Liputan6.com, Ankara - Ancaman sanksi dari Uni Eropa dan Amerika Serikat tampaknya membuat Turki gentar. Target sanksi adalah sejumlah pejabat senior dan perusahaan terkait eksplorasi gas di wilayah sengketa Laut Mediterania Timur. Kini, Presiden Recep Tayyip Erdogan meminta adanya dialog.
Dilaporkan Arab News, Sabtu (12/12/2020), ajakan dialog Erdogan muncul setelah Uni Eropa memberikan lampu hijau untuk pemberian sanksi.
Baca Juga
Advertisement
Wilayah itu menjadi sengketa antara Turki dan Yunani-Siprus. Prancis ikut membela Yunani. Akibatnya, Presiden Erdogan kerap menyerang pemimpin Prancis lewat retorikanya.
Presiden Prancis Emmanuel Macron mengaku masih buka pintu untuk dialog, namun ia tak akan diam melihat kebijakan yang dianggap bikin gaduh.
"(Eropa) tentunya selalu terbuka untuk dialog tetapi tidak akan menyetujui kebijakan yang mendestabilisasi anggota-anggotanya serta lingkungan kawasan," ujar Presiden Macron usai menghadari pertemuan Uni Eropa di Brusel, Belgia.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Turki Tarik Mundur Kapal Eksplorasi
Baru-baru ini, Turki menarik mundur kapal survei Oruc Reis yang eksplorasi di Mediterania Timur agar tidak membuat marah Uni Eropa. Media Turki melaporkan kapal itu aktif sejak Agustus 2020.
Pada akhir November, Oruc Reis pulang ke Turki. Kepulangan kapal itu hanya sekitar dua pekan sebelum pertemuan Uni Eropa di Brussels.
Langkah mundur Turki diolok-olok oleh Presiden Dewan Eropa Charles Michel sebagai "permainan kucing dan tikus."
Sejauh ini, sudah ada dua pejabat senior dari Turkish Petroleum Corporation yang terkena sanksi Uni Eropa.
Advertisement
Sebelum Sanksi, Uni Eropa Sudah Ajak Dialog
Sebelum ada ancaman sanksi, Uni Eropa sebetulnya sudah meminta adanya dialog. Namun, Erdogan terus-terusan cekcok dengan Prancis yang membela Yunani di sengketa Mediterania Timur.
Pada Agustus 2020, Para Menteri Luar Negeri Uni Eropa meminta agar negara-negara yang berkepentingan mengutamakan dialog dan negosiasi. Hal itu disampaikan usai pertemuan di Brussel.
"Tiga kata merefleksikan hasil dari diskusi: solidaritas, de-eskalasi, dan dialog," ujar pernyataan seperti dikutip dari situs resmi European Union External Action (EEAS), Minggu 16 Agustus 2020.
Pihak Uni Eropa juga menekankan mobilisasi maritim yang dilakukan Turki tidak memberi sumbangsih kepada pencarian solusi di Laut Mediterania Timur, dan itu justru meningkatkan rasa antagonis serta rasa tidak saling percaya.
"De-eskalasi secepatnya oleh Turki dianggap krusial," jelas Uni Eropa.
Prancis juga terlibat dalam ketegangan Laut Mediterania Timur karena membantu Yunani. Pekan ini, Prancis ikut mengirim jet dan kapal ke wilayah tersebut.
Presiden Emmanuel Macron sempat "mengadu" ke Presiden Amerika Serikat Donald Trump. Lewat Twitter, Presiden Macron menyebut Amerika Serikat dan Prancis satu suara dalam isu perdamaian Laut Mediterania Timur.