Liputan6.com, Jakarta - Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi mengatakan, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) akan membuka jalur penyeberangan jurusan Ketapang, Banyuwangi menuju Lembar, Lombok pada 25 Desember 2020.
Pembukaan jurusan tersebut dimaksudkan untuk mengurangi kepadatan lalu lintas di pulau Bali yang mempengaruhi aktivitas pariwisata.
Advertisement
"Satu inovasi yang dilakukan ASDP Indonesia Ferry, pembukan lintas Ketapang menuju Lembar. Artinya mereka yang akan ke Lombok tidak perlu melalui jalan darat tapi langsung ke Lembar. Nanti sudah dioperasikan tanggal 25 (Desember)," ujar Menhub Budi Karya dalam konferensi pers virtual, Senin (14/12/2020).
Menambahkan Menhub, Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kemenhub Budi Setiyadi mengatakan, sejumlah operator telah menyiapkan armada mereka untuk pembukaan jalur ini.
"Kami juga edukasi terhadap operasional kapal yang langsung ke Lembar, tidak dari Ketapang-Gilimanuk atau Padang Bai-Lembar," kata Budi.
Edukasi dan sosialisasi tersebut, kata Budi, akan dilakukan pada 17 Desember mendatang. Nantinya, penyebrangan langsung tersebut akan memakan waktu 12 hingga 13 jam.
"Kapal yang akan dioperasikan itu kapal-kapal yang besar GT 1.500-2.000," ujar Budi.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Pengusaha Penyeberangan Minta Pemerintah Sederhanakan Regulasi
Sebelumnya, pemerintah khususnya Kementerian Perhubungan (Kemenhub) diminta menyederhanakan regulasi terkait kelayakan, Standar Pelayanan Minimal di industri penyeberangan.
Permintaan ini diungkapkan, Ketua Gabungan Pengusaha Nasional Angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan (GAPASDAP) Khoiri Soetomo.
“Terkait dengan regulasi, ini penting karena pemerintah ini punya peran yang sangat penting. Karena jujur saja pada saat regulasi zaman Menteri Perhubungan Pak Ignasius Jonan (2014), 10 bulan beliau menjadi menteri itu saya catat betul ada 200 Peraturan menteri yang lahir, dan bisa dibayangkan 200 Peraturan Menteri lahir itu saling tumpang tindih dan itu menghasilkan kemubaziran,” kata Khoiri, Jumat (9/10/2020).
Selain itu, Peraturan Menteri (PM) pada 2014 menghasilkan biaya tinggi yang luar biasa. Itu sebabnya, pemerintah khususnya Kementerian Perhubungan bisa menggantikan Peraturan Menteri sebelumnya dengan yang baru.
“Terhadap PM-PM yang tidak logis, yang mubazir, yang tidak ada hubungannya, yang sudah sudah tidak ada relevansinya lagi. Mohon itu untuk segera dipotong dan diganti dengan PM yang baru. Sehingga ini akan membuat industri penyeberangan menjadi lebih efisien, lebih efektif dan bisa bertahan hidup,” jelas dia.
Dia juga meminta kepada Pemerintah khususnya Menteri Perhubungan yang saat ini menjabat bisa memberikan kemudahan dalam proses menaikturunkan tarif di industri penyeberangan. Ini karena sebelumnya dia mengaku sangat sulit dan tidak efisien prosesnya.
“Selama ini karena tarif itu ditentukan sangat ketat. Bahkan terakhir sebelum kenaikan tanggal 1 Mei 2020 itu terakhir pada tanggal 1 Mei 2017. Tahun yang lalu itu pun kenaikan hanya 9 persen. 9 persen itu pun kami harus memohon pada bulan September 2018,” ujarnya.
Melihat hal tersebut, dia menilai birokrasi seperti itu betul-betul mubazir. Di masa pandemi dan pasca pandemi, pemerintah harus mulai mengubah regulasi-regulasi yang memang sangat menghambat dan tidak penting itu untuk segera diganti dengan regulasi yang baru.
Advertisement