Usulan Menteri ATR Ada Pajak Progresif Kepemilikan Tanah demi Berantas Makelar

Menteri ATR menyebut jika saat ini kepemilikan tanah di Indonesia sangat tidak adil.

oleh Liputan6.com diperbarui 11 Des 2020, 18:46 WIB
Anak-anak bermain di atas tanah puing lahan sengketa di Pedongkelan, Jakarta, Kamis (11/7/2019). Meski bertempat tinggal di atas lahan sengketa, anak-anak setempat memanfaatkan tanah kosong yang penuh semak belukar tersebut sebagai sarana bermain ketika sore hari. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Liputan6.com, Jakarta Menteri Agraria Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Sofyan Djalil mengusulkan, agar ada pengenaan pajak progresif untuk kepemilikan tanah. Langkah ini diyakini bisa memberantas makelar yang sengaja mencari keuntungan di bidang tanah dengan cara-cara merugikan masyarakat.

Dia mengatakan, saat ini kepemilikan tanah di Indonesia sangat tidak adil. Sebab, sekelompok kecil orang memiliki tanah dalam jumlah yang sangat luas.

Namun, tidak ada data pasti soal berapa besar ketimpangan tersebut. Hal yang jelas indeks, gini rasio kepemilikan tanah diperkirakan berada dalam kisaran 0,54 – 0,67. Gini rasio ini tentunya berbeda jauh dengan gini indeks pendapatan yang sudah dibawah 0,4.

"Pemerintah berupaya memperoleh gini indeks. Sehingga mencerminkan bahwa kepemilikan tanah akan lebih banyak nanti masyarakat yang memiliki tanah," ujar dia, Jumat (11/12/2020).

Itu sebabnya dia mengusulkan ada pengenaan pajak progresif untuk kepemilikan tanah

Dia mencontohkan hal yang terjadi di mana para makelar menguasai lahan. "Kalau misalnya sawah di Indramayu, di Karawang, dikuasai orang Jakarta kemudian disewakan kepada rakyat, itu sama aja dengan periode zaman dahulu, tuan tanah. Itu tidak kita inginkan makelar tanah tapi regulasi yang ada sekarang belum memungkinkan kita tata," tegas dia.

Dia mengusulkan untuk membawa UU pertanahan ke DPR kembali. Nantinya aturan tersebut akan ditata kembali.

Tak hanya itu, pengenaan pajak progresif ini dimaksudkan agar orang cenderung tidak akan melakukan investasi di tanah. Sehingga tanah bisa digunakan oleh orang orang yang benar-benar memanfaatkan tanah.

"Sekarang petani yang tidak punya tanah, menggarap padi, dia itu dieksploitasi. Maka, ini yang sedang kita pikirkan bagaimana mengatasi dengan sistem perpajakan melalui pajak progresif," ujar dia mengakhiri.

Reporter: Sulaeman

Sumber: Merdeka.com

Saksikan Video Ini


Banyak Berubah Fungsi, Pemerintah Akui Insentif untuk Sawah Abadi Tak Cukup

Petani menanam padi di sawah kawasan Tangerang, Banten, Jumat (7/8/2020). PDB pertanian tumbuh 16,24 persen pada triwulan-II 2020 (q to q), bahkan secara y0y sektor pertanian tetap berkontribusi positif yakni tumbuh 2,19 persen. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR) Sofyan Djalil menyebutkan sejumlah kendala terkait Program Sawah Abadi. Salah satunya adalah masalah peralihan fungsi sawah menjadi kegunaan lainnya sebelum menjadi sawah abadi.

Untuk itu Kementerian ART fokus untuk melakukan penguncian kepada sawah abadi. Dalam hal ini, pemerintah daerah diharuskan melampirkan peta sebaran sawah abadi, dari sebelumnya ada berupa data kuantitas.

“Sekarang kita fokuskan dulu sawah abadi. Bagaimana cara mengunci, dimasukkan ke dalam RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah) dalam tata ruang,” ujar Sofyan dalam Indonesia Outlook I Kebangkitan Ekonomi Nasional Melalui Inovasi, Pangan, dan Reforma Agraria, Jumat (11/12/2020).

Selama ini Undang-Undang (UU) mewajibkan pemerintah daerah mengunci lahan untuk sawah abadi. Namun yang kerap terjadi adalah pemda hanya melampirkan data kuantitas.

“Sekarang kita wajibkan. (Data sebaran sawah abadi) wajib dimasukkan ke dalam peta. Dengan adanya peta seperti itu, nanti kita bisa bisa amankan. Selama ini karena mereka tidak masukkan dalam peta, maka bupati atau walikota itu bisa memindah-mindahkan. Kalau ada sawah dia konversi dia mengatakan itu tidak termasuk lahan sawah Abadi,” jelas Sofyan.

Sebagai catatan, yang menjadi tantangan dari kebijakan ini adalah sawah atau lahan yang dinyatakan abadi, tidak akan bisa digunakan untuk lainnya. Sofyan menilai hal ini menjadi tantangan tersendiri.

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya