Liputan6.com, Jakarta PT Bank Maybank Indonesia atau Maybank mengucurkan fasilitas pembiayaan berbasis syariah omnibus line facility sebesar USD 185 juta atau Rp 2,68 kepada Bio Farma untuk vaksin Covid-19.
Dana tersebut disalurkan untuk pembiayaan vaksin Covid-19 yang disalurkan melalui beberapa termin. Fasilitas pembiayaan ini mencakup proposisi Syariah, Musharakah Trade Financing serta forward hedging.
Advertisement
"Harapan kami, kerja sama ini dapat memberi dampak luas bagi masyarakat dan khususnya kepada Pemerintah untuk mempercepat pemulihan ekonomi nasional, serta iklim investasi di Indonesia," ujar Presiden Direktur Maybank Indonesia Taswin Zakaria dalam pernyataan yang diterima Liputan6.com, Senin (14/12/2020).
Direktur Perbankan Global Maybank Indonesia mengatakan, selaras dengan pendekatan Sharia First, Maybank Indonesia memberikan solusi pembiayaan ini dengan tujuan untuk memperluas cakupan utilisasi pembiayaan berbasis Syariah di tengah dunia usaha Indonesia.
"Kami menilai, PT Bio Farma memiliki perencanaan pengadaaan yang terstruktur dan memiliki jaringan usaha yang kuat melalui anak usahanya, PT Kimia Farma dan PT Indofarma yang akan menjalankan fungsi distribusi kepada masyarakat," ujar Ricky.
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Keuangan dan Mitra Bisnis Bio Farma I Gusti Ngurah Suharta Wijaya mengatakan, Bio Farma sebagai holding BUMN farmasi bersama dengan Kimia Farma dan Indofarma tengah melangsungkan kegiatan usaha yang fokus pada penanggulangan pandemi Covid-19 di Indonesia, salah satunya pengembangan vaksin.
"Mengingat akan luas dan besarnya skala penanggulangan pandemi, kami membutuhkan mitra perbankan yang solid dan inovatif dalam memberikan solusi finansial yang tepat," katanya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Harga Eceran Tertinggi Vaksin Covid-19 Diusulkan Rp 100 Ribu
Sebanyak 1,2 juta vaksin Covid-19 dari Sinovac telah tiba di Indonesia beberapa waktu lalu. Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN), Rizal Edy Halim meminta penggunaan vaksin asal China ini dilakukan setelah mengikuti berbagai ketentuan yang telah diatur. Termasuk melakukan uji klinis dan mendapatkan izin dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
"Dalam rekomendasi kami vaksin ini harus mengikuti ketentuan yang ada termasuk pengajuan uji klinis sebelum diserahkan ke masyarakat," kata Rizal dalam Catatan Akhir Tahun BPKN 2020, Jakarta, Senin (14/12).
Pemerintah meminta masyarakat menengah atas untuk melakukan vaksinasi mandiri. Rizal menilai jika pemerintah melakukan ini maka harus ada penetapan harga eceran tertinggi untuk vaksinasi. Hal ini perlu dilakukan untuk mencegah melonjaknya harga vaksin di pasaran.
"Penetapan harga eceran tertinggi ini wajib dilakukan pemerintah dengan data yang sudah ada," kata dia.
Rizal mengaku BPKN telah mengajukan rekomendasi kepada Menteri Kesehatan yang ditembuskan kepada Presiden Joko Widodo untuk mengimplementasikan UU Kesehatan tentang pengambilan tanggung jawab penuh pemerintah atas kesehatan masyarakat. Untuk itu pengaturan tentang harga rapid test, PCR test, swab test dan vaksin juga harus ditetapkan pemerintah.
BPKN Usul Harga Eceran Vaksin Maksimal Rp 100.000
Wakil Ketua Komisi Penelitian dan Pengembangan, Anna Maria Tri Anggraini mengatakan penetapan harga vaksin harus menyesuaikan dengan standar yang telah ditetapkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Sehingga diharapkan batas maksimal harga vaksin di Indonesia yakni Rp 100 ribu.
"Untuk vaksin berbayar ini batas atasnya kira-kira seratus ribu rupiah sesuai standar yang dikeluarkan WHO dan benchmarking yang kita terima," kata dia.
Pemerintah juga harus memastikan pendataan masyarakat mana saja yang bisa menerima vaksin secara cuma-cuma dan yang harus berbayar. Selain itu BPKN meminta proses vaksinasi di Indonesia dilakukan setelah keluarnya uji klinis ketiga dan hasil kajian dari Badan POM.
Sebab Badan POM harus memastikan keamanan vaksin termasuk dari sisi kehalalan vaksin. Bila ini sudah dilakukan dan telah mendapatkan Emergency Use of Authorization (EUA) atau izin penggunaan darurat dari BPOM.
Advertisement