Liputan6.com, Denpasar Desa Les yang terletak di Utara Bali diapit oleh bukit dan pantai. Terdapat banyak potensi wisata seperti air terjun Yeh Mampeh, Wisata Bahari, Penggaraman tradisional dan banyak lainnya. Salah satu yang sangat menarik adalah bagaimana Desa Les menjadikan pengolahan sampah berskala desa sebagai wisata edukasi.
Tepatnya di TPST and Shruder Workshop Desa Les. Di tempat ini, wisatawan dapat melihat sampah plastik yang sudah dipilah akan dicacah kemudian di daur ulang menjadi menjadi produk baru seperti ingke plastik dan suvenir.
Wisata edukasi pengolahan daur ulang sampah plastik yang merupakan hasil kerjasama Desa Les, Sea Communities, Plastik Collective dan Earthwatch Australia itu sukses menarik perhatian wisatawan domestik atau mancanegara yang datang ke Bali.
Baca Juga
Advertisement
Kepala Desa Les, Gede Adi Wistara menjelaskan, program daur ulang sampah di wilayahnya sudah satu tahun mulai diterapkan. "Dalam masa kepemimpinan saya baru satu tahun. Dulu sudah ada program daur ulang sampah plastik ini, namun kurang berjalan," katanya kepada Liputan6.com di Desa Les, Buleleng, Bali, Senin (14/12/2020).
Menurutnya, setelah melakukan evaluasi dan datangnya voulenteer dari luar negeri masyarakat di desanya mulai sadar dan memahami konsep program daur ulang sampah plastik tersebut. "Ada donatur dari luar negeri dan voulenteer yang datang membantu memberikan edukasi kepada warga. Mereka (voulenteer) mengajak masyakarat untuk membuat project bersama," ujar dia.
Ia melanjutkan, sampah yang mayoritas adalah sampah rumah tangga itu di bawa ke Tempat Pembuangan Sambah (TPA) untuk dipilah dan disortir ungtuk selanjutnya akan dilakukan proses pengolahan barang-barang daur ulang. "Sampah plastik dan organik di pilah di Sini (TPA). Setelah di pilah, dicacah dan kemudian dilelehkan. Setelah melewati proses itu baru dicetak menjadi produk bernilai jual," ucapnya.
Jadi Destinasi Wisata Edukasi
Proses daur ulang sampah plastik, Gede melanjutkan. menyerap Sumber Daya Masyarakat (SDM) dari warga desanya. Di mana setelah sampah plastik sampai pada tahap pelelehan, SDM khususnya ibu-ibu PKK yang bertugas melakukan kreatifitasnya.
"Ibu-ibu PKK yang berkreasi menjadikan sampah plastik yang sudah dicacah lalu dilelehkan dan dibentuk menjadi merchendise seperti gantungan kunci, ingke (pengganti piring), tas, mainan anak dan lainnya. Karena program daur ulang sampah ini juga, banyak wisatawan asing yan datang ke sini melihat lebih dekat proses pengolahan daur ulang sampah plastik. Produksi daur ulang dari desa kami langsung dikirim ke luar negeri, lebih banyak ke Australia. Tapi, semenjak pandemi pengiriman agak berkurang dan belum ada permintaan," katanya.
Sementara itu, dirinya mengaku masih memiliki kendala ketika masih ada masyarakat yang belum bisa mendukung program sampah daur ulang tersebut di desanya. "Pelan-pelan kami terus mensosialisasikan mengenai program daur ulang sampah plastik ini. Dengan keterbatasan SDM kapastias produksi berkisar sekitar satu ton. Ke depan kami akan terus tambah,"ujar Gede.
"Sampah merupakan isu yang sangat sulit untuk diatasi tanpa adanya kesadaran dari masing-masing orang. Dengan adanya Wisata edukasi ini, kami berharap dapat menumbuhkan kesadaran masyarakat Bali dan Indonesia akan pentingnya menjaga kebersihan lingkungan. Mengurangi penggunaaan plastik sekali pakai dan memilah sampah dari rumah masing-masing akan sangat membantu mengurangi jumlah sampah di dunia," ujar Gede memungkasi.
Advertisement