Selasa (8/12/2020).
Rizal menuturkan periode ini merupakan salah satu masa bagi OJK untuk menentukan pemberian izin bagi perusahaan pembiayaan. Setelah perusahaan pembiayaan mendaftar ke otoritas, OJK akan memberi masa percobaan selama satu tahun yang disebut sandbox.
Usai masa ujicoba ini berakhir, OJK lalu melakukan evaluasi. Bila sudah sesuai kriteria yang telah ditetapkan, barulah OJK akan memberikan izin bagi perusahaan tersebut.
"Jadi mendaftar dulu, ada periode satu tahun yang mereka boleh beroperasi. Setelah dievaluasi OJK, nanti diputuskan diberi izin atau tidak," tutur Rizal.
Sayangnya kata Rizal, selama masa percobaan ini banyak pelanggaran yang dilakukan perusahan pembiayaan. Umumnya pelanggaran terhadap hak konsumen.
"Dalam proses ini banyak pelanggaran terhadap hak-hak konsumen," kata dia.
Sehingga, menurutnya proses uji coba ini perlu kembali dievaluasi. "Ini nanti akan kita bangun komunikasinya dengan kasus yang ada di masa sandbox ini," kata dia.
Adapun beberapa persoalan P2P Lending di Indonesia yang tercatat di BPKN antara lain keberadaan perusahaan yang ilegal dan melakukan penagihan utang dengan intimidasi dan melanggar hak privasi dari nasabah selaku konsumen. Konsumen mendapat denda tagihan dengan bunga yang sangat besar.
Sistem keamanan yang belum memberikan hak atas kenyamanan kepada nasabah. Sehingga di era digital ini sangat memungkinkan penyalahgunaan informasi secara mudah atau kebocoran data.
Sebagai informasi, saat ini hanya ada 155 perusahaan pembiayaan yang terdaftar atau berizin di OJK. Sementara itu sejak tahun 2018, Satgas Waspada Investasi sudah menghentikan 2.840 entitas fintech peer to peer (P2P) yang tidak memiliki izin dari OJK.
Anisyah Al Faqir
Merdeka.com
Advertisement